BAB 1
MAKNA PSIKOLOGI PERKEMBANGAN
PESERTA DIDIK
Pengertian Psikologi Perkembangan Peserta Didik
Psikologi merupakan suatu
disiplin ilmu yang sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia.
Psikologi
menempatkan manusia sebagai objek kajiannya. Manusia sendiri adalah makhluk
individual sekaligus makhluk sosial. Menyadari posisi manusia yang demikian,
maka secara jelas, yang menjadi obek kajian psikologi modern adalah, manusia
serta aktifitas-aktifitas mentalnya dalam interaksi dengan lingkungannya.
Secara umum
psikologi dapat dibedakan menjadi dua cabang, yaitu psikologi teoritis, dan psikologi terapan. Psikologi teoritis dapat pula dibedakan atas dua bagian,
yaitu psikologi umum dan psikologi khusus.
Psikologi umum
adalah psikologi teoritis yang mempelajari aktifitas-aktifitas mental manusia
yang bersifat umum dalam rangka mencari dalil-dalil umum dan teori-teori
psikologi. Sedangkan psikologi khusus adalah psikologi teoritis yang
menyelidiki segi-segi khusus aktifitas mental manusia, psikologi khusus ini
terdiri dari:
A) Psikologi
perkembangan, mengkaji perkembangan
tingkah laku dan aktifitas mental manusia sepanjang rentang kehidupannya, mulai
dari masa konsepsi hingga meninggal dunia.
B) Psikologi
sosial, mengkaji aktifitas, mental
manusia dalam kaitannya dengan situasi sosial.
C) Psikologi
kepribadian, mengkaji struktur
kepribadian manusia sebagai satu kesatuan utuh.
D) Psikologi
abnormal, mengkaji aktifitas mental
individu yang tergolong abnormal.
E) Psikologi
diferensial, menguraikan tentang
perbedaan-perbedaan antar individu.
Psikologi
khusus kemungkinan akan terus berkembang sesuai dengan situasi dan kebutuhan.
Karena itu tidak tertutup kemungkinan akan bermunculan cabang-cabang psikologi
khusus lainnya, seperti psikologi
perkembangan peserta didik.
Mengacu pada pengertian
dan pembagian psikologi, maka dapat dipahami bahwa psikologi perkembangan
peserta didik adalah bidang kajian
psikologi perkembangan yang secara khusus mempelajari aspek-aspek perkembangan
individu yang berada pada tahap usia sekolah dasar dan sekolah menengah.
Tujuan Psikologi Perkembangan Peserta Didik
Psikologi perkembangan peserta
didik bertujuan :
· Memberikan, mengukur, dan menerangkan perubahan dalam
tingkah laku serta kemampuan yang sedang berkembang sesuai dengan tingkat usia
dan yang mempunyai ciri-ciri universal, dalam artian yang berlaku bagi
anak-anak dimana saja dalam lingkungan sosial-budaya mana saja.
· Mempelajari karakteristik umum perkembangan peserta
didik, baik secara fisik, kognitif, maupun psikososial.
· Mempelajari perbedaan-perbedaan yang bersifat pribadi
pada tahapan, atau masa perkembangan tertentu.
· Mempelajari tingkah laku anak pada lingkungan tertentu
yang menimbulkan reaksi yang berbeda.
· Mempelajari penyimpangan tingkah laku yang dialami
seseorang, seperti kenakalan-kenakalan, kelainan-kelainan dalam fungsionalitas
inteleknya, dan lain-lain.
Manfaat Psikologi Perkembangan Peserta Didik
Psikologi perkembangan peserta didik
adalah sebuah disiplin ilmu yang secara khusus mempelajari tentang perkembangan
tingkah peserta didik dalam interaksinya dengan lingkungannya. Oleh sebab itu
banyak manfaat yang akan diperoleh guru atau calon guru diantaranya:
· Seorang guru akan dapat memberikan harapan yang
realitas terhadap anak dan remaja. Ini adalah penting, karena jika terlalu banyak
yang diharapkan pada usia tertentu, anak mungkin akan mengembangkan perasaan
tidak mampu jika ia tidak mencapai standar yang ditetapkan orangtua atau guru.
Sebaliknya, jika terlalu sedikit yang diharapkan dari mereka, mereka akan
kehilangan rangsangan untuk mengembangkan kemampuannya.
· Dapat membantu kita dalam memberikan respons yang
tepat terhadap perilaku tertentu seorang anak. Psikologi perkembangan dapat
membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan arti dan sumber
pola berpikir, perasaan, dan tingkah laku anak.
· Dapat membantu guru mengenali kapan perkembangan
normal yang sesungguhnya dimulai. Guru bisa menyusun pedoman dalam bentuk skala
tingi-berat, skala usia-berat, skala usia-mental, dan skala perkembangan sosial
atau emosioanal.
· Memungkinkan para guru untuk sebelumnya mempersiapkan
anak menghadapi perubahan yang akan teradi pada tubuh, perhatian dan
perilakunya.
· Memungkinkan para guru memberikan bimbingan belajar
yang tepat kepada anak.
· Memberikan informasi tentang siapa kita, bagaimana
kita dapat seperti ini, dan kemana masa depan akan membawa kita.
Dengan demikian jelas betapa besar
kegunaan mempelajari psikologi perkembangan peserta didik bagi guru. Dengan
psikologi perkembangan peserta didik memungkinkan guru memberikan bantuan &
pendidikan yang tepat sesuai dengan pola-pola dan tingkat-tingkat perkembangan
anak.
BAB 2
KONSEP DASAR PERKEMBANGAN
PESERTA DIDIK
Hakikat Perkembangan
Istilah “ perkembangan ” ( development ) dalam psikologi
merupakan sebuah konsep yang cukup kompleks.Di dalamnya terkandung banyak
dimensi.
· Perkembangan
Secara sederhana, Seifert & Hoffnung (
1994 ) mendefinisikan perkembangan sebagai “
long-term changes in aperson’s growth,
feelings, pattens of thinking, social relationship, and motor skills ”.
Sementara iru, Chaplin ( 2000 ) mengartikan perkembangan sebagai : 1). perubaha
yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme, dari lahir sampai mati;
2). Pertumbuhan; 3). perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari
bagian-bagian jasmaniah ke dalam bagian-bagian fungsional; 4). kedewasaan atau
kemunculan pola-pola tingkah laku yang tidak dipelajari.
Menurut Reni Akbar Hawadi (
2001 ), “ perkembangan secara luas menunjukan pada keseluruhan proses perubahan
dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru. Di dalam
istilah perkembangan juga tercakup konsep usia, yang diawali sari saat
pembuahan dan berakhir dengan kematian ”.
Menurut F.J. Monks, dkk.,(
2001 ), pengertian perkembangan menunjuk pada “ suatu proses ke arah yang lebih
sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan menunjukan
pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali ”.
Perkembangan dapat juga diartikan sebagai “ proses yang kekal dan tetap yang
menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi,
berdasarkan pertumbuhan, pemasakan, dan belajar ”.
Santrock ( 1996 ),
menjelaskan pengertian perkembangan sebagai berikut :
Development is the pattern of change that begins at conception and
continues through the life span. Most development involves growth, although it
includes decay ( as in death and dying ). The pattern of movenment is complex
because it is product of several processes-biogical, cognitive, and socioemotional.
Dapat ditarik kesimpulan
dari beberapa kesimpulan diatas adalah bahwa perkembangan tidaklah terbatas
pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melainkan di dalamnya juga terkandung
serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dan bersifat tetap
dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke
tahap kematangan melalui pertumbuhan, pemasakan, dan belajar.
· Pertumbuhan
Pertumbuhan ( growth ) sendiri sebenarnya
merupakan sebuah istilah yang lazim digunakan dalam biologi, sehingga
pengertiannya lebih bersifat biologis. C.P. Chaplin ( 2002 ), mengartikan
pertumbuhan sebagai satu pertambahan atau kenaikan dalam ukuran dari
bagian-bagian tubuh atau dari organisme sebagai suatu keseluruhan. Menurut A.E.
Sinolungan, ( 1997 ), pertumbuhan menunjuk pada perubahan kuantitatif, yaitu
yang dapat dihitung atau dicukur, seperti panjang atau berat tubuh. Sedanglah
Ahmad Thanthowi ( 1993 ), mengartikan pertumbuhan sebagai perubahan jasad yang
meningkat dalam ukuran ( size ) sebagai akibat dari adanya perbanyakan (
multiplication ) sel-sel.
Dari beberapa pengertian
diatas dapat dipahami bahwa istilah perubahan dalam konteks perkembangan
merujuk perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam
ukuran dan struktur, seperti pertumbuhan ingatan, pertumbuhan berpikir,
pertumbuhan kecerdasan, dan sebagainya, sebab kesemuanya merupakan perubahan
fungsi-fungsi rohaniah.
Dengan demikian, istilah “
pertumbuhan ” lebih cenderung menunjuk pada kemajuan fisik atau pertumbuhan
tubuh yang melaju sampai pada suatu titik optimum dan kemudian menurun menuju
pada keruntuhannya. Sedangkan istilah “ perkembangan ” lebih menunjuk pada
kemajuan mental atau perkembangan rohani yang melaju terus sampai akhir hayat.
Perkembangan rohani tidak terhambat walaupun keadaan jasmani sudah sampai pada
puncak pertumbuhannya. Bahkan menurut Witherington ( 1986 ), “ pertumbuhan
dalam pengertiannya yang luas meliputi perkembangan ”.
· Kematangan
Istilah “ kematangan ”, yang
dalam bahasa Inggris disebut dengan maturation,
sering dilawankan dengan immaturation,
yang artinya tidak matang.
Chaplin ( 2002 )
mengartikan kematangan ( maturation )
sebagai : 1). perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak; 2). proses perkembangan, yang dianggap
berasal dari keturunan, atau merupakan tingkah laku khusus spesies ( jenis,
rumpun ). Myers ( 1996 ) mendefinisikan
kematangan ( maturation ) sebagai “ biological growth processes that enable
orderly in behavior, relatively uninfluenced by experience ” menurut Zigler
dan Stevenson ( 1993 ), kematangan adalah “
the orderly physiological changes that
occur in all species over time and that appear to unfold according to a genetic
blueprint ”. Davidoff ( 1988 ), menggunakan istilah kematangan ( maturation
), untuk menunjuk pada munculnya pola perilaku tertentu yang bergantung pada
pertumbuhan jasmani dan kesiapan susunan saraf.
Kematangan tidak dapat
dikategorikan sebagai faktor keturunan atau pembawaan karena kematangan ini
merupakan suatu sifat tersendiri yang umum dimiliki oleh setiap individu dalam
bentuk dan masa tertentu.
· Perubahan
Perubahan-perubahan dalam perkembangan
bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana
ia hidup. Realisasi diri atau yang biasanya disebut “aktualisasi diri”
merupakan faktor yang sangat penting. Tujuan ini dapat dianggap sebagai suatu
dorongan untuk melakukan sesuatu yang tepat, untuk menjadi manusia seperti yang
diinginkan baik secara fisik maupun psikis.
Perubahan-perubahan yang terjadi
dalam perkembangan itu dapat dibagi ke dalam empat bentuk, yaitu :
a). Perubahan
dalam ukuran besarnya.
Setiap tahun seorang anak tumbuh menjadi
dewasa, tinggi dan berat badannya bertambah, kecuali jika keadaan yang tidak
normal mempengaruhinya maka akan terjadi berbagai penyimpangan dalam
pertumbuhannya.
Pertumbuhan
mental pun akan menunjukan kemajuan yang sama, seperti terlihat pada semakin
meningkat dan bertambahnya perbendaharaan kosakata setiap tahunnya,
kemampuannya dalam berpikir, mengingat, mengecap, dan menggunakan sesuatu yang
berlangsung selama masa perkembangannya dari tahun ke tahun.
b). Perubahan-perubahan
dalam proporsi.
Pertumbuhan fisik tidak terbatas pada
perubahan-perubahan ukuran, tetapi juga pada proporsi. Kemudian ketika anak
mencapai usia pubertas, baru proporsi-proporsi tubuhnya mulai menyerupai orang
dewasa. Secara berangsur-angsur dan bertahap, unsur-unsur fantastik itu mulai
menjurus kearah yang lebih realistis.
c). Hilangnya
bentuk atau ciri-ciri lama.
Jenis perubahan yang terjadi dalam perkembangan
individu adalah hilangnya bentuk dan ciri-ciri tertentu. Diantara ciri-ciri
fisik, berangsur-angsur hilangnya kelenjar kanak-kanak
( thymus
gland ) yang terletak di leher, kelenjar pinel pada otak, reflek-reflek
tertentu, rambut, gigi dengan hilangnya gigi anak-anak. Sementara itu,
ciri-ciri mental diantaranya terlihat dalam perkembangan bicaranya,
impuls-impuls gerakan yang kekanak-kanakan sebelun berpikir, bentuk-bentuk
gerakan bayi, seperti merangkak, merambat,
perkembangan penglihatannya yang semakin tajam atau pengindraan lainnya,
terutama yang berkaitan dengan rasa dan bau atau penciuman.
d). Timbul atau
lahirnya ciri-ciri baru.
Diantara ciri dan bentuk pertumbuhan fisik yang sangat
penting adalah tumbuhnya gigi pertama dan kedua yang terlihar jelas pada masa
kanak-kanak memasuki masa remaja. Sedangkan ciri dan bentuk perkembangan mental
ialah tumbuhnya rasa ingin, khususnya yang berkenaan dengan masalah-masalah
seks, desakan/dorongan seks, pengetahuan dan nilai-nilai moral, keyakinan/kepercayaan
agama, bentuk-bentuk bahasa yang berbeda.
Fase-fase Perkembangan
Fase perkembangan maksudnya adalah
penahapan atau periodesasi rentang kehidupan manusia yang ditandai oleh
ciri-ciri atau pola-pola tingkah laku tertentu.
Secara garis besar terdapat empat dasar
pembagian fase-fase perkembangan ini, yaitu: (1) fase perkembangan berdasarkan
cirri-ciri biologis. (2) konsep didaktis, (3) cirri-ciri psikologis, dan (4)
konsep tugas perkembangan.
· Periodesasi
Perkembangan Berdasar Ciri-ciri Biologis
Aristoteles
Ia membagi
fase perkembangan manusia sejak lahir sampai usia 21 tahun kedalam tiga masa,
dimana setiap fase meliputi masa tujuh tahun, yaitu :
a). Fase anak kecil atau masa bermain ( 0-7 ) tahun, yang
diakhiri dengan tanggal ( pergantian ) gigi.
b). Fase anak sekolah atau masa belajar ( 7-14 ) tahun,
yang dimulai dari tumbuhnya gigi baru sampai timbulnya gejala berfungsinya
kelenjar-kelenjar kelamin.
c). Fase remaja (pubertas) atau masa peralihan dari anak
menjadi dewasa ( 14-21 ) tahun, yang dimulai dari mulai bekerjanya
kelenjar-kelenjar kelamin sampai akan memasuki masa dewasa.
Sigmund Freud
Dasar-dasar pembagiannya ialah
pada cara-cara reaksi-reaksi bagian-bagian tubuh tertentu. Fase-fase itu adalah
:
·
Fase Infantile, umur 0-5. Fase ini dibedakan menjadi 3, yaitu :
1). Fase oral,
umur 0-1 tahun, dimana anak mendapatkan seksuil melalui mulutnya.
2). Fase anal,
umur 1-3 tahun, dimana anak mendapatkan kepuasan seksuil melalui anusnya.
3). Fase
phalis, umur 3-5 tahun, dimana anak mendapatkan kepuasaan seksuil melalui alat
kelaminnya.
·
Fase laten, umur 5-12 tahun
Pada fase ini
anak tampak dalam keadaan tenang, setelah terjadi gelombang dan badai ( strum und drang ). Pada fase ini,
desakan seksuil anak mengendur. Meskipun energi seksuil terus berjalan, tetapi
fase ini diarahkan pada masalah-masalah sosial dan membangun benteng yang kukuh
melawan seksualitas.
·
Fase pubertas, 12-18 tahun
Pada fase ini
dorongan-dorongan mulai muncul kembali, dan apabila dorongan-dorongan ini dapat
ditransfer dan disublimasikan dengan baik, anak akan sampai pada masa
kematangan terakhir, yaitu fase genital.
·
Fase genital, umur 18-20 tahun
Pada fase ini, dorongan
seksuil yang pada masa laten boleh dikatakan sedang tidur, kini berkobar
kembali, dan mulai sungguh-sungguh tertarik pada jenis kelamin lain. Pada fase ini, konflik internal lebih stabil
dan seseorang dapat mencapai struktur ego yang kuat untuk dapat berhubungan
dengan dunia realita.
Maria Montessori
Fase-fase perkembangan itu
adalah :
·
Periode I, umur
0-7 tahun, yaitu periode penangkapan dan pengenalan dunia luar dengan
pancaindra.
·
Periode II, umur
7-12 tahun, yaitu periode abstrak, dimana anak-anak mulai menilai perbuatan
manusia atas dasar baik-buruk dan mulai timbulnya insan kamil.
·
Periode III, umur
12-18 tahun, yaitu periode penemuan diri dan kepekaan sosial.
·
Periode IV, umur
18 keatas, yaitu periode pendidikan perguruan tinggi.
Elizabeth B.
Hurlock
Elizabeth B. Hurlock
membagi perkembangan individu berdasarkan konsep biologis atas lima fase, yaitu
:
· Fase prenatal ( sebelum lahir ), mulai masa konsepsi
sampai proses kelahiran, lebih kurang 280 hari.
· Fase infancy ( orok ), mulai dari lahir sampai usia 14
hari.
· Fase babyhood (
bayi ), mulai usia 2 minggu sampai sekitar usia 2 tahun.
· Fase childhood
( kanak-kanak ), mulai usia 2 tahun sampai usia pubertas.
· Fase adolescence
( remaja ), mulai usia 11 dan 13 tahun sampai usia 21 tahun, yang dibagi atas
tiga masa, yaitu :
a). Fase pre adolescence : mulai usia 11-13 tahun
untuk wanita, dan usia-usia sekitar setahun kemudian bagi pria.
b). Fase early
adolescence : mulai usia 13-14 tahun sampai 16-17 tahun
c). Fase late adolescence : masa-masa akhir dari
perkembangan seseorang atau hampir bersamaan dengan masa ketika seseorang
tengah menempuh perguruan tinggi.
Fase Perkembangan Berdasarkan Konsep Didaktif
Dasar yang digunakan
untuk menentukan pembagian fase-fase perkembangan adalah materi dan cara
bagaimana mendidik anak pada masa-masa tertentu. Pembagian seperti ini antara
lain diberikan oleh Johann Amos Cimenius, seorang ahli didik dari Moravia. Ia
membagi fase-fase perkembangan berdasarkan tingkat sekolah yang diduduki anak
sesuai dengan tingkat usia dan menurut bahasa yang dipelajarinya di sekolah.
Pembagian fase
perkembangan tersebut adalah :
a). 0-6 tahun = sekolah ibu, merupakan masa mengembangkan
alat-alat indra dan memperoleh pengetahuan dasar di bawah asuhan ibunya di
lingkungan rumah tangga.
b). 6-12 tahun = sekolah bahasa ibu, merupakan masa anak
mengembangkan daya ingatnya di bawah pendidikan sekolah rendah. Pada masa ini,
mulai diajarkan bahasa ibu ( vernacular ).
c). 12-18 tahun = sekolah bahasa Latin, merupakan masa
mengembangkan daya pikirnya di bawah pendidikan sekolah menengah ( gymnasium ). Pada masa ini mulai
diajarkan bahasa Latin sebagai bahasa asing.
d). 18-24 tahun = sekolah tinggi dan pengembaraan,
merupakan masa mengembangkan kemauannya dan memilih suatu lapangan hidup yang
berlangsung di bawah perguruan tinggi.
·
Periodesasi Perkembangan Berdasarkan Ciri-ciri
Psikologis
Periode ini dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya :
Oswald Kroch
Ciri-ciri yang digunakan oleh Oswald Kroch adalah pengalaman
keguncangan jiwa yang dimanifestasikan dalam bentuk sifat trotz atau sifat “ keras
kepala ” dan ia membagi fase perkembangan ini menjadi tiga, yaitu:
a). Fase anak awal, umur 0-3 tahun. Pada akhir fase ini
terjadi troz pertama yang ditandai dengan serba membantah atau menentang orang
lain.
b). Fase keserasian sekolah, umur 3-13 tahun. Pada akhir
fase ini terjadi troz kedua yang ditandai dengan anak serba membantah atau
menentang orang lain bahkan ucapan orangtua.
c). Fase kematangan, umur 13-21 tahun. Fase ini terjadi
setelah berakhirnya gejala-gejala troz kedua, dimana anak mulai merasakan
kelebihan dan kekurangan yang ia miliki yang dihadapi dengan sewajarnya.
Kohnstamm
Khonstamm membagi fase perkembangan ini dilihat dari
sisi pendidikan dan tujuan luhur manusia yaitu :
a). Periode fital: umur 0-1,5 tahun dan disebut sebagai
masa menyusui.
b). Periode estetis : 1,5-7 tahun dan disebut sebagai fase
pencoba atau masa bermain.
c). Periode intelektuil : umur 7-14 tahun dan disebut sebagai masa sekolah.
d). Periode sosial : umur 14-21 tahun dan disebut sebagai
masa remaja.
e). Periode matang : 21 tahun keatas dan disebut sebagai
masa dewasa.
·
Periodesasi Perkembangan Berdasarkan Konsep Tugas
Perkembangan
Periode ini dikemukakan oleh Robert J. Havighurst,
yaitu :
a). Masa bayi dan kanak-kanak ( infacy and early childhood ) : umur 0-6 tahun.
b). Masa sekolah atau pertengahan anak-anak ( middle childhood ) : umur 6-12 tahun.
c). Masa remaja (
adolescence ) : umur 12-18 tahun
d). Masa awal dewasa (
early adulthood ) : umur 18-30 tahun
e). Masa dewasa pertengahan ( middle age ) : umur 30-50 tahun
f). Masa tua ( latter maturity ) : umur 50 tahun keatas
·
Periodesasi Perkembangan Menurut Konsep Islam
Memperhatikan ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis Rasulullah SAW, yang
menjadi dasar utama pemikiran Islam, periodesasi perkembangan individu dapat
dibedakan atas tiga fase, yaitu :
a). Periode pra-konsepsi,
yaitu perkembangan manusia sebelum masa pembuahan sperma dan ovum.
b). Periode pra-natal,
yaitu periode perkembangan manusia yang dimulai dari pembuahan sperma dan ovum
sampai masa kelahiran. Periode ini dibagi atas empat fase, yaitu :
Ø
Fase nuthfah ( zigot ), dimulai sejal pembuahan sampai usia 40 hari dalam
kandungan.
Ø
Fase ‘alaqah ( embrio ), selama 40 hari.
Ø
Fase mudhghah ( janin ), selam 4 hari.
Ø
Fase peniupan ruh
ke dalam jasad janin dalam kandungan setelah genap berusia 4 bulan.
Ø
Fase periode
kelahiran sampai meninggal dunia, diantaranya
Ø
Fase neo-natus, dari usia 0-1 bulan.
Ø
Fase al-thifl ( anak-anak ), dari usia 1 bulan - 7 bulan.
Ø
Fase tamyiz, dari
usia 7 tahun – 12 atau 13 tahun yaitu fase dimana anak bisa membedakan mana
yang baik dengan yang buruk dan yang benar dengan yang salah.
Ø
Fase baligh, yaitu dimana anak berinjak usia
muda yang ditandai dengan mimpi basah bagi anak laki-laki dan anak perempuan
dengan datangnya haid. Fase ini juga disebut dengan fase ‘aqil ( fase tingkah laku intelektual seseorang mencapai puncak
sehingga dapat membedakan mana yang baik dan salah ). Fase ini dimulai saat
anak usia 15-40 tahun.
Ø
Fase kearifan dan kebijakan, yaitu fase dimana seseorang mempunyai kesadaran dan
kecerdasan emosional, moral, spiritual dan agama secara mendalam. Fase ini juga
disebut auliya’ wa anbiya’, yaitu:
fase dimana manusia dituntun untuk bersikap seperti yang diperankan Nabi dan
fase ini dimulai saat manusia berusia 40 tahun keatas.
Ø
Fase kematian,
yaitu fase dimana terjadi saat manusia meninggal. Fase ini diawali dengan
adanya naza’ yaitu awal pencabutan
ruh oleh malaikat Izrail.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan
Secara garis besar
faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan tiap-tiap individu tidak sama yaitu
:
· Faktor-faktor
Yang Berasal Dari Dalam Diri Individu
Diantara
faktor-faktor di dalam diri yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan individu
adalah :
a). Bakat atau pembawaan.
Anak dilahirkan dengan membawa
bakat-bakat tertentu, seperti bakat musik, seni, agama, akal yang tajam dan
sebagainya.
b). Sifat-sifat
keturunan. Sifat-sifat keturunan yang
individu dipusakai dari orangtua atau nenek moyang dapat berupa fisik dan
mental. Mengenai fisik misalnya bentuk muka (hidung), bentuk badan, suatu
penyakit. Sedangkan mengenai mental misalnya sifat pemalas, sifat pemarah,
pendiam, dan sebagainya.
c). Dorongan dan
instink. Dorongan adalah kodrat hidup
yang mendorong manusia melaksanakan sesuatu atau bertindak pada saatnya.
Sedangkan instink atau naluri adalah kesanggupan atau ilmu tersembunyi yang
menyuruh atau membisikkan kepada manusia bagaimana cara-cara melaksanakan
dorongan batin.
Jenis-jenis
tingkah laku manusia digolongkan instink ini adalah
a). Melarikan diri (
flight ) karena perasaan takut ( fear
)
b). Menolak (
repulsion ) karena jijik ( disgis )
c). Ingin tahu (
curiosity ) karena menakjubkan sesuatu(
wonder )
d). Melawan ( pugnacity ) karena kemarahan ( anger )
e). Merendahkan diri (
self abasement ) karena perasaan
mengabdi ( subjection )
f). Menonjolkan diri (
self assertion ) karena adanya harga diri atau manja ( elation )
g). Orangtua (
parental ) karena perasaan halus budi (
tender )
h). Berkelamin (
sexual ) karena keinginan mengadakan reproduksi
i). Berkumpul (
acquisition ) karena keinginan untuk mendapatkan sesuatu.
j). Mencapai sesuatu (
question ) karena ingin bergaul/bermasyarakat
k). Membangun sesuatu (
contruction ) karena mendapatkan kemajuan.
l). Menarik perhatian orang lain ( appeal ) karena ingin diperhatikan oleh orang lain.
·
Faktor-faktor Yang Berasal Dari Luar Diri Individu
a).
Makanan
Makanan merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi perkembangan individu. Apabila ditinjau dari
perspektif agama ( Islam ), makanan yang mengandung gizi saja belum cukup bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak, melainkan harus disempurkan dengan tingkat
kehalalan dan kebersihan dari makanan itu sendiri, sebagaimana firman Allah : “ Dan makanlah makanan yang halal lagi baik
dari apa yang telah direzekikan kepadamu… ”( Q.S Al-Maidah : 88 ).
Pentingnya
memperhatikan kualiatas makanan dari segi kehalalannya ini adalah karena
menurut Islam makanan mempunyai pengaruh yang besar, tidak saja terhadap
pertumbuhan dan kesehatan jasmani manusia, melainkan juga terhadap perkembangan
jiwa, pikiran dan tingkah laku seseorang. Hal ini ditegaskan oleh seorang ulama
kontemporer; Syaikh Taqi Falsafi, dalam bukunya Child berween Heredity and Education, yaitu : pengaruh dari
campuran (senyawa) kimiawi yg dikandung oleh makanan terhadap aktivitas jiwa dan
pikiran manusia belum diketahui secara sempurna, karena belum diadakan
eksperimen secara memadai.
a). Iklim
Iklim atau
keadaan cuaca juga berpengaruh terhadap perkembangan dan kehidupan anak.
Seseorang yang hidup dalam iklim tropis yang kaya raya misalnya, akan terlihat
jiwanya lebih tenang, lebih “ nrimo ”, dibandingkan dengan seseorang yang tidak
“ sekeras ” di iklim dingin, sehingga perjuangan hidupnya pun cenderung lebih
santai.
b). Kebudayaan
Latar belakang
budaya suatu bangsa sedikit banyak juga mempengaruhi perkembangan seseorang.
Misalnya latar belakang budaya desa, keadaan jiwanya masih murni, masih yakin
akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan, akan terlihat lebih tenang, karena jiwanya
masih berada dalam lingkungan kultur, kebudayaan bangsa sendiri yang mengandung
petunjuk-petunjuk dan falsafah yang diramu dari pandangan hidup keagamaan. Lain
halnya dengan seseorang yang hidup dalam kebudayaan kota yang sudah dipengaruhi
oleh kebudayaan asing.
c).Ekonomi
Latar belakang
ekonomi juga berpengaruh terhadap perkembangan anak. Mereka menderita
kekurangan-kekurangan secara ekonomis, sehingga menghambat pertumbuhan jasmani
dan perkembangan jiwa anak-anaknya. Bahkan tidak jarang tekanan ekonomi
mengakibatkan pada tekanan jiwa, yang pada gilirannya menimbulkan konflik
antara ibu dan bapak, antara anak dan orangtua, sehingga melahirkan rasa rendah
diri pada anak.
d). Kedudukan
Anak Dalam Lingkungan Keluarga
Kedudukan anak dalam lingkungan
keluarga juga mempengaruhi perkembangannya. Bila anak itu merupakan anak
tunggal, biasanya perhatian orangtua tercurah kepadanya, sehingga ia cenderung
memiliki sifat-sifat seperti : manja, kurang bisa bergaul dengan teman-teman
sebayanya, menarik perhatian dengan cara kekanak-kanakan, dan sebagainya. Sebaliknya,
anak yang mempunyai banyak saudara, jelas orangtua akan sibuk membagi perharian
terhadap saudara-saudaranya itu. Oleh sebab itu anak kedua, ketiga, keempat,
dan seterusnya dalam suatu keluarga menunjukan perkembangan yang lebih cepat
dibandingkan dengan anak yang pertama, hal ini dimungkinkan karena anak-anak
yang lebih muda akan banyak meniru dan belajar dari kakak-kakaknya.
· Faktor-faktor
Umum
Faktor-faktor umum maksudnya unsur-unsur yang dapat digolongkan ke
dalam dua penggolongan , yaitu faktor dari dalam dan dari luar diri individu.
Diantara faktor-faktor umum yang mempengaruhi perkembangan individu adalah :
a). Intelegensi
Intelegensi merupakan salah satu faktor umum yang mempengaruhi
perkembangan anak. Tingkat intelegensi yang tinggi erat kaitannya dengan
kecepatan perkembangan. Sedangkan tingkat intelegensi yang rendah erat
kaintannya dengan kelambanan perkembangan.
b). Jenis
Kelamin
Jenis kelamin juga memegang peranan penting dalam perkembangan fisik
dan mental seorang anak.
c).Kelenjar
Gondok
Penelitian dalam bidang endocrinologi
menunjukkan betapa pentingnya peranan yang dimainkan oleh kelenjar gondok
terhadap perkembangan fisik dan mental anak-anak. Kelenjar gondok ini
mempengaruhi perkembangan baik dalam waktu sebelum lahir, maupun pada
pertumbuhan dan perkembangan sesudahnya.
d). Kesehatan
Kesehatan juga merupakan salah satu faktor umum yang mempengaruhi
perkembangan individu. Mereka yang kesehatan mental dan fisiknya baik dan
sempurna akan mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang memadai. Sebaliknya,
mereka yang mengalami gangguan kesehatan, baik secara mental maupun fisik,
perkembangan dan pertumbuhannya juga akan mengalami hambatan.
e).Ras
Ras juga turut mempengaruhi perkembangan seseorang. Misalnya, anak-anak
dari ras mediterranean ( sekitar laut
tengah ) mengalami perkembangan fisik lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak
dari bangsa-bangsa Eropa Utara. Demikian juga anak-anak Negro dan ras Indian,
ternyata perkembangannya lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak dari ras
bangsa-bangsa yang berkulit putih dan kuning.
Karakteristik Umum Perkembangan Peserta Didik
Secara garis besarnya aspek-aspek perkembang meliputi
: perkembangan fisik-motorik dan otak, perkembangan kognitif, dan perkembangan
sosioemosional. Masing-masing aspek perkembangan dihubungkan dengan pendidikan,
sehingga para guru diharapkan mampu memberikan layanan pendidikan atau
menggunakan straregi pembelajaran yang relevan dengan karakteristik
perkembangan tersebut.
·
Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar ( SD )
Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah
adalah 6 tahun dan selesai pada usia 12 tahun. Kalau mengacu pada pembagian
tahapan perkembangan anak, berarti anak usia sekolah berada dalam dua masa
perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah ( 6-9 ), dan masa kanak-kanak akhir
( 10-12 ).
Menurut Havighurst, tugas perkembangan anak usia
sekolah dasar meliputi :
a). Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam
permainan dan aktivitas fisik.
b). Membina hidup sehat.
c).Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok.
d). Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis
kelamin.
e).Belajar membaca,
menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat.
f). Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk
berpikir efektif.
g). Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai.
h). Mencapai kemandirian pribadi.
Dalam upaya mencapai setiap tugas perkembangan
tersebut, guru dituntut untuk memberikan bantuan berupa :
a). Menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan
keterampilan fisik.
b). Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk belajar, bergaul dan bekerja dengan teman sebaya, sehingga
kepribadian sosialnya berkembang.
c).Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan
pengalaman yang konkret atau langsung dalam membangun konsep.
d). Melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan
nilai-nilai, sehingga siswa mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi
pegangan bagi dirinya.
·
Karakteristik Anak Usia Sekolah Menengah ( SMP )
Terdapat sejumlah karakteristik yang menonjol pada
anak usia SMP ini, yaitu :
a). Terjadinya ketidakseimbangan proporsi tingi dan berat
badan.
b). Mulai timbulnya ciri-ciri seks sekunder.
c).Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan menyendiri
dengan keinginan, serta keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan
bimbingan dan bantuan dari orangtua.
d). Senang membandingkan kaedah-kaedah, nilai-nilai etika
atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.
e).Mulai mempertanyakan secara skeptik mengenai
eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan.
f). Reaksi dan ekspresi emosi masih labil.
g). Mulai mengembagkan standar dan harapan terhadap
perilaku diri sendiri yang sesuai dengan dunia sosial.
h). Kecenderungan minat dan pilahan karir reklatif sudah
lebih jelas.
Adanya karakteristik anak usia sekolah menengah yang
demikian, maka guru diharapkan untuk :
a). Menerapkan model pembelajaran yang memisahkan siswa
pria dan wanita ketika membahas topik-topik yang berkenaan dengan anatomi dan
fisiologi.
b). Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan
hobi dan minatnya melalui kegiatan-kegiatan yang positif.
c).Menerapkan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan
perbedaan individual atau kelompok kecil.
d). Meningkat kerja sama dengan orangtua dan masyarakat
untuk mengembangkan potensi siswa.
e).Tampil menjadi teladan yang baik bagi siswa.
f). Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar
bertanggungjawab.
·
Karakteristik Anak Usia Remaja ( SMP/SMA )
Masa remaja (
12-21 tahun ) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa
kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati
diri ( ego identity ). Masa remaja
ditandati dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu :
a). Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya.
b). Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria
atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
c).Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara
efektif.
d). Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang
dewasa lainnya.
e).Memilih dan mempersiapkan karir di masa depan sesuai
dengan minat dan kemampuannya.
f). Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup
berkeluarga dan memiliki anak.
g). Mengembangkan kerampilan intelektual dan konsep-konsep
yang diperlukan sebagai warga negara.
h). Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara
sosial.
i). Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai
pedoaman dalam bertingkah laku.
j). Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan
religiusitas.
Berbagai
karakteristik perkembangan masa remaja tersebut, menuntut adanya pelayanan
pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat dilakukan guru,
diantaranya :
a). Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan
reproduksi, bahaya penyimpangan seksual dan penyalahgunaan narkotika.
b). Membantu siswa mengembangkan sikap apresiatif terhadap
postur tubh atau kondisi dirinya.
c).Menyediakan fasilitas yang memungkinkan sisiwa
mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakatnya, seperti
sarana olahraga, kesenian, dan sebagainya.
d). Memberikan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan
memecahkan masalah dan mengambil keputusan.
e).Melatih siswa mengembangkan resiliensi, kemampuan
bertahan dalam kondisi sulit dan penuh godaan.
f). Menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa
untuk berpikir ktitis, reglektif, dan posititf.
g). Membangun siswa mengembangkan etos kerja yang tinggi
dan sikap wiraswasta.
h). Memupuk semangat keberagaman siswa melalui
pembelajaran agama teruka dan lebih toleran.
i). Menjalin gubungan yang harmonis dengan siswa, dan
bersedia mendengarkan segala kuluhan dan problem yang dihadapinya.
BAB 3
VARIASI INDIVIDUAL
PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
Pengertian Peserta Didik
Dalam proses pendidikan,
peserta didik merupakan salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi
sentral. Sebagai salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan, peserta
didik sering disebut sebagai “ raw
material ” ( bahan material ).
Dalam perspektif pedagogis, peserta didik diartikan sebagai jenis
makhluk “ homo educandum ” makhluk yang menghajatkan pendidikan. Dalam
perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam
proses pertumbuhan & perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut
fitrahnya masing-masing. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang,
peserta didik perlu bimbingan & pengarahan yang konsisten menuju kearah
titik optimal kemampuan fitrahnya ( Arifin, 1996 ).
Dalam perspektif Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun
2003 pasal 1 ayat 4 “ peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang
berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang
& jenis pendidikan tertentu ”.
Berdasarkan beberapa definisi tentang peserta didik yang disebutkan
diatas dapat disimpulkan bahwa peserta didik individu yang memiliki sejumlah
karakteristik, diantaranya :
·
Peserta didik
adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga ia
merupakan insan yang unik.
·
Peserta didik
adalah individu yang sedang berkembang, artinya peserta didik tengah mengalami
perubahan-perubahan dalam dirinya yang ditunjukan kepada diri sendiri maupun
yang diarahkan pada penyesuaian dengan lingkungannya.
·
Peserta didik
adalah individu yang membutuhkan bimbingan individual & perlakuan
manusiawi.
·
Peserta didik
adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Disamping itu, didalam
diri peserta didik juga terdapat kecendrungan untuk melepaskan diri dari kebergantungan
pada pihak lain. Karena itu, setahap demi setahap orangtua atau pendidik perlu
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mandiri & bertanggungjawab
sesuai dengan kepribadiannya sendiri.
Teori-teori Psikologi Tentang Hakikat Peserta Didik
Berikut ini
akan diuraikan beberapa teori psikologi tentang hakikat manusia tersebut.
·
Pandangan Psikodinamika
Teori psikodinamika adalah teori psikologi yang berupaya menjelaskan
hakikat & perkembangan tingkah laku ( kepribadian ) manusia. Teori ini dipelopori
oleh Sigmund Freud ( 1856-1939 ). Model psikodinamika yang diajukan Freud
disebut “ teori psikoanalistis ” (
psychoanalytic theory ). Menurut teori ini tingkah laku manusia merupakan
hasil tenaga yang beroperasi didalam pikiran, yang sering tanpa disadari oleh
individu. Bagi Freud, ketidaksadaran merupakan bagian dari pikiran yang
terletak diluar kesadaran yang umum & berisi dorongan-dorongan instinktual.
Freud meyakini bahwa tingkah laku kita didorong oleh motif-motif diluar
alam sadar kita dan konflik-konflik yang tidak kita sadari. Konflik-konflik itu
didasari oleh instink-instink atau dorongan-dorongan seksual dan agresif
primitif serta kebutuhan untuk mempertahankan impuls-impuls primitif diluar
kesadaran langsung kita.
Menurut Freud, sedikit ide-ide, harapan-harapan, dan impuls-impuls yang
ada dalam diri individu dan yang menentukan tingkah laku mereka. Sebaliknya,
bagian dari pikiran yang lebih besar, yang meliputi harapan-harapan,
kekuatan-kekuatan, dorongan-dorongan yang bersifat instinktif kita yang
terdalam, tetap berada dibawah permukaan kesadaran ( unconscious ). Maka para
teoritisi psikodinamika menganggap
perkembangan manusia ( human development
) sebagai suatu proses aktif dan dinamis yang sangat dipengaruhi oleh
dorongan-dorongan atau impuls-impuls individual yang dibawa sejak lahir.
Berdasarkan ide-ide pokok tentang tingkah laku manusia tersebut Freud
kemudian membedakan kepribadian manusia atas tiga unit mental atau struktur
psikis, yaitu :
a). Id
merupakan aspek biologis kepribadian karena berisikan
unsur-unsur biologis, termasuk didalamnya dorongan-dorongan dan impuls-impuls
instinktif yang lebih dasar ( lapar, haus, seks dan agresi ). Id bekerja
mengikuti prinsip kesenangan ( pleasure
principle ), yang dioperasikan pada dunia proses; pertama, reflkes dan reaksi otomatis ( seperti : bersin, berkedip
); kedua, proses berpikir primer ( primary process thinking ) yang
merupakan proses dalam berhubungan dengan dunia luar melalui imajinasii dan
fantasi, yakni mencapai pemuasan dengan memanipulasi gambaran mental dari objek
yang diinginkan ( seperti : orang lapar membayangkan makanan ).
b). Ego
Merupakan aspek psikologi kerpribadian karena timbul
dari kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata dan
menjadi perantara antara kebutuhan instinktif organisme dengan keadaan
lingkungan. Ego berkembang pada tahun pertama dan merupakan aspek eksekutif
atau “ executive branch ” ( badan
pelaksana ) kepribadian, karena fungsi utama ego adalah : 1). menahan
penyaluran dorongan; 2). mengatur desakan dorongan-dorongan yang sampai pada
kesadaran;
3). mengarahkan suatu perbuatan agar mencapai
tujuan-tujuan yang dapat diterima; 4). berpikir logis; dan 5). mempergunakan
pengalaman emosi-emosi kecewa atau kesal sebagai tanda adanya sesuatu yang
salah, yang tidak benar.
Ego
terikat oleh proses berpikir sekunder ( secondary process thinking ), yaitu
proses berpikir realistis melalui perencanaan pemuasan kebutuhan dan menimbang
situasi yang memungkinkan kompromi antara fantasi dari id dan realitas dunia
luar. Prinsip kerja ego diatur oleh prinsip realitas ( reality principle ), yaitu
menghilangkan ketegangan dengan mencari objek yang tepat didunia nyata.
Perbedaan
pokok antara id dan ego adalah bahwa id hanya mengenal realitas subjektif-jiwa,
sedangkan ego membedakan antara hal-hal yang terdapat dalam bathin dengan
hal-hal yang terdapat dalam dunia luar.
c).Superego
adalah aspek sosiologis kepribadian karena merupakan
wakil nilai-nilai tradisional dan cita-cita masyarakat sebagaimana yang
ditafsirkan orangtua kepada anak-anaknya melalui berbagai perintah dan
larangan. Perhatian superego adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau
salah, sehingga dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui
oleh masyarakat. Superego mencerminkan nilai-nilai moral dari self yang ideal, yang disebut “ego
ideal” dan berfungsi : 1). sebagai hati nurani atau penjaga moral internal,
yang mengawasi ego dan memberikan penilaian tentang benar atau salah; 2).
merintangi impuls-impuls id, terutama impuls-impuls seksial dan agresif; 3).
mendorong untuk mengganti tujuan-tujuan realistis dengan tujuan-tujuan
moralistis; 4). menentukan cita-cita mana yang akan diperjuangkan; 5).
mengajarkan kepuasaan.
Dalam dinamika dan realitas kehidupan pribadi, id
lebih cenderung pada nafsu, sedangkan superego lebih cenderung pada hal-hal
yang moralis. Agar tercipta keseimbangan hidup, id dan superego, harus
dijembatani oleh yang bersifat realistis ( ego ).
Artinya, agar manusia tidak mengembangkan nafsu saja
dan tidak terlalu cenderung pada hal-hal yang idealis dan moralis, perlu ada
imbangkan melalui dunia kenyataan atau dijembatani oleh ego.
·
Pandangan Behavioristik
Behavioristik adalah sebuah aliran dalam pembahasan tingkah laku
manusia yang dikembangkan oleh John B. Watson ( 1878-1958 ), seorang ahli
psikologi Amerika, pada tahun, 1930, sebagai reaksi atas teori psikodinamika.
Watson dan teoristik behavioristik
lainnya, seperti Skinner ( 1904-1990 ) meyakini bahwa tingkah laku manusia
merupakan hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh lingkungan atau
situasional. Jika Freud melihat tingkah laku kita dikendalikan oleh
kekuatan-kekuatan yang tidak rasional, teoritikus behavioristik melihat kita
sebagai hasil pengaruh lingkungan yang membentuk dan memanipulasi tingkah laku
kita. Menurut teoritikus behavioristik manusia sepenuhnya adalah manusia yang
reaktif, yang tinglah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar.
· Pandangan
Humanistik
Teori humanistik muncul pada
pertengahan abad ke-20 sebagai reaksi terhadap teori psikodinamika dan
behavioristik. Para teoritikus humanistik, seperti Carl Rogers ( 1902-1987 )
dan Abraham Maslow ( 1908-1970 ) meyakini bahwa tingkah laku manusia tidak
dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik-konflik yang tidak disadari maupun
sebagai hasil pengondisian ( conditioning
) yang sederhana.
Aliran humanistik berhubungan erat dengan
aliran filosofis Eropa yang disebut “ eksistensialisme ”. para eksistensialis,
seperti filosof Martin Heidegger ( 1889-1976 ) dan Jean-Paul Sartre ( 1905-1980
), memfokuskan perhatian pada pencarian dan arti pentingnya pilihan pada
eksistensi manusis. Para teoritikus humanistik mempertahankan bahwa manusia
memiliki kecendrungan bawaan untuk melakukan self-actualization – untuk berjuang menjadi apa yang mereka mampu.
Menurut Rogers, salah seorang tokoh aliran
humanistik, prasyarat dari terpenting bagi aktualisasi diri adalah konsep diri
yang luas dan fleksibel. Rogers meyakini bahwa orangtua mempunyai peran yang
besar dalam membantu anak-anak mereka mengembangkan self-esteem dan menempatkan mereka pada jalur self-actualization dengan menunjukan unconditional positive regard – memuji mereka berdasarkan nilai
dari dalam diri mereka. Dengan pemberian penghargaan dan penilaian yang
bersifat positif, anak dapat mengembangkan self-actualization
dan self-concept yang bersifat
positif.
· Pandangan
Psikologi Transpersonal
Psikologi
transpersonal merupakan pengembangan psikologi humanistik. Aliran psikologi ini
disebut aliran keempat psikologi. S.I Shapiro dan Denise H. Lojoie ( 1992 )
menggambarkan psikologi transpersonal sebagai berikut :
Transpersonal psychology is concerted with the study
of humanitys highest potential, and with the recognition understanding, and
realization of unitive, spiritual, and transcendent states of consciousness.
Psikologi transpersonal berawal dari
penelitian-penelitian psikologi kesehatan yang dilakukan oleh Abraham Maslow
pada tahun 1990-an. Maslow melakukan serangkaian penelitian tentang
pengalaman-pengalaman keagamaan, seperti “ pengalaman-pengalaman puncak ” ( peak experiences ).
Dari hasil penelitiannya,
Maslow berkesimpulan bahwa pengalaman keagamaan adalah peak experience, plateau dan fathes
resches of human nature. Maslow ( 1968 ) menulis :
I should say also that I consider
humanistic, Third Forces Psychology, to be transitional, a preparation for a
still higher Fourth psychology, a transpersonal, transhuman, centered in the
cosmos rather human need and interest, going beyond humanness, identity, self
actualization, and the like.
Psikologi transpersonal
mengambil pelajaran dari semua angkatan psikologi dan kearifan penerial (philosophia) agama.
Perbedaan Individual Peserta Didik
Dalam kajian psikologi, masalah
individu mendapat perhatian yang besar, sehingga melahirkan cabang psikologi
yang dikenal dengan individual psuchology,
atau differential psychology, yang
memberikan perhatian besar terhadap penelitian tentang perbedaan antar
individu.
Dalam tinjauan psikologis Islam, perbedaan individual tersebut
dipandang sebagai realitas kehidupan manusia yang sengaja diciptakan Allah
untuk dijadikan bukti kebesaran dan kesempurnaan ciptaan-Nya. Ketika
menjelaskan tentang proses penciptaan, dalam surah Al-Mu’minun ayat 12-14.
Allah telah memberi isyarat akan perbedaan ini. “ Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (
berasal ) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani ( yang
disimpan ) dalam tempat yang kukuh ( rahim ). Kemudian air mani itu Kami
jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging,
dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu
Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan dia makhluk yang ( berbentuk
) lain. Maka sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”. ( QS. Al’Mu’minun [23]
: 12-14 ).
Kata-kata “ makhluk ( bentuk ) lain ” ( khalqan akhar ) yang terkandung dalam ayat diatas mengindikasikan
betapa manusia sebagai makhluk individu memiliki ciri-ciri khas, yang berbeda
satu sama lain. Sejak zaman Nabi Adam, manusia pertama ciptaan Allah, hingga
kini tidak ditemukan seorangpun yang memiliki bentuk persis sama, meskipun
masih dalam keturunan yang satu.
Individu menunjukan kedudukan seseorang sebagai perseorangan atau
personal. Sebagai orang perorangan individu memiliki sifat-sifat atau
karakteristik yang menjadikannya berbeda dengan makhluk lainnya. Perbedaan
inilah yang disebut dengan perbedaan individual ( individual difference ).
Secara umum, perbedaan individual dibagi menjadi dua, yaitu perbedaan
secara vertikal dan perbedaan secara horizontal. Perbedaan vertikal adalah
perbedaan individu dalam aspek jasmaniah, seperti : bentuk, tinggi, besar,
kekuatan dan sebagainya. Perbedaan horizontal adalah perbedaan individu dalam
aspek mental, seperti : tingkat kecerdasan, bakat, minat, ingatan, emosi,
tempramen, dan sebagainya. Berikut ini akan diuraikan beberapa aspek perbedaan
individual peserta didik tersebut.
· Perbedaan
Fisik-Motorik
Perbedaan
individual dalam fisik tidak hanya berbatas pada aspek-aspek yang teramati oleh
pancaindra, seperti : bentuk atau tinggi badan, warna kulit, warna mata atau
rambut, jenis kelamin, nada suara atau bau keringat, melainkan juga mencakup
aspek-aspek fisik yang tidak dapat diamati melalui pancaindra.
Perbedaan aspek fisik juga dapat dilihat
dari kesehatan peserta didik, seperti kesehatan mata dan telinga. Dalam hal
kesehatan mata misalnya, akan ditemui adanya peserta didik yang mengalami
gangguan penglihatan, seperti : rabuh jauh, rabun dekat, rabun malam, buta
warna, dan sebagainya. Sedangkan dalam hal kesehatan telinga, akan ditemui
adanya peserta didik yang mengalami penyumbatan pada saluran liang telinga, ketegangan pada
gendang telinga, terganggunya tulang-tulang pendengaran, dan seterusnya.
·
Perbedaan Intelegensi
Intelegensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran atau
intelektual dan merupakan bagian dari proses kognitif pada tingkatan yang lebih
tinggi. Secara ilmu intelegensi dapat dipahami sebagai kemampuan beradaptasi
dengan situasi yang baru secara cepat dan efektif.
Untuk mengetahu tinggi rendanya
intelegensi peserta didik para ahli telah mengembangkan instrument yang dikenal
“ tes intelegensi ”, yang kemudian lebih popular dengan istilah intelligence Quotient, disingkat IQ.
Berdasarkan hail tes
intelegensi, peserta didik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Anak
Genius
|
IQ diatas 140
|
b. Anak
Pintar
|
110-140
|
c. Anak
Normal
|
90-110
|
d. Anak
Kurang Pintar
|
70-90
|
e. Anak Debil
|
50-70
|
f. Anak Dungu
|
30-50
|
g. Anak Idiot
|
IQ dibawah 30
|
Genius adalah sifat pembawaan luar biasa
yang dimiliki seseorang, sehingga ia mampu mengatasi kecerdasan orang-orang
biasa dalam bentuk pemikiran dan hasil karya. Sedangkan idiot atau pander
adalah penderita lemah otak, yang hanya memiliki kemampuan berpikir setingkat
dengan kecerdasan anak yang berumur tiga tahun ( Murasal, 1981 ).
· Perbedaan
Kecakapan Bahasa
Kemampuan
berbahasa adalah kemampuan seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam
bentuk ungkapan kata dalam kalimat yang bermakna, logis dan sistematis.
Kemampuan berbahasa anak didik berbeda-beda, ada yang berbicara dengan lancar,
singkat dan jelas, ada pula yang gagap, berbicara, berbelit-belit dan tidak
jelas.
Dari hasil beberapa penelitian bahwa
faktor nature dan nurture ( pembawaan dan lingkungan ) sangat mempengaruhi
perkembangan bahasa anak. Karena itu, tidak heran kalau antara individu yang
satu dan yang lain berbeda dalam kecakapan bahasanya. Faktor yang mempengaruhi
perbedaan kecakapan berbahasa anak yaitu : faktor kecerdasan, pembawaan,
lingkungan fisik, terutama organ bicara, dan sebagainya.
· Perbedaan
Psikologis
Perbedaan
psikologis peserta didik juga terlihat dari aspek psikologisnya. Ada anak yang
mudah tersenyum, gampang marah, berjiwa sosial, sangat egoistis, cengeng,
pemalas, rajin, dan ada pula anak yang pemurung dan seterusnya.
Persoalan psikologis memang sangat
kompleks dan sangat sulit dipahami secara tepat, karena menyangkut apa yang ada
didalam jiwa dan perasaan peserta didik. Bukan berarti seorang guru mengabaikan
kondisi tersebut, guru dituntut untuk mampu memahami fenomena-fenomena
tersebut. Salah satu cara yang mungkin dilakukan adalah dengan melakukan
pendekatan kepada peserta didik secara pribadi. Dengan cara ini mungkin guru
dapat mengenal siapa sebenarnya peserta didik tersebut, keinginan-keinginannya,
dan kebutuhan-kebutuhan yang ingin dicapainya.
Karakteristik Individu dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
Karakteristik individu adalah keseluruhan
kelakuan dan kemampuan yang ada pada individu sebagai hasil dari pembawaan dan
lingkungannya. Untuk menjelaskan karakteristik-karakteristik individu baik
fisik, mental, atau emosional biasa digunakan istilah nature dan nuture ( alam,
sifat dasar ). Nature adalah karakteristik individu atau sifat khas seseorang
sejak lahir atau yang diwarisi sebagai pembawaan, sedangkan nuture (
pemeliharaan, pengasuhan ) adalah faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi
individu sejak masa pembuahan sampai selanjutnya.
Nature dan nuture ini merupakan dua
faktor yang mempengaruhi karakteristik individu, baik secara terpisah atau
terpadu dengan rangsangan yg lain, dalam hal ini, proses pendidikan disekolah
harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik secara individu.
Berdasarkan pemahaman ini, secara esensial proses belajar mengajar yang
dilaksanakan guru adalah menyediakan kondisi yang kondusif agar masing-masing
individu peserta didik dapat belajar secara optimal.
Dalam pembicaraan mengenai
karakteristik individu peserta didik ini, ada tiga hal yang perlu diperhatikan,
yaitu :
a.
Karakteristik
yang berkenaan dengan kemampuan awal atau prerequisite
skills, seperti kemampuan intelektual, kemampuan berpikir dan hal-hal yang
berkaitan dengan aspek psikomotor.
b.
Karakteristik
yang berhububungan dengan latar belakang dan status sosio-kultural.
c.
Karakteristik
yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian, seperti : sikap,
perasaan, minat, dan lain-lain.
Bagi guru khususnya, informasi mengenai karakteristik individu peserta
didik ini akan sangat berguna dalam memilih dan menentukan pola-pola pengajaran
yang lebih baik atau yang lebih tepat. Disamping itu, pemahaman atas
karakteristik individu peserta didik juga sangat bermanfaat bagi guru dalam
memberikan motivasi dan bimbingan bagi setiap individu peserta didik kearah
keberhasilan belajarnya.
BAB 4
KEBUTUHAN PESERTA DIDIK
Teori Kebutuhan
Setiap individu mempunyai
kebutuhan-kebutuhan yang hendak dipenuhi.Menurut Alfrooz ( 1996 ), kebutuhan ( need ) adalah : “ A natural requirement with, should be satisfield in order to secure a
better organic compatibility ”. Sedangkan Chaplin ( 2002 ), mendefinisikan need ( kebutuhan ) sebagai : 1). satu
subtansi selular yang harus dimiliki oleh organisme; 2). lebih umum, segala
kekurangan, ketiadaan/ketidaksempurnaan yang dirasakan seseorang.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebutuhan merupakan keperluan
azasi yang harus dipenuhi, kebutuhan muncul karena ketidakseimbangan dalam diri
individu. Kebutuhan mendapatkan
perhatian dari sejumlah ahli psikologi, salah satu teorinya dibangun dan
dipopulerkan oleh Abraham H. Maslow. Menurut ia manusia memiliki
kecendrungan-kecendrungan mencapai kebutuhan hingga memuaskan.
Manusia dilukiskan oleh Maslow
adalah makhluk yang tidak pernah berada dalam keadaan sepenuhnya puas. Jika
kebutuhan sudah terpenuhi yang maka akan
muncul kebutuhan-kebutuhan berikutnya yang menuntut kepuasan, hal ini terus
terjadi sepanjang kehidupan manusia ( Jerry dan Phares, 1987 ).
Karena keyakinan tersebut, Maslow membuat sebuah teori tentang
kebutuhan yang dikenal sebagai hierarki kebutuhan ( hierarchy need ), dalam teori ini Maslow menyebutkan lima
kebutuhan hierarki ( kebutuhan prioritas utama ). Maslow membedakan kelima
kebutuhan berdasarkan motif untuk memenuhinya, yaitu : basic need ( kebutuhan-kebutuhan dasar ) dan metaneeds ( kebutuhan untuk pertumbuhan ).
Selain teori yang diajukan Maslow, Mc Cielland juga mengajukan teori
tentang kebutuhan yang dikenal cukup luas, kemudian Mc Ciellan membagi 3 jenis
kebutuhan menjadi :
1). Need for acchievement— N-Ach
(kebutuhan untuk berprestasi), yaitu kebutuhan untuk bersaing atau melampaui
standar pribadi. Need for achievement merupakan
suatu motif yang memotifasi seseorang untuk berhasil dalam berkompetisi baik
berupa prestasi orang lain atau prestasi diri sendiri yang telah dicapainya. Mc
Cielland menemukan ciri-ciri individu yang memiliki kebutuhan ini, antara lain
:
a.
Menyenangi
situasi dimana ia bertanggungjawab atas segala perbuatannya.
b.
Menyenangi umpan
balik (feedback) yang cepat, nyata
dan efisien atas segala perbuatannya.
c.
Dalam menentukan
prestasinya ia lebih memilih resiko yang besar.
d.
Berusaha
melakukan sesuatu dengan cara yang baru dan kreatif.
e.
Mempunyai rasa
ingin tahu yang tinggi.
2). Need for power—N-Pow (kebutuhan untuk
berkuasa), yaitu suatu kebutuhan untuk memberi kesan atau memberi pengaruh atas
orang lain untuk dianggap sebagai orang yang berkuasa. Dikatakan memiliki need for power yang tinggi apabila
seseorang mencari cara untuk mempengaruhi atau menguasai orang lain. Seseorang
yang memiliki need for power yang
tinggi akan berusaha untuk mempengaruhi atau menguasai orang lain secara tidak
langsung dengan cara memberikan sugesti, mengajukan pendapat atau ide-ide atau
pendapat tertentu. Ciri-ciri tingkah laku orang yang memiliki need for power antara lain :
a.
Sangat aktif
dalam menentukan kegiatan organisasi
tempat ia bernaung.
b.
Sangat peka
terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organisasi.
c.
Senang menjadi
anggota organisasi yang mencerminkan prestise.
d.
Berusaha menolong
orang lain walau tidak diminta.
3). Need for affiliation—N-Aff (kebutuhan untuk
berafiliasi) yaitu kecendrungan beberapa individu untuk mencari atau menjalin
persahabatan dengan orang lain tanpa melihat statusnya. Seseorang yang memilikineed for affiliation yang tinggi apabila
memikirkan bagaimana caranya menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain,
memberikan perhatian yang besar pada orang tersebut. Ciri-ciri orang yang
memiliki need for affiliation, antara
lain :
a.
Lebih senang
berkumpul dengan orang lain.
b.
Sering berhungan
dengan orang lain.
c.
Lebih
memperhatikan aspek hubungan pribadi.
d.
Mencari
persetujuan atau kesepakatan dengan orang lain.
e.
Lebih aktif
melakukan pekerjaan.
Kebutuhan Dasar Manusia
Dalam teori hierarki kebutuhan yang diajukan Maslow
disebutkan lima kebutuhan dasar secara berjenjang atau bertingkat. Tingkat
paling bawah terletak kebutuhan fisiologi, tingkat keempat terdapat kebutuhan
atas penghargaan diri, tingkat ketiga terdapat kebutuhan yang termasuk kedalam
kelompok kasih sayang, tingkat kedua terdapat kebutuhan rasa aman dan
ketentraman, dan pada tingkat tertinggi terdapat kebutuhan atas perwujudan
diri.
Self –actualization
|
||||||||
Esteem need
|
||||||||
Sosial need
|
||||||||
Safety and security need
|
||||||||
Physiological need
|
||||||||
· Physiological Need (Kebutuhan-kebutuhan Fisiologi)
Kebutuhan-kebutuhan
fisiologi adalah kebutuhan yang menjadi prioritas utama, dakam pemenuhannya
karena berkaitan langsung dengan kondisi fisik dan kelangsungan hidup.
Kebutuhan-kebutuhan psikologis antara lain : makanan, minuman, oksigen,
sandang, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat dan lain-lain. Karena kebutuhan
ini sangat mendesak maka sebelum memenuhi kebutuhan ini, kebutuhan yang lain
akan ditekan atau ditunda.
· Safety and Security Need (Kebutuhan
Akan Rasa Aman dan Perlindungan)
Kebutuhan-kebutuhan
akan rasa aman merupakan kebutuhan dasar dalam tingkat kedua dan muncul setelah
fisiologi terpenuhi. Menurut Maslow, indikasi kebutuhan ini pada anak adalah
kebergantungan. Anak-anak merasa aman jika berada dekat keluarganya, jika
kedekatan ini tidak kuat maka anak akan merasa cemas,
tidak nyaman, dan mendorong anak mencari kehidupan
lain yang membuat mereka aman, nyaman dan tentram. Penelitian yang dilakukan
Globe (1987) membenarkan bahwa anak sangat membutuhkan rasa aman dan
perlindungan.
· Need for Love and Belongingness (Kebutuhan
akan Kasih Sayang)
Need for love and belongingness adalah kebutuhan yang mendorong individu untuk
mengadakan ikatan emosional atau hubungan afeksi, yang diaktualisasikan dalam
bentuk : rasa memiliki dan dimiliki, dicintai dan mencintai, rasa diakui dan
keikutsertaan dlm suatu kelompok. Menurut Maslow, cinta dan kasih sayang
merupakan kebutuhan yang sangat berarti bagi manusia, karena merupakan
prasyarat untuk terwujudnya perasaan sehat.
Berbeda dengan Freud yang meyakini bahwa cinta dan
afeksi merupakan naluri seks yang disublimasikan. Maslow lebih memandang cinta
sebagai hubungan kasih sayang yang sehat antara dua orang atau lebih dan
didalamnya terkandung perasaan saling percaya dan menghargai.
Menurut
Maslow lebih jauh, tanpa cinta dan kasih sayang, akan dapat menghambat
pertumbuhan individu. Para ahli juga mengatakan jika terhambatnya pemenuhan
kebutuhan ini akan menjadi penyebab utama terjadinya tingkah laku maladjustment.
· Need for Self-Esteem (Kebutuhan
Akan Rasa Harga Diri)
Kebutuhan
ini merupakan kebutuhan individu untuk merasa dirinya berharga. Kebutuhan ini
mencakup : (1) kebutuhan self-respect
atau penghormatan atau penghargaan diri sendiri, seperti : hasrat untuk
berkompetisi, kekuatan pribadi, edukasi, kemandirian, dan (2) esteem atau penghargaan dari orang lain
yaitu : penghargaan untuk apa yang telah dilakukannya, berupa : pengakuan,
penerimaan, perhatian, kedudukan atau status, pangkat, nama baik, prestasi dan
seterusnya. Kegagalan untuk diakui diri sendiri atau orang lain akan membuat
individu merasa rendah diri, kehilangan semangat dan putus asa (discouragement).
· Need for Self –Actualization (Kebutuhan
Akan Aktualisasi)
Menurut Maslow, self –actualization is a state of
self-fulfillment in which people realize their highest potential
(Fieldman,1996). Jadi kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan untuk
memenuhi dorongan hakiki manusia untuk menjadi orang yang sesuai dengan
keinginan dan potensi dirinya. Dengan kata lain, self-actualization adalah berjuang menjadi apa saja yang bisa kita
raih, motif yang mendorong kita untuk mencapai potensi secara penuh dan
mengekspresikan kemampuan kita yang unik (tidak biasa ).
Dalam teori hierarki kebutuhan Maslow, kebutuhan ini merupakan
kebutuhan tertinggi dan muncul setelah kebutuhan akan penghargaan dan kasih
sayang. Untuk memenuhi lima kebutuhan tersebut Abraham Maslow, membedakan
motivasi manusia menjadi dua kategori yaitu :
a.
Deficit motive
(motif kekurangan), yang mencakup motif untuk mendapatkan kebutuhan fisiologis
dan rasa aman. Motif ini menjadi penentu yang mendesak bagi tingkah laku
individu. Ciri-ciri yang mendorong munculnya motif ini antara lain :
Ø
Jika kebutuhan
ini tidak terpenuhi maka akan membuat individu sakit.
Ø
Jika kebutuhan
ini terpenuhi maka individu tidak akan sakit.
Ø
Kemampuan
mengendalikan terpenuhinya kebutuhan ini akan menyembuhkan penyakit atau
terhindar dari gangguan.
Ø
Dalam kondisi
memilih yang kompleks, akan mengakibatkan kebutuhan ini menjadi prioritas
utama.
Ø
Orang yang sehat
tingkah lakunya tidak terus-menerus dikuasai oleh hasrat untuk memperoleh
makanan.
b.
Meta needs (motif
untuk pertumbuhan atau metakebutuhan), merupakan motif yang muncul apabila
motif kekurangan telah terpenuhi dan mendorong individu mengungkapkan
potensi-potensinya.
Menurut
Maslow (dalam Jerry & Phares, 1987) ciri-ciri orang yang mengalami
aktualisasi diri adalah :
Ø
Menerima relitas
secara utuh dan akurat atau melihat sesuatu apa adanya.
Ø
Penerimaan
terhadap diri sendiri membuat penilaian tinggi atas individualis dan keunikan
mereka sendiri atau orang lain.
Ø
Spontan dan
sederhana menjalani kebutuhan secara alami.
Ø
Lebih memusatkan
pada suatu masalah daripada diri sendiri; yang bersifat subjektif.
Ø
Lebih menyukai
hal-hal yang bersifat khusus dan privasi.
Ø
Memiliki otonomi
pribadi dan independen dari lingkungan fisik dan sosial.
Ø
Memiliki
pandangan yang hangat.
Ø
Menemukan
pengalaman-pengalaman puncak atau mistik.
Ø
Memiliki semangat
identitas dan para persaudaraan yang tinggi dengan semua orang.
Ø
Menjalin hubungan
interpersonal secara mendalam dengan orang yang telah teraktualisasi diri.
Ø
Memiliki karakter
pribadi yang sangat menghargai ide-ide demokrasi.
Ø
Sangat
memperhatikan nilai-nilai etika.
Ø
Memiliki
kreatifitas yang tinggi.
Ø
Memiliki perasaan
humor yang filosofis ketimbang humor yang tidak berarti.
Ø
Menolak pengaruh
kebudayaan yang negatif atau sering berlawanan dengan patokan-patokan pribadi
seseorang.
Apabila kebutuhan akan pertumbuhan ini tidak terpenuhi menyebabkan
individu sakit secara psikologi dan diberi nama metapologi. Bentuk-bentuk
metapologi diantaranya : kehilangan kepercayaan, tidak adil, ego sentries,
kehilangan semangat hidup, depresi, kasar, mengalami kebingungan,
individualitas, dan kehilangan rasa percaya diri.
Kebutuhan Peserta Didik dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan
Berikut ini akan disebutkan beberapa kebutuhan peserta
didik yang perlu mendapat perhatian dari guru, diantaranya :
· Kebutuhan
Jasmani
Sesuai dengan teori hierarki kebutuhan
dari Maslow, kebutuhan jasmani merupakan kebutuhan dasar manusia bersifat
instinktif. Kebutuhan-kebutuhan jasmaniah untuk peserta didik yang perlu
diperhatikan adalah : makan, minum, pakaian, oksigen, istirahat, kesehatan
jasmani, gerak-gerak jasmani, serta terhindar dari segala ancaman. Jika
kebutuhan ini tidak terpenuhi, selain mempengaruhi pembentukan pribadi dan
perkembangan psikososial peserta didik, juga akan sangat berpengaruh terhadap
proses belajar mengajar disekolah.
Untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan jasmani peserta didik, sekolah melakukan
upaya-upaya antara lain:
a. Memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang pentingnya
hidup sehat dan teratur.
b. Menanamkan kesadaran kepada peserta didik agar
mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi dan vitamin yang tinggi.
c. Memberikan waktu peserta didik untuk beristirahat.
d. Memberikan pendidikan jasmani.
e. Memberikan berbagai sarana disekolah agar peserta
didik dapat bergerak bebas, bermain, berolahraga dan lain-lain.
f. Membuat bangunan sekolah dengan memperhatikan
sirkulasi udara, pencahayaan, sehingga peserta didik dapat belajar dan
beraktifitas dengan nyaman.
g. Mengatur tempat duduk mereka sesuai dengan keadaan
fisik mereka.
· Kebutuhan
Rasa Aman
Sejumlah
penelitian membuktikan bahwa kebutuhan ini sangat penting bagi peserta didik
dan memberikan pengaruh yang sangat besar dalam tingkah laku mereka. Rutter at
al., (1979) mengatakan bahwa kondisi sekolah yang baik dan podasi yang kuat
membuat tingkah laku dan akademis peserta didik cenderung baik. Murphi et al
(1985) sekolah yang efektif ditentukan oleh lingkungan yang aman dan rapi.
Mereka mempunyai dua pendapat dalam dua dimensi. Dimensi pertama yaitu : siswa
tak merasa terancam atau ketakutan, merasa aman dan senang berada disekolah.
Dimensi kedua adalah bahwa sekolah merupakan sebuah sistem penjagaan dan
pelaksanaan disiplin.
Sejumlah pemikir dan praktisi dunia pendidikan konteporer,
seperti (Hanushekm, 1995; Bobbi De Porter, 2001; Hoy & Miskel, 2001;
Sackney, 2004) juga mengakui bahwa lingkungan sekolah yang sehat dan
menyenangkan, disamping dibutuhkan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa,
juga diperlukan untuk mengantisipasi timbulnya perasaan tidak nyaman dan stres
dalam diri siswa.
· Kebutuhan
Akan Kasih Sayang
Peserta didik yang mendapatkan kasih
sayang akan merasakan senang, betah dan bahagia berada disekolah, seakan-akan
memperoleh motivasi untuk belajar disekolah. Sebaliknya jika kebutuhan ini
tidak terpenuhi oleh peserta didik akan mengakibatkan mereka merasa terisolasi,
cemas, bingung, rendah diri, tidak nyaman, bahkan akan mengakibatkan peserta
didik sulit belajar dan memicu munculnya tingkah laku maladaptif. Dengan
kondisi seperti itu peserta didik akan membuat mereka malas untuk belajar.
· Kebutuhan
Akan Penghargaan
Karena kebutuhan ini peserta didik ingin
memiliki sesuatu, ingin dikenal dan ingin diakui ditengah-tengah masyarakat.
Mereka yang dihargai akan merasa bangga dengan dirinya dan orang lain.
Sebaliknya jika peserta didik merasa diremehkan maka sikap mereka pada diri
mereka sendiri dan lingkungannya akan menjadi negatif.
Oleh sebab
itu, untuk menimbulkan rasa berharga dilingkungan mereka, guru dituntut untuk :
a. Menghargai anak sebagai pribadi yang utuh.
b. Menghargai pendapat dan pilihan siswa.
c. Menerima kondisi siswa apa adanya serta menempatkan
mereka pada suatu kelompok sesuai dengan pilihan mereka sendiri.
d. Guru harus menunjukan kemampuan secara maksimal dan
penuh percaya diri dihadapan peserta didiknya.
e. Guru harus mengembangkan konsep diri siswa yang
positif.
f. Memberikan penilaian terhadap siswa secara objektif.
· Kebutuhan
Akan Rasa Bebas
Peserta didik juga mempunyai kebutuhan
akan rasa bebas. Peserta didik yang merasa tidak bebas dalam mengungkapkan apa
yang ada didalam hatinya atau tidak bisa melakukan apa yang mereka inginkan
akan mengakibatkan mereka frustasi, merasa tertekan dan sebagainya. Mereka
harus diberikan kesempatan dan bantuan secara memadai untuk mendapatkan
kebebasan.
· Kebutuhan
Akan Rasa Sukses
Peserta didik menginginkan kegiatan
akademis berhasil dengan hasil baik. Mereka akan merasa bahagia dan senang jika
apa mereka berhasil, jika apa yang peserta didik lakukan tidak berhasil maka
mereka merasa kecewa. Ini menunjukan bahwa kebutuhan ini merupakan kebutuhan
pokok bagi peserta didik.
BAB 5
PERKEMBANGAN FISIK PESERTA
DIDIK
Pengertian Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik atau yang
disebut juga pertumbuhan biologis (biological growth) merupakan salah satu
aspek penting dari perkembangan individu. Menurut Seifert & Hoffnung,
(1994), perkembangan fisik merupakan perubahan-perubahan dalam tubuh (seperti :
pertumbuhan otak dan sistem saraf, organ-organ indrawi, pertambahan tinggi dan
berat, hormon, dan lain-lain) dan perubahan dalam menggunakan tubuhnya (seperti
: perkembangan keterampilan motorik dan seksual), serta kemampuan fisik
(penurunan fungsi jantung, penglihatan, dan sebagainya).
Pertumbuhan dan perkembangan fisik yang optimal sangat penting bagi
anak-anak usia sekolah dan remaja, sebab pertumbuhan dan perkembangan fisik
anak baik secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi perilaku anak
sehari-hari. Secara langsung pertumbuhan fisik ini akan menentukan keterampilan
mereka dalam bergerak. Sedangkan secara tidak langsung, pertumbuhan atau
perkembangan fisik mempengaruhi cara peserta didik memandang dirinya sendiri
dan orang lain.
Karakteristik Perkembangan Fisik Peserta Didik
Dengan masuknya anak ke sekolah dasar membawa perubahan besar dalam pola
kehidupannya. Pada usia sekolah dasar ini merupakan periode pertumbuhan fisik
yang lambat dan seragam sampai terjadi perubahan-perubahan pubertas, sekitar
dua tahun menjelang menjadi matang secara seksual. Karena itu, masa ini sering
disebut “ periode tenang ”.
· Keadaan
Berat dan Tinggi Badan Anak Usia Sekolah
Badan anak bagian atas
berkembang lebih lambat dari pada tubuh bagian bawah sampai anak berusia 6
tahun. Selama masa akhir anak-anak tinggi badan bertambah 5-6% dan berat
badannya bertambah hingga 10% pertahun, saat anak berumur 6 tahun tinggi
rata-ratanya adalah 46 inchi dan beratnya 42,5 kg dan pada saat berumur 12
tahun tinggi anak mencapai 60 inchi dan beratnya 40-42,5 kg (Mussen, Canger & Kangan, 1969).
Pada masa ini peningkatan berat badan anak lebih banyak dari pada
panjang badannya, kaki dan tangan lebih panjang sedangkan dada dan panggul
lebih besar. Pada waktu yang sama massa dan kekuatan otot secara perlahan
bertambah dan gemuk bayi (bayi fat)
berkurang, pertambahan kekuatan otot ini karena faktor keturunan dan latihan
(olahraga). Karena perbedaan kekuatan otot maka otot anak laki-laki lebih kuat
daripada anak perempuan (Santrack, 1995).
Pertumbuhan fisk selama masa ini, selain memberikan kemampuan anak-anak
berpartisipasi dalam berbagai hal baru, juga menimbulkan
permasalahan-permasalahan dan kesulitan-kesulitan secara fisik dan psikologi
bagi mereka (Seifert & Hoffnung, 1994).
· Masa
Pubertas (10-14)
Akhir usia
sekolah, anak akan masuki masa yang disebut dengan “pubertas” (berasal dari
bahasa latin “ pubescere ” yang
artinya rambut kemaluan), yaitu awal terjadinya pematangan seksual. Biasanya
anak perempuan 2 tahun lebih awal dalam memasuki masa pubertas dibandingkan
dengan anak laki-laki. Menurut beberapa ahli perkembangan anak perempuan
memasuki masa pubertasnya saat berusia 10 tahun, sedangkan anak laki-laki saat
berusia 12 tahun.
· Perubahan
Fisik
Pada masa
pubertas ini terjadi perubahan fisik yang dramatis yang disebut juga dengan “growth spurt“ (percepatan pertumbuhan)
dimana terjadi perubahan percepatan pertumbuhan diseluruh bagian fisik (Zigler
& Stevenson, 1993), baik
pertambahan berat badan dan tinggi badan, proporsi dan bentuk tubuh, maupun
kematangan seksual (Papalia, Old & Feldman, 2008).
Perubahan-perubahan fisik pada masa pubertas ini disebabkan oleh
matangnya kelenjar pituitari (pituitary
gland) yaitu kelenjar endoktrin yang berhubungan dengan otak, tepat berada
dibawah hipotalamus. Kelenjar ini mengeluarkan beberapa hormon yaitu : hormon
pertumbuhan, gonadotropik (hormon yang merangsang kegiatan didalam gonad), dan
hormon kortikotropik (hormon yang mengatur fungsi-fungsi kulit adrenal).
Hormon gonadotropik mempercepat pematangan sel-sel telur dan sperma.
Sehingga mempengaruhi produksi hormon seks. Sedangkan hormon kortikotropik
mempengaruhi kelenjar suprarenalis (kelenjar anak ginjal). Hormon-hormon seks,
yaitu testosteron pada anak laki-laki dan estrogen pada anak perempuan
bersama-sama dengan hormon pertumbuhan dan suprarenalis mempengaruhi
pertumbuhan anak. Pada gilirannya terjadi apa yang disebut dengan percepatan
pertumbuhan (growth spurt).
Percepatan pertumbuhan yang tejadi dalam fase ini hanya terjadi selama
2 tahun, setelah berakhirnya fase ini maka anak tersebut memasuki kematangan
seksual. Karena anak perempuan 2 tahun lebih awal mengalami percepatan
pertumbuhan dibandingkan anak laki-laki maka anak perempuan lebih tinggi dan
lebih kuat dari pada anak laki-laki saat mereka berusia 10 atau 11 tahun.
Tinggi rata-rata anak perempuan saat memasuki percepatan pertumbuhan yaitu 54
atau 55 inchi sedangkan tinggi arata-rata anak laki-laki yaitu 59 atau 60 inchi
(Seifert & Hoffnung, 1994).
· Proporsi
Tubuh
Percepatan
pertumbuhan selama masa pubertas juga terjadi pada proporsi tubuh, yang
sebelumnya percepatan pertumbuhannya terlalu kecil tetap pada masa pubertas
menjadi lebih besar. Ini terlihat jelas pada pertumbuhan kaki dan tangan dan
terjadi tidak proporsional. Perubahan ini yang tidak seimbang menyebabkan anak
merasa kaku dan canggung, sehingga ia khawatir jika badannya tidak serasi
dengan tangan dan kakinya.
Perubahan-perubahan dalam proporsi tubuh juga terlihat pada perubahan
ciri-ciri wajah anak seperti : dahi yang mulanya sempit sekarang menjadi luas,
mulut menjadi melebar, dan bibir menjadi lebih penuh. Akan tetapi, perkembangan
otot laki-laki lebih cepat dan anak laki-laki juga memiliki lebih banyak
jaringan otot, sehingga anak laki-laki lebih kuat daripada anak perempuan.
· Kematangan
Seksual
Kematangan seksual ditandai dengan perubahan ciri-ciri
seks primer (primery seks
characteristics) dan ciri-ciri seks sekunder (secondary seks characteristics).
a. Perubahan
Ciri-ciri Seks Primer
Ciri-ciri
seks primer anak laki-laki ditunjukan dengan pertumbuhan dari batang kemaluan (penis) dan kantung kemaluan (scrotum) yang terjadi sejak usia anak
sekitar 12 tahun dan terjadi selama 5 tahun untuk penis dan 7 tahun untuk
skrotum (Seifort & Hoffnung, 1994). Pada scrotum terdapat 2 buah testis
(buah pelir) yang bergantung dibawah penis. Testis ini sudah anak sejak anak
dilahirkan tetapi hanya 10% dari ukuran matangnya, testis mencapai ukuran
kematangannya saat anak berusia 20 atau 21 tahun.
Perubahan ini terjadi pada anak laki-laki dipengaruhi
oleh hormon, terutama hormon perangsang yang diproduksi oleh kelenjar bawah
otak (pituitary gland), hormon ini merangsang testis sehingga menghasilkan
hormon testoteron dan androgen serta spermatoza (Sarwono, 1994). Sperma yang
dihasilkan testis selama masa ini memungkinkan untuk mengadakan reproduksi
untuk pertama kalinya. Oleh karena itu, kadang-kadang saat anak laki-laki
berusia 12 tahun kemungkinan mengalami penyemburan air mani (ejaculation of semen) mereka yang
pertama atau yang sering disebut dengan mimpi basah.
Pada anak perempuan perubahan ini ditandai dengan
munculnya menstruasi, yang disebut dengan menarche, yaitu menstruasi yang
pertama kali oleh anak perempuan. Terjadinya menstruasi pertama ini memberi
petunjuk bahwa mekanisme reproduksi anak perempuan telah matang, sehingga
memungkinkan mereka untuk mengandung dan melahirkan. Menstruasi yang dialami
anak perempuan sangat dipengaruhi oleh perkembangan indung telur (ovarium).
Ovarium terletak dalam rongga perut bagian bawah wanita, dekat dengan uterus,
yang berfungsi memproduksi sel-sel terlur (ovum) dan hormon estrogen dan
progesteron. Hormon progesteron bertugas mematangkan dan mempersiapkan sel
telur (ovum) sehingga siap untuk dibuahi.
Sedangkan hormon estrogen adalah hormon yang
mempengaruhi sifat-sifat kewanitaan pada tubuh seseorang (pembesaran payudara
dan pinggul, suara, dan lain-lain). Hormon ini yang mengatur siklus haid
(Sarwono, 1993). Ketika percepatan pertumbuhan mencapai puncaknya, maka
ovarium, uterus, vagina, labia, dan klitoris berkembang pesat (Malina, 1990).
b. Perubahan
Ciri-ciri Seks Sekunder
Ciri-ciri
seks sekunder adalah tanda-tanda jasmaniah yang tidak berhubungan secara
langsung dengan proses reproduksi, tetapi merupakan tanda-tanda perbedaan
antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Tanda-tanda jasmani yang terjadi
pada anak laki-laki adalah tumbuhnya kumis dan janggut, jakun, bahu dan dada
melebar, suara berat, tumbuh bulu diketiak, dada, kaki dan lengan dan sekitar
kemaluan serta otot-otot menjadi kuat. Sedangkan pada perempuan terlihat pada
payudara dan pinggul membesar, suara menjadi halus, tumbuh bulu diketiak dan
disekitar kemaluan.
· Perkembangan
Motorik Anak Usia Sekolah Dasar
Seiring
bertambahnya berat dan kekuatan badan anak. Perkembangan motorik anak lebih
halus, lebih sempurna dan terkoordinasi dengan baik saat usia ekolah. Otot-otot
tangan dan kakinya sudah mulai kuat sehingga membuat aktifitas fisik seperti,
menendang, melimpat, melempar, menangkap dan berlari dapat dilakukan dengan
cepat dan akurat.
Saat usia 6 tahun koordinasi mata dan tangan (visio-motorik) yang
dibutuhkan untuk membidik, menyepak,
melempar dan menangkap juga berkembang. Saat usia 7 tahun tangan anak semakin
kuat dan ia lebih menyukai pinsil daripada krayon untuk melukis. Dari usia 8 sampai
10 tahun, tangan dapat digerakan bebas, mudah, tepat dan ukuran huruf menjadi
lebih kecil dan lebih rata. Pada usia 10 sampai 12 tahun, anak mulai
memperlihatkan keterampilan memanipulasi, menyerupai kemapuan-kemampuan orang
dewasa. Mereka juga mulai memperlihatkan gerakan-gerakan yang kompleks, rumit,
dan cepat, yang diperlukan untuk menghasilkan karya kerajinan yang bermutu
bagus atau memainkan instrumen musik tertentu (Santrock, 1995).
Anak-anak usia sekolah ini mengembangkan kemampuannya untuk melakukan
permainan (game) dengan peraturan,
sebab mereka sudah dapat memahami dan menaati aturan-aturan dari suatu
permainan. Di satu sisi, partisipasi anak-anak dalam bidang olahraga dapat
memberi latihan dan kesempatan untuk belajar bersaing, meningkatkan harga diri (self-esteem), dan memperluas pergaulan
dan persahabatan dengan teman-teman sebaya. Namun di sisi lain, olahraga juga
menimbulkan dampak negatif bagi anak-anak sehingga mereka mengalami terlalu
banyak tekanan untuk berprestasi dan menang, cedera fisik, harus bolos dari
tugas akademis, bersih mencapai harapan-harapan yang tidak realistis untuk
menjadi atlit sukses.
· Masa
Pubertas
Pada anak
laki-laki, sel-sel otot baru yang dibentuk jumlahnya lebih banyak daripada anak
perempuan, tak heran jika anak laki-laki lebih kuat dibandingkan anak
perempuan.
Perkembangan kekuaan otot tersebut diimbangi dengan perkembangan dalam
mengkoordinasi gerakan antara otot yang satu dan yang lain. Pada masa ini
aktifitas sederhana yang meliputi lari jarak pendek, melompat dan melempar
benda-benda sesukanya, sudah tidak menarik lagi. Sebaliknya, mereka membutuhkan
jenis aktifitas yang lebih kompleks dan menantang.
Pada anak laki-laki kekuatan ototnya jauh lebih berkembang daripada
keterampilan mengkoordinasikan gerakan seluruh anggota tubuhnya. Berbeda dengan
anak perempuan dimana gerakan tubuh, terutama jari-jari tangannya mengalami
kemajuan yang sangat pesat dibandingkan dengan kekuatan ototnya.
Dengan koordinasi gerak tangan yang kian terampil, kemampuan menulis
mereka cukup baik serta ukuran dan bentuk huruf-hurufnya semakin mendekati
tulisan orang dewasa.
Sementara itu, perkembangan motorik kasar pun terus berlanjut, saat
usia 10 tahun anak mampu berlari sejauh 62 m dalam waktu 5,5 detik, dengan
kecepatan 4,5 m/dtk, melompat sejauh 1,3 meter, melempar bola sejauh 9 m dan
saat usia 11 tahun mampu melompat sejauh 1,5 meter dan saat usia 12 tahun
kecepatan larinya mencapai 62 meter dalam waktu 4 detik, 2 kali leibh
cepat daripada saat ia berusia 6 tahun.
Faktor-faktor yang menentukan tinggi tingkat perkembangan motorik anak
yaitu kekuatan otot, ukuran otot, koordinasi gerak otot. Bila anak memasuki
masa pubertas pada usia yang tepat maka ia akan memiliki kaki yang panjang
serta otot tubuh yang kuat.
Implikasi Genetik dan Lingkungan Terhadap Pendidikan
Mc Devitt & Ormrod
(2002) mereka merekomendasikan beberapa hal penting yang perlu dilakukan guru
dalam menyikapi pengaruh genetik dan lingkungan bagi perkembangan peserta
didik, yaitu :
a.
Memahami dan menghargai perbedaan-perbedaan individual
anak. Guru yang menghargai
karakteristik fisik, tipe-tipe kepribadian dan bakat-bakat mereka dapat membuat
peserta didik senang.
Guru yang harus memberikan tempat yang benar dihatinya
untuk semua anak-anak yang mempunyai ciri-ciri yang berbeda, yaitu : ada yang
tinggi dan pendek, gemuk dan kurus, serasi dan kikuk, yang sedih dan ceria, dan
juga yang kalem dan pemarah.
b.
Menyadari bahwa sebenarnya faktor lingkungan
mempengaruhi setiap aspek perkembangan.
Faktor-faktor lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan anak melalui banyak
cara, seperti layanan pengajaran dan bimbingan. Anak yang secara genetik
pemarah atau agresif, dapat dilatih dan dibimbing agar menjadi seseorang yang
lebih adaptif dan memperlihatkan tingkah laku prososial
c.
Mendorong siswa menentukan pilihan-pilihan sendiri
untuk meningkatkan pertumbuhan. Contohnya
untuk tumbuh menjadi lebih dewasa, anak remaja harus aktif mencari lingkungan
dan pengalaman yang sesuai dengan kemampuan naturalnya dan guru mengambil
posisi kunci, untuk menolong mereka menemukan aktifitas dan sumber-sumber yang
memungkinkan mereka menggunakan dan mengembangkan bakat-bakat mereka.
Perkembangan Otak
Otak adalah sebuah sistem
biologis manusia yang diciptakan Allah SWT. Untuk mengindra dunia dan sekaligus
memberikan berbagai tanggapan terhadapnya. Otak bukan sekedar suatu gumpalan
keriput dalam tengkorak manusia, tetapi sesungguhnya otak menjalar keseluruh
tubuh. Otak memanjang hingga keujung sum-sum tulang belakang, lalu dari sum-sum
tulang belakang ini keluarlah rangkaian serabut sel darah biru, hingga
berdirinya bulu pada kulit jika merasa takut, semuanya diatur oleh sistem
saraf. Tak satupun organ atau sel dalam tubuh kita yang lepas dari jangkauan
otak (Mc Crane, 2003).
Karena otak merupakan sentral dari semua aktifitas manusia, baik
aktifitas organ yang ada di dalam tubuh maupun aktifitas pancaindra yang ada
diluar, maka perkembangan otak memiliki pengaruh yang besar terhadap semua
aspek perkembangan. Dalam hal ini Mc Devin dan Ormrod (2002) menulis “The human brain is a complex organ that
regulates basic physiological functions
e.g., respiration and heart rate), sensations of pleasure and pain,
motor skill and coordination, emotional, respons and intellectual pursuits”.
Elizabeth B. Hurlock (1981) juga meyakini “Growth
and development of the brain and nervous system affect all aspects of the
child’s development”.
Meskipun otak beratnya hanya 1,2 kg atau 0,2% dari berat seluruh tubuh,
tetapi ia memiliki peranan yang sangat penting dalam mengendalikan seluruh
fungsi tubuh lainnya, seperti : mengingat, konsentrasi, mengantuk, berfikir,
emosi, tingkah laku, dan sebagainya. Otak adalah organ yang paling kompleks
yang pernah dikenal dialam semesta. Otak adalah satu-satunya bagian tubuh yang
paling berkembang dan secara otomatis dalam mempelajari dirinya sendiri. Otak
adalah organ yang apabila dirawat dan dipelihara secara baik dan teratur dapat
bertahan hingga 100 tahun. Jika anggota tubuh lain semakin tua akan semakin
rusak tetapi otak justru semakin tua semakin menunjukan fungsi yang kian luas
dan lebar.
Sama seperti aspek-aspek perkembangan lainnya, perkembangan otak juga
dipengaruhi oleh interaksi heraditas dan lingkungan. Hal ini sebagaimana
dikemukakan oleh Johnson (1998), “ the
constructive process by which genes interact with their environment to yield
complec organic structures as the human brain and the cognitive process it
supports”.
Perkembangan otak terjadi sejak mulai masa prenatal, yakni kira-kira 25
hari setelah konsepsi. Pada awal masa ini otak terlihat seperti tabung yang tidak
rata dan sangat halus (Rayport 1992; Johnson, 1998). Tabung-tabung halus ini
berisi sel-sel dan membentuk kantong-kantong dan ruang-ruang. Ruang-ruang
tersebut terbagi menjadi tiga ruang, yaitu : forebrain (otak depan), mildbrain
(otak tengah), hindbrain (otak belakang).
Dengan berkembangnya janin,
otak depan akan berkembang perlahan, sehingga menjadi bagian atau ruang yang
terbesar dibanding dengan ruang yang lain. Semakin meningkatnya kemampuan janin
memproses informasi-informasi, otak depan semakin besar. Pada saat yang sama,
otak tengah mengurangi besarnya, dan otak belakang tetap sama seperti semula
(Daviddoff, 1988).
Sekitar usia 5 sampai 20 minggu perkembangan janin dalam kandungan,
bagian dalam ruang-ruang otak ini mulai memproduksi sel-sel neuron. Sel-sel
neuron ini bertanggungjawab menstransmisikan informasi dan membuat manusia
mampu berpikir secara cerdas. Karena dibawa oleh zat-zat kimia, neuron-neuron
ini dibawa ke ruang khusus kemudian di ruang khusus ini, neuron-neuron
dipertahankan dan disokong oleh sel glial sehingga menjadi kukuh dan kuat. Sel
glial adalah sel khusus yang mengelilingi sel neuron dan memungkinkan
akselerasi proses berpikir, setelah ia sampai di ruang khusus, neuron-neuron
membentuk serabut saraf yang dikenal dengan dendrit dan akson guna menjalin
hubungan satu sama lain (Diamond & Hopson, 1988; Taufiq Pasiak, 2003).
Jumlah sel-sel neuron ini akan bertambah banyak seiring terbentuknya
hubungan-hubungan baru akibat masuknya informasi kedalam otak. Ketika informasi
masuk, maka segera terjadi kontak dan hubungan antar sel saraf. Jika jalinan
itu didukung (dalam bentuk selubung) oleh komponen yang bernama myelin, maka jalinan itu akan kuat.
Myelin terhubung dengan daya ingat seseorang.
Semakin sering orang mengulang informasi yang masuk, semakin tegas myelination. Menurut Santrock (1996), myelination in a process in which nerve
cells are insuled with a layer for fat cells, which increases the speed at
which information travel faster.
Jadi yang dimaksud dengan myelination
adalah suatu proses dimana sel-sel urat saraf ditutup dan dibungkus dengan
suatu lapisan sel-sel lemak. Pembungkusan sel-sel urat saraf ini berdampak pada
peningkatan kecepatan informasi yang bergerak melalui sistem urat saraf. Proses
myelination berlangsung pada
tahun-tahun pertama. Proses myelination
yang terjadi pada masa prenatal ini, neuron-neuron berperan penting dalam
mengembangkan kecakapan-kecakapan dasar bagi kelangsungan hidup pada proses
prenatal, mengembangkan keterampilan-keterampilan motorik, seperti proses
berpikir. Meskipun proses myelination lebih terlihat pada masa
prenatal tetapi perkembangannya terus berlanjut pada masa anak-anak, remaja dan
dewasa awal (Bruer, 1999).
Perkembangan otak pada masa prenatal ini menentukan perkembangan anak
selanjutnya setelah ia lahir, karena pada masa prenatal ini janin sudah
dilengkapi dengan semua sel saraf (neuron)
yang akan dimilikinya selama ia hidup. Dengan kelengkapan sel-sel ini, maka
bayi yang baru lahir sudah siap menjalankan tugasnya untuk kelangsungan
hidupnya seperti : bernapas, menyusui, menelan, menangis, dan membentuk
hubungan-hubungan sederhana. Walaupun demikian, saat lahir dan masa awal bayi,
ketertarikan sel saraf ini masih lemah (Mc Devit & Ormord, 2002; Santrock,
2006).
Menurut ahli saraf, sel otak tidak akan diproduksi lagi setelah anak
tersebut lahir, tetapi perkembangan otak seteleh lahir lebih terarah pada
penambahan jumlah jaringan antar neuron. Jika jumlah jaringan antarneuron
meningkat, maka anak akan mampu berpikir tentang hal-hal yang lebih kompleks
(Treays, 2004).
Saat dilahirkan, otak bayi memiliki 10 miliar neuron. Neuron-neuron ini
kemudian membentuk ribuan sambungan antarneuron yang disebut dendrit, yang
mirip seperti sarang laba-laba, dan akson yang berbentuk memanjang. Dendrit ini
mengalami perkembangan secara dramatis hingga bayi berusia 2 tahun.
Perkembangan dendrit ini menyebabkan keterkaitan antarneuron juga makin
meningkat. Saat bayi berusia 2 bulan dendritnya sudah mencapai 50 sampai 1000 triliun. Selanjutnya, sel-sel glial yang
tumbuh disekitar akson membentuk myelin yang memungkinkan neuron
mentransmisikan pesan-pesan lebih cepat (Mc Devit & Ormrod, 2002).
Beberapa penganut developmentalisme percaya bahwa myelination mempunyai arti penting bagi pematangan kemampuan anak-anak.
Misalnya myelination didaerah otak
yang berkaitan dengan koordinasi tangan-mata belum lengkap hingga usia 4 tahun.
Meskipun otak terus berkembang saat anak-anak, perkembanganya tidak sepesat
saat bayi. Hingga usia 3 tahun ukuran otaknya tiga perempat dari orang dewasa.
Saat usia 5 atau 6 sampai 7 tahun otak anak mencapai dua pertiga otak dewasa,
tetapi memiliki 5 sampai 7 kali lebih banyak sambungan antarneuron daripada
otak anak saat usia 18 bulan atau orang dewasa. Sampai usia 8 tahun, otak anak bisa
dikatakan sempurna tetapi cara kerjanya masih terperinci dan masih membutuhkan
waktu untuk berkembang penuh.
Myelination dalam ruang frontal dari korteks terus mengalami
penyempurnaan hingga remaja (Kolb & Fantien, 1998). Saat masa remaja juga
dapat terjadi reorganisasi lingkaran saraf prontal
lobe (belahan otak bagian depan sampai belahan atau celah sentral). Prontal lobe ini berfungsi dalam
aktifitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan perencanaan
strategis atau kemampuan mengambil kesipulan (Carol & David R., 1995).
Perkembangan prontal lobe sangat berpengaruh terhadap
kemampuan kognitif remaja, hingga mereka mengembangkan kemampuan penalaran yang
memberinya suatu tingkat pertimbangan moral dan kesadaran sosial yang baru.
Saat kemampuan kognitif mencapai kematangan, remaja mulai memikirkan apa yang
diharapkan dan melakukan kritik terhadap orangtua, orang lain bahkan terhadap
kekurangan diri sendiri (Myers, 1996).
Implikasi Perkembangan Otak Terhadap
Pendidikan
Otak anak memang mempunyai
kemampuan untuk menyusun ribuan sambungan antarneuron. Namun, kemampuan itu
berhenti saat ia usia 10 sampai 11 tahun jika tidak dikembangkan dan digunakan.
Untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif anak, proses kematangan otak
harus diiringi dengan peluang-peluang untuk mengalami dunia yang makin luas.
Dalam hal ini, pendidikan harus memberikan lebih banyak kesempatan kepada
peserta didik untuk menguasai keterampilan-keterampilan yang memungkinkan
otaknya berkembang.
“Otak adalah mata air yang seharusnya
dialirkan secara berangsur-angsur, bukan sebagai wadah yang harus diisi secara
penuh”, demikian kata Gabriel Camyer. Bahkan Mahmud Al-Istanbuli (2006)
mengatakan “otak yang bagus bukan otak yang penuh sesak tetapi otak yang
sehat”. Oleh karena itu, pendidikan seharusnya merupakan upaya mengembangkan
segala potensi anak, melatih pengamatan dan pengambilan keputusan, merangsang
pemikiran dan imajinasi, memperdalam pemahaman dan memperkuat konsentrasi.
BAB 6
PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK
Pengertian Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif adalah
salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pegertian
(pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana
individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
Menurut Mayers (1996), “cognition
refers to all the mental activities associated with thinking, knowing, and
remembering”. Pengertian yang hamper sama juga diberikan oleh Margareth W.
Matlin (1994), yaitu : “cognition, or
mental activity, involves the acquisition, storage, retrieval and use of
knowledge”. Dalam Dictionary of
Psychology karya Drever, dijelaskan bahwa “kognitif adalah istilah umum
yang mencakup segenap mode pemahaman, yakni persepsi, imajinasi, penangkapan
makna, penilaian dan penalaran” (Kuper & Kuper, 2000). Kemudian dalam Dictionary of Psychology karya Chaplin
(2002), dijelaskan bahwa “kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk
pengenalan, termasuk didalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan,
menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai”.
Sejumlah ahli psikologi menggunakan istilah thinking atau pikiran untuk menunjuk pengertian yang sama dengan cognition (kognisi), yang mencakup
aktifitas mental. Myers (1996) menjelaskan bahwa, “thinking or cognition, is the mental activity associated with
precessing, understanding, and communicating information… these mental
activities, including the logical and sometimes illogical ways in which we
create concepts, solve problems, make decisions, and form judgments”.
Alkinson, dkk., (1991) mengartikan berpikir sebagai “kemampuan, membayangkan
dan menggambarkan benda atau peristiwa dalam ingatan dan bertindak berdasarkan
penggambaran ini. Pemecahan masalah yang berdasarkan pikiran dibedakan dengan
pemecahan masalah melalui manipulasi yang nyata”.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat dipahami bahwa kognitif atau
pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan
semua aktifitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan
pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan
masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang
berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan,
memperkirakan, menilai, dan memikirkan langkahnya.
Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
· Ide-ide
Dasar Teori Piaget
Piaget mengemukakan beberapa konsep dan prinsip
tentang sifat-sifat perkembangan kognitif anak, diantaranya :
a.
Anak adalah pembelajar yang aktif. Anak tidak hanya mengobservasi
dan mengingat apa saja yang mereka lihat dan mendengarkan dengan pasif.
Sebaliknya, mereka secara natural memiliki rasa ingin tahu tentang dunia mereka
dan secara aktif berusaha mencari informasi untuk membantu pemahaman dan
kesadarannya tentang realitas dunia yang mereka hadapi.
Dalam memahami dunia mereka, anak menggunakan apa yang disebut oleh
Piaget dengan “schema” (skema), yaitu
konsep atau kerangka yang ada dalam pikiran mereka yang digunakan untuk
mengorganisasikan dan menginterprestasikan informasi.
b.
Anak mengorganisasi apa yang mereka pelajari dari
pengalamannya. Anak-anak tidak hanya
mengumpulkan apa saja yang mereka pelajari dari fakta-fakta yang terpisah
menjadi suatu kesatuan. Sebaliknya, anak secara gradual membangun suatu
pandangan menyeluruh tentang bagaimana dunia bergerak.
c.
Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui
proses asimilasi dan akomodasi. Dalam
menggunakan dan mengadaptasi skema mereka, ada dua proses yang
bertanggungjawab, yaitu : assimilation
dan accommodation. Asimilasi terjadi
ketika seorang anak memasuki pengetahuan baru kedalam pengetahuan yang sudah
ada. Akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri pada informasi baru.
d.
Proses ekuilibrasi menunjukan adanya peningkatan ke
arah bentuk-bentuk pemikiran yang lebih komplek. Menurut Piaget, melalui kedua proses penyesuaian-asimilasi dan akomodasi-sistem kognisi seseorang berkembang bertahap sehingga
kadang-kadang mencapai keadaan equilibrium,
yakni keadaan seimbang antara struktur kognisinya dan pengalamannya
dilingkungan. Kondisi ini menimbulkan konflik kognitif atau disequilibrium, yakni ketidaknyamanan
mental yang mendorongnya untuk membuat pemahaman tentang yang mereka lihat.
Pergerakan dari equilibrium ke disequilibrium dan kemudian kembali lagi menjadi equilibrium atau proses yang
meningkatkan perkembangan pemikiran dan pengetahuan anak secara bertahap inilah
yang disebut Piaglet dengan istilah equilibration
(ekuilibrasi).
Tujuan utama
dari metode ini adalah untuk mengikuti jalan pikiran si anak itu sendiri,
sehingga dapat dimengerti mengapa timbul respons demikian pada anak tersebut.
· Tahap
Perkembangan Kognitif Piaget
Empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget ini dapat dilihat
dalam table berikut ini :
Tabel 5.1 Tahap Perkembangan
Kognitif Piaget
Tahap Sensorimotor
|
Usia 0-2 tahun
Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif pada saat lahir sampai
permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia
melalui pengordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik
|
Tahap Pra-operasional
|
Usia 2-7 tahun
Anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan
gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukan adanya peningkatan
pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan
fisik
|
Tahap Pra-operasional
|
Usia 7-11 tahun
Pada saat ini akan dapat berpikir secara logis mengenai
peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam
bentuk-bentuk yang berbeda
|
Tahap Pra-operasional
|
Usia 11-Dewasa
Remaja berpikir dengan cara
yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik
|
Menurut Piaget, perkembangan
dari masing-masing tahap-tahap tersebut
merupakan hasil perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya.
Perubahan-perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur
berpikir. Piaget menggunakan istilah skema dan adaptasi. Dengan kedua komponen
ini berarti bahwa kognisi merupakan sistem yang selalu
diorganisasi dan diadaptasi, sehingga memungkinkan individu beradaptasi
dengan lingkungannya.
Skema (struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisasi dan
merespon berbagai pengalaman. Dengan kata lain, skema adalah suatu pola
sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah
yang memberikan suatu kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan
dan jenis situasi.
Adaptasi (struktur fungsional) adalah sebuah istilah yang digunakan
Piaget untuk menunjukan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya
dalam proses perkembangan kognitif. Dari sudut biologi, asimilasi adalah
integrasi antara elemen-elemen eksternal (dari luar) terhadap struktur yang
sudah lengkap pada organisme. Asimilasi kognitif mencakup perubahan objek
eksternal menjadi struktur pengetahuan internal (Lerner & Hultsch, 1983).
Akomodasi adalah menciptakan langkah baru atau memperbarui, atau
menggabungkan istilah lama untuk menghadapi tantangan baru. Piaget mengemukakan
bahwa setiap organisme yang ingin mengadakan penyesuaian (adaptasi) dengan
lingkungannya harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium), yaitu antara aktivitas
individu terhadap lingkungan (asimilasi) dan aktivitas lingkungan terhadap
individu (akomodasi).
Implikasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Terhadap Pendidikan
Teori-teori kognitif yang
diajukan Piaget sebenarnya hanya bermaksud menerangkan dan memberi satu
pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana kognisi anak-anak berkembang.
Teresa M. Mc Devitt dan Jeane Ellis Ormrod (2002) menyebutkan beberapa
implikasi teori Piaget bagi guru-guru disekolah, yaitu :
·
Memberi kesempatan kepada peserta didik melakukan
eksperimen terhadap objek-objek fisik dan fenomena-fenomena alam.
Pada tingkat pra-sekolah eksplorasi ini
dapat berupa permainan dengan air, pasir, balok-balok kayu, dan lain-lain.
Selama tahun-tahun sekolah dasar, eksplorasi mungkin dilakukan melalui beberapa
aktivitas, seperti melempar dan menangkap bola, menjelajahi alam, bekerja
dengan tanah liat dan cat air, atau membentuk struktur bangunan dengan
menggunakan stik es krim, dan lain-lain.
Demikian juga halnya dengan siswa-siswa
sekolah menengah meskipun telah memiliki kemampuan untuk berpikir abstrak,
masih perlu diberi kesempatan untuk memanipulasi dan melakukan eksperimen
dengan benda-benda konkret, seperti bereksperimen dengan menggunakan alat-alat
di laboratorium, kamera, dan film, peralatan memasak dan makan, atau dengan
peralatan tukang kayu.
· Mengeksplorasi
kemampuan penalaran siswa dengan mengajukan pertanyaan atau pemberian
tugas-tugas pemecahan masalah.
Dengan memberikan tugas-tugas Piagetian,
baik yang berkaitan dengan keterampilan berpikir operasional konkret maupun
operasional formal (seperti konservasi, multifikasi, separasi atau mengontrol
variabel-variabel, penalaran proporsional dan sebagainya), serta dengan
mengobservasi respons siswa terhadap tugas-tugas tersebut, guru akan
mendapatkan pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana pemikiran penalaran
para siswa.
· Tahap-tahap
perkembangan kognitif Piaget menjadi acuan dalam menginterprestasikan tingkah
laku siswa dan mengembangkan rencana pelajaran.
Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget
memang tidak selalu akurat dalam mendeskripsikan kemampuan berpikir logis para
siswa, tetapi bagaimanapun tahapan pemikiran yang diajukannya dapat memberikan
petunjuk tentang pemikiran dan proses penalaran siswa pada berbagai tingkat
usia (Metz, 1997). Guru sekolah dasar misalnya akan memahami bahwa siswanya
kemungkinan menghadapi kesulitan dengan proporsi (seperti : pecahan atau desimal)
dan dengan konsep-konsep abstrak (seperti : konsep keadilan, kebaikan, dan
lain-lain). Sedangkan bagi guru sekolah menengah tentu akan lebih mengharapkan
siswanya mendiskusikan ide-ide tentang kemajuan hidup masyarakat meskipun
berupa pemikiran yang tidak realitis.
· Tahap-tahap
perkembangan kognitif Piaget juga memberikan petunjuk bagi para guru dalam
memilih strategi pembelajaran yang lebih efektif pada tingkat kelas yang
berbeda.
Guru harus tidak meremehkan atau terlalu
mengunggulkan kemampuan berpikir siswa saat sekarang. Sebaliknya, siswa pada
setiap tingkat didorong untuk secara aktif menggabungkan informasi yang ada
agar sampai kedalam skema mereka. Untuk itu, mereka harus melakukan tindakan
atas informasi dengan berbagai cara, dan proses pendidikan di sekolah harus
memberi siswa kesempatan untuk memiliki pengalaman atas dunia.
· Merancang
aktivitas kelompok dimana siswa berbagai pandangan dan kepercayaam dengan siswa
lain.
Menurut Piaget interaksi dengan teman
sebaya sangat membantu anak memahami bahwa orang lain memiliki pandangan dunia yang berbeda dengan
pandangannya sendiri dan ide-ide mereka tidak selalu akurat dan logis.
Dalam hal ini, menarik apa yang
ditulis Piaget (dalam Wiliam Crain, 1980) :
Children begin to think logically-to coordinate two dimensions
simultaneoously-partly by
learning to consider two or more perspectives in their dealings with other.
Thus, interactions should be encouraged, and the most beneficial ones are
thoses in which children feel a basic equality, as they most often do with
peers. As long as children feel dominated by an authority who knows the “right”
anwer, they will have difficulty appreciating differences in persprectives. In
group discussions with other children, in contrast, they have a better
opportunity do deal with different viewpoint as stimulating challenges to their
own thinking.
Kritik Terhadap Teori Piaget
Piaget adalah tokoh besar di bidang psikologi perkembangan.
Teori-teorinya tentang perkembangan kognitif memberikan pengaruh luar biasa dan
bertahan hingga kini.
Berkat jasa Piaget, dunia menerima pandangan bahwa anak dan remaja
adalah pemikir aktif dan konstruktif yang melalui interaksi dengan
lingkungannya, membentuk perkembangan mereka sendiri. Beberapa ide Piaget
tentang pemikiran operasional formal mulai dipandang memiliki kelemahan.
Misalnya, dalam mendeskripsikan urutan perkembangan kognitif, Piaget kurang
mempertimbangkan variasi individual. Padalah sejumlah penelitian menunjukan
terdapat lebih banyak variasi individual pada pemikiran operaisonal formal
daripada yang dibayangkan Piaget.
Dalam hal ini Adams & Gullotta (1983), menyatakan bahwa pengalaman
personal dalam berbagai aspek kehidupan, secara umum mungkin menentukan aplikasi
dari pemikiran formal operasional tersebut. Demikian juga dengan David Elkind
(1998), memperlihatkan betapapun pemikiran remaja telah jauh berkembang
dibandingkan pemikiran anak usia sekolah, tetapi dalam beberapa hal pemikiran
remaja terlihat kurang matang yang dimanifestasikan setidaknya dalam enam
karakteristik, yaitu :
·
Idealisme dan kekritisan. Ketika para
remaja memimpikan dunia yang ideal, mereka menyadari betapa jauhnya mereka
dengan dunia nyata, dimana mereka memegang tanggungjawab orang dewasa.
·
Argumentativitas. Para remaja senantiasa mencari kesempatan untuk mencoba atau
menunjukkan kemampuan penalaran formal baru mereka. Mereka menjadi argumentatif
ketika mereka menyusun fakta dan logika untuk mencari alasan, misalnya :
begadang.
·
Ragu-ragu.
Para remaja dapat menyimpan berbagai alternatif dalam pikiran mereka pada waktu
yang sama, tetapi karena kurangnya pengalaman, mereka kekurangan strategi
efektif untuk memilih.
·
Menunjukkan hypocrisy. Remaja sering tidak menyadari perbedaan antara
mengekspresikan sesuatu yang ideal dan membuat pengorbanan yang dibutuhkan
untuk mewujudkannya.
·
Kesadaran diri.
Para remaja sekarang dapat berpikir tentang pemikiran-pemikiran mereka sendiri dan pemikiran orang lain.
Kesadaran diri remaja yang demikian disebut oleh Elkind sebagai “imaginary audience”, yakni perilaku
menarik perhatian, keinginan untuk diperhatikan, tampil menonjol dan menjadi
pusat perhatian, seperti seorang yang tampil dipanggung.
·
Kekhususan dan ketangguhan. Karakteristik lain yang menunjukkan ketidakmatangan
pemikiran remaja adalah keyakinan remaja tentang dirinya yang spesial, unik,
dan tidak tunduk pada peraturan yang mengatur dunia, atau disebut oleh Elkind
sebagai “personal fable” (dongeng
pribadi). Bentuk egosentrisme khusus ini mendasari perilaku self-destructive dan berisiko. Dalam
sebuah studi tentang personal fable,
remaja lebih cenderung melihat dirinya rapuh terhadap resiko-resiko tertentu,
seperti alkohol dan obat-obatan lainnya (Qurdrel, Fischoff, & Davis, 1993).
BAB 7
PERKEMBANGAN PROSES KOGNITIF
Berbeda dengan Piaget, para pakar
psikologi pemrosesan informasi tidak menggambarkan perkembangan kognitif dalam
tahap-tahap atau serangkaian subtahap tertentu. Sebaliknya, teori pemrosesan
informasi lebih menekankan pentingnya proses-proses kognitif atau menganalisis
perkembangan keterampilan kognitif, seperti perhatian, memori, metakognisi dan
strategi kognitif. Teori pemrosesan informasi ini setidaknya didasarkan atas
tiga asumsi umum, pertama, pikiran
dipandang sebagai suatu sistem penyimpanan dan pengembalian informasi. Kedua, individu-individu memproses
informasi dari lingkungan, dan ketiga,
terdapat keterbatasan pada kapasitas untuk memproses informasi dari seorang
individu (Zigler & Stevenson, 1993).
Berdasarkan
pada asumsi-asumsi diatas, dapat dipahami bahwa teori pemrosesan informasi
lebih menekankan pada bagaimana individu memproses informasi tentang dunia
mereka, bagaimana informasi masuk ke dalam pikiran, bagaimana informasi
disimpan dan disebarkan, dan bagaimana informasi diambil kembali untuk
melaksanakan aktivitas-aktivitas yang kompleks, seperti memecahkan masalah dan
berpikir. Jadi inti dari pendekatan pemrosesan infomasi ini adalah proses
memori dan proses berpikir.
Robert Siegler
(1998) mendeskripsikan tiga karakteristik utama dari pendekatan pemrosesan
informasi, yaitu : (1) proses berpikir, (2) mekanisme pengubah, (3) modifikasi
diri.
Para ahli
teori pemrosesan informasi tidak selalu setuju tentang mekanisme tertentu yang
terlibat dalam belajar dan mengingat informasi. Meskipun demikian, beberapa
orang dari mereka setuju atas beberapa ide dan konsep dasar teori ini, yaitu :
a.
Input dari
lingkungan hanya memberikan pengaruh yang kecil bagi proses kognitif.
b.
Memori manusia
melibatkan dua mekanisme penyimpanan, yaitu : memori aktif (working memory) dan memori jangka panjang (longterm memory).
c.
Perhatian adalah
penting dalam proses pembelajaran.
d.
Berbagai proses
kognitif terlibat dalam perpindahan informasi dari memori aktif ke memori
jangka panjang.
e.
Manusia
mengontrol bagaimana ia memproses informasi.
f.
Perkembangan
kognitif meliputi perubahan gradual dalam berbagai komponen dari sistem
pemrosesan informasi.
Persepsi
Persepsi
merupakan salah satu aspek kognitif manusia yang sangat penting. Tanpa persepsi
yang benar, manusia mustahil dapat menangkap dan memaknai berbagai fenomena,
informasi atau data yang senantiasa mengitarinya.
·
Pengertian Persepsi
Istilah persepsi berasal dari
bahasa Inggris “perception”, yang
diambil dari bahasa Latin “perceptio”,
yang berarti menerima atau mengambil. Dalam Kamus
Inggris Indonesia, kata perception
diartikan dengan “penglihatan” atau “tanggapan” (Echols & Shadily, 1997).
Menurut Leavitt, (1978),
perception dalam pengertian sempit adalah “ penglihatan”, yaitu
bagaimana seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas, perception adalah “pandangan”, yaitu
bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.
Chaplin (2002) mengartikan persepsi
sebagai “proses mengetahui atau
mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indra” . Sedangkan Morgan
(1979) mengartikan persepsi sebagai “The
process of discriminating among stimuli and of interpreting their meaning”.
Menurut Matlin (1994), “Perception is a
process that uses our previous knowledge to gather and interpret the stimuli
that our sense register . Hampir senada dengan Matlin, Matsumoto (2000)
mendefinisikan “perception is the process
of gathering information about the world through our senses”.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat
dipahami bahwa persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah
dimiliki untuk memperoleh dan menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang
diterima oleh sistem alat indra manusia. Segala informasi tentang dunia akan
sampai ke individu melalui indra, seperti indra penglihatan menangkap cahaya
dan benda-benda, indra pendengaran menangkap gelombang suara, indra pengecap
menangkap rasa, indra temperatur megangkap suhu udara. Namun dalam prakteknya,
pengindraan itu tidak bekerja sendiri,
melainkan merupakan kombinasi dari berbagai alat indra lain.
Penilaian (appraisal) seseorang terhadap suatu stimulus biasanya dilakukan
melalui proses kognitif, yaitu proses mental yang memungkinkan seseorang
mengevaluasi, memaknai dan menggunakan informasi yang diperoleh melalui
indranya. Ini berarti, meskipun persepsi bergantung pada indra manusia, proses
kognitif yang ada pada diri manusia akan memungkinkan terjadinya proses
penyaringan, perubahan atau modifikasi dari stimulus yang ada.
Jadi, manusia tidak memberikan respons
terhadap setiap stimulus secara otomatis seperti sebuah mesin. Namun, antara
stimulus dan respons terdapat penyela, yaitu proses kognitif atau yang fisebut
oleh Lazarus (1991) sebagai “penilaian
kognitif” (cognitive appraisal).
Proses kognitif inilah yang mengarahkan pola pikir dan reaksi-reaksi kognitif
yang kompleks lainnya. Sehubungan dengan hal ini, Piaget (dalam Cremers, 1988)
menulis:
Manusia bukan reaktor pasif terhadap
stimulus ekstern atau dorongan naluriah intern yang mendeterminisasi dirinya
(lingkungan dan kumpulan objek statis tersendiri, yang terpisah dari subjek
yang mengobservasinya); tetapi manusia adalah makhluk yang membangun
(konstruktis) kognitifnya secara aktif, yang senantiasa menyususun
reaksi-reaksi kognitifnya tentang realitasnya sehingga ligkungan dapat dilihat
sebagai hasil penilaian dirinya.
· Mekanisme
Persepsi
Persepsi adalah proses kognitif yang
kompleks untuk menghasilkan suatu gambaran yang unik tentang realitas yang
barangkali sangat berbeda dengan kenyataan sesungguhnya. Persepsi meliputi
suatu interaksi rumit yang melibatkan setidaknya tiga komponen utama, yaitu :
seleksi, penyusunan, dan penafsiran.
a.
Seleksi adalah
proses penyaringan oleh indra terhadap stimulus. Seleksi perceptual ini tidak
hanya bergantung pada determinan-determinan utama dari perhatian seperti :
intensitas (intensity), kualitas (quality), kesegaran (suddenness), kebaruan (novelty),
gerakan (movement) dan kesesuaian (congruity) dengan muatan kesadaran yang
telah ada melainkan juga bergantung pada minat, kebutuhan-kebutuhan, dan
nilai-nilai yang dianut.
b.
Penyusunan adalah
proses mereduksi, mengorganisasikan, menata, atau menyederhanakan informasi
yang kompleks kedalam suatu yang bermakna. Sesuai dengan teori Gestalt, manusia
secara alamiah memiliki kecendrungan tertentu dan melakukan penyederhanaan
struktur di dalam mengorganisasikan objek-objek perceptual. Berdasarkan
pemikiran ini, maka Gestalt mengajukan beberapa prinsip tentang
kecendrungan-kecendrungan manusia dalam penyusunan informasi ini, diantaranya
prinsip kemiripan (similarity),
prinsip kedekatan (proximity),
prinsip ketertutupan atau kelengkapan (closure),
prinsip searah (direction), dan lain-lain (Solso, 1988; Brennan, 1991).
c.
Penafsiran adalah
proses menerjemahkan atau menginterprestasikan informasi atau stimulus ke dalam
bentuk tingkah laku sebagai respons.
· Memori
(Ingatan)
Memori adalah sistem kognitif manusia yang
mempunyai fungsi menyimpan informasi atau pengetahuan. Suharman (2005)
menyatakan bahwa “ingatan atau memory
menunjuk pada proses penyimpanan atau pemeliharaan informasi sepanjang waktu
(maintaining information overtime)”. Sementara itu, menurut Chaplin (2002),
memori adalah keseluruhan pengalaman masa lampau yang dapat diingat kembali.
Myers (1996), mendefinisikan memori sebagai : “the persistence of learning overtime via storage and retrieval of
information”.
Sedangkan Fieldman 1996) mendefinisikan memori sebagai “the process by which we encode, store, and
retrieve information”. Santrock (2004 ) mendefinisikan memori sebagai
retensi (ingatan) informasi dari waktu ke waktu, dengan melibatkan encoding (pengkodean), storage (penyimpanan), dan retrieval (pengambilan kembali).
· Perkembangan
Memori
Setelah anak berusia 7 tahun tidak
terlihat adanya peningkatan yang berarti. Namun, mereka memproses informasi
menunjukan keterbatasan-keterbatasan dibandingkan dengan orang dewasa. Berbeda
halnya dengan memori jangka panjang, terlihat adanya peningkatan seiring dengan
penambahan usia selama masa usia sekolah. Ini dikarenakan memori jangka panjang
sangat berpengaruh pada kegiatan-kegiatan belajar individu ketika mempelajari
dan mengingat informasi.
Dalam suatu studi tentang perkembangan
memori, dilaporkan bahwa rentang memori meningkat bersamaan dengan bertambahnya
usia. Pada usia 2 tahun, anak hanya dapat mengingat 2 digit, pada anak usia 7
tahun meningkat menjadi 5 digit dan 7 digit pada usia 12 tahun.
Imagery (perbandingan) adalah tipe dari karakteristik
pembayaran dari seseorang (Chaplin, 2002). Reese misalnya menunjukkan bahwa
meskipun perbandingan bermanfaat bagi anak-anak yang lebih muda. Namun Kosslyn
mengatakan bahwa anak-anak usia 6 tahun telah menggunakan perbandingan mental
secara spontan dalam berbagai tugas mereka. Selanjutnya, Yuille dan Catchpole
menyatakan bahwa memori anak-anak kelas satu sekolah dasar meningkat setelah
mereka dilatih membentuk perbandingan interaktif. Demikian pentingnya
penggunaan strategi perbandingan dalam meningkatkan memori anak, maka Fly dan
Lupart merekomendasikan agar para pendidik hendaknya memberikan lebih banyak
pelajaran tentang bagaimana belajar. Singkatnya, anak-anak yang lebih muda
dapat memperoleh manfaat dari latihan yang dirancang untuk meningkatkan memori
mereka (Matlin, 1994).
Retrieval (pemunculan kembali) adalah proses mengeluarkan atau
mengangkat informasi dari tempat penyimpanan (Chaplin, 2002). Seiring dengan
bertambahnya usia, anak-anak belajar bagaimana menggunakan keempat strategi
yaitu : rehearsal, organization, imagery,
dan retrieval.
Atensi (Perhatian)
Sejumlah psikolog
memandang atensi mempunyai peranan dalam proses persepsi.
a.
Pengertian Atensi
Atensi (attention)
atau perhatian merupakan sebuah konsep multi-dimensional yang digunakan untuk
menggambarkan perbedaan ciri-ciri dan cara-cara merespons dalam sistem kognitif
(Parkon, 2000). Menurut Chaplin (2002), atensi adalah konsentrasi terhadap
aktivitas mental. Sedangkan Margaret W. Matlin (1994), menggunakan istilah
atensi untuk merujuk pada konsentrasi terhadap suatu tugas mental, dimana individu
mencoba untuk meniadakan stimulus lain yang mengganggu.
b.
Perkembangan Atensi
Aspek-aspek atensi yang berkembang selama
masa bayi memiliki arti yang sangat penting selama tahun-tahun prasekolah.
Penelitian telah menunjukkan bahwa hilangnya atensi (habituation) dan pulihnya atensi (dishabituation) jika diukur pada 6 bulan pertama masa bayi,
berkaitan dengan tingginya kecerdasan pada tahun-tahun prasekolah.
Para ahli psikologi perkembangan meyakini
bahwa perubahan ini mencerminkan suatu pergeseran pengendalian kognitif
perhatian sehingga anak-anak bertindak kurang impulsif (Santrock, 1995).
John Flavel (dalam Woolfolk &
Nicolich, 2004) mendeskripsikan empat aspek atensi yang berkembang seiring
dengan bertambah besarnya anak, yaitu :
a.
Ketika anak-anak
tumbuh semakin besar, ia lebih mampu mengendalikan atensinya. Mereka tidak
hanya memiliki atensi dangkal, tetapi mereka juga semakin berkembang ketika
fokus pada apa yang penting dan mengabaikan detail-deail yang tidak relevan.
b.
Seiring dengan
perkembangannya, anak-anak menjadi lebih baik dalam menyesuaikan kemampuan
atensinya dengan tugas.
c.
Anak-anak
mengembangkan kemampuannya untuk merencanakan bagaimana ia akan mengarahkan
atensinya. Mereka akan mencari kata kunci untuk menentukan sesuatu yang penting
dan siap untuk memperhatikan.
d.
Anak-anak
mengembangkan kemampuan mereka untuk memonitor atensinya, menetapkan apakah
mereka menggunakan strategi yang tepat, dan mengubah pendekatan saat diperlukan
untuk mengikuti rangkaian peristiwa yang kompleks.
Implikasi Perkembangan Proses Kognitif Terhadap
Pendidikan
Menurut pendekatan ini, anak-anak secara
bertahap mengembangkan kapasitas untuk memproses informasi, dan karenanya
secara bertahap pula mereka bisa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang
kompleks. Berikut ini, akan dikemukakan beberapa strategi yang dapat digunakan
guru dalam membantu peserta didik mengembangkan proses-proses kognitifnya.
a.
Ajak peserta didik untuk memfokuskan perhatian dan
meminimalkan gangguan. Hal ini dapat
dilakukan guru dengan mengemukakan tujuan pembelajaran, mengemukakan tentang
pentingnya materi bagi mereka; dan kemukakan juga betapa pentingnya memfokuskan
perhatian ketika ia harus mengingat sesuatu.
b.
Gunakan isyarat, gerakan dan perubahan nada suara yang
menunjukan bahwa ada sesuatu yang penting. Caranya dengan memperkeras suara, mengulangi sesuatu dengan penekanan,
berjalan keliling ruangan, menunjuk, dan sebagainya.
c.
Bantu peserta didik untuk membuat isyarat atau
petunjuk sendiri atau memahami satu kalimat yang perlu mereka perhatikan. Beri variasi dari bulan ke bulan dan menu opsi untuk
dipilih, seperti “perhatikan”, “fokus”, atau “ingat”.
d.
Gunakan komentar instruksional, seperti “baik, mari
kita diskusikan … sekarang perhatikan”.
e.
Buat pembelajaran menjadi menarik. Caranya mungkin dengan menghubungkan suatu gagasan
dengan minat siswa sehingga meningkatkan perhatian mereka,sesekali beri latihan
yang tidak biasa dan menarik.
f.
Gunakan media dan teknologi secara efektif sebagai
bagian dari pengajaran di kelas.
g.
Fokuskan pada pembelajaran aktif untuk membuat proses
pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, mengurangi kejenuhan dan meningkatkan
perhatian.
h.
Ubah lingkungan fisik dengan mengubah tata ruang,
model tempat duduk, atau berpindah pada satu setting berbeda.
i.
Ubah jalur indrawi dengan memberi satu pelajaran yang
mengharuskan peserta didik menyentuh, membaui, atau merasakan.
j.
Hindari perilaku yang membingungkan, seperti
mengayun-ayunkan pensil atau menyentuh rambut dikepala.
k.
Dorong peserta didik untuk mengingat materi pembelajaran
secara lebih mendalam, bukan mengingat sepintas lalu. Anak akan mengingat informasi dengan lebih baik dalam
jangka panjang apabila mereka memahami informasi tersebut, bukan sekadar
mengingat (hafal) tanpa pemahaman. Beri peserta didik konsep dan ide untuk
diingat, dan kemudian tanyakan kepada mereka bagaimana mereka dapat
menghubungkan konsep dan ide tersebut dengan pengalaman personal dan makna
personalnya. Beri mereka juga latihan untuk mengkolaborasi suatu konsep agar
mereka mampu memproses informasi secara lebih mendalam.
l.
Bantu peserta didik menata informasi yang akan
dimasukkan kedalam memori. Para ahli
psikologi pendidikan belakangan ini lebih memfokuskan perhatian pada bagaimana
anak menyusun memori mereka ketimbang bagaimana anak menambahkan sesuatu
kedalam memori. Penataan informasi ini dianggap penting, karena peserta didik
akan mengingat informasi dengan lebih baik jika mereka menatanya secara
hierarkis.
m. Bantu peserta
didik mengingat kembali informasi yang disajikan sebelumnya. Para ahli teori kognitif percaya bahwa pembelajaran
merupakan satu masalah mengenai integrasi informasi baru dengan struktur
kognitif yang ada.
n.
Bantu peserta didik memahami dan mengkombinasikan
informasi. Istilah-istilah baru
dijelaskan dengan menggunakan kata dan ide yang lebih akrab.
o.
Latih peserta didik menggunakan strategi mnemonik. Mnemonik adalah salah satu strategi memori dengan
cara menghafal (seni menghafal). Tujuan mnemonik
adalah untuk menghubungkan materi baru yang diajarkan dengan informasi lama
yang sudah dikenal baik.
BAB 9
Perkembangan
Konsep Diri
Pengertian
Konsep Diri dan Harga Diri
Sebagai
sebuah konstruk psikologi, konsep diri didefinisikan secara berbeda oleh para
ahli. Seibert dan Hoffnung (1994), misalnya, mendefinisikan konsep diri sebagai
“suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang diri sendiri”. Santrock (1996)
menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari diri
sendiri. Sementara itu, Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah
keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri,
perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya.
Selanjutnya Atwater mengidentifikasikan konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image kesadaran tentang tubuhnya,
yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self yaitu bagaimana cita-cita dan harapan seseorang mengenai
dirinya. Ketiga, social self, yaitu
bagaimana orang lain melihat dirinya.
Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan
antara sikap dan keyakinan tentang diri sendiri. Sedangkan Pemily (dalam
Atwater, 1986), mendefinisikan konsep diri sebagai sistem yang dinamis dan
kompleks dari keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk
sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu
tersebut. Sementara itu, Cawagas (1983) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup
seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya,
motivasinya, keseluruhannya, kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
Berdasarkan beberapa definisi diatas disimpulkan bahwa
konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang mencakup keyakinan,
pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Setelah ter-install, konsep diri akan masuk
kepikiran bawah sadar dan akan berpengaruh terhadap tingkat kesadaran seseorang
pada suatu waktu.
Konsep Diri
dan Harga Diri
Sering
dijumpai istilah “harga diri” (self-esteem)
disamping istilah “konsep diri” (self-concept)
bahkan sejumlah ahli tidak selalu menyebutkan perbedaan diantara keduanya.
Bahkan mereka tidak jarang menggunakan istilah keduanya secara bergantian untuk
menunjuk pengertian yang sama. Tetapi sejumlah ahli mengatakan kedua istilah
tersebut tidak sama walaupun berhubungan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh
Dacey dan Kenny (1997).
Where as
self-concept answers the question “Who am I”?, self-esteem answers the question
“How do I feel about who am I”? “Self-esteem is related to self-concept. As
well defined self-concept leads to high self-esteem, which in turn often leads
to successful behavior”.
Menurut
Santrock (1998), self-esteem adalah
dimensi penilaian yang menyeluruh dari diri. Self-esteem juga sering disebut dengan self-worth atau self-image.
Sedangkan, self-concept adalah
penilaian terhadap domain yang spesifik.
Coopersmith (1967) dalam karya klasiknya The Antecendents of Self-esteem.
Mendefinisikan harga diri (self-esteem) sebagai berikut :
Self-esteem
refers to the evaluation that individual make and customarily maintains with
regard to himself : it expresses attitude at approval or disapproval and
indicates the extent to which the individuals believes himself to be capable,
significant, successful, and worthy.
Jadi harga diri adalah evaluasi individu terhadap
dirinya sendiri secara positif atau negatif.
Dimensi
Konsep Diri
Para ahli
pun berbeda pendapat dalam menetapkan dimensi-dimensi konsep diri. Namun secara
umum para ahli menyebutkan 3 dimensi diri, meskipun menggunakan istilah yang
berbeda. Calhoun dan Acocella (1990) misalnya, menyebutkan 3 dimensi utama dari
konsep diri. Yaitu :
·
Pengetahuan.
Dimensi pertama dari konsep diri adalah
apa yang kita ketahui tentang diri sendiri atau penjelasan dari “siapa saya”
yang akan memberikan gambaran tentang diri saya. Gambaran diri tersebut
merupakan kesimpulan dari pandangan kita dalam berbagai peran yang kita pegang. Dimensi pengetahuan (kognitif) dari konsep
diri mencakup segala sesuatu yang kita pikirkan tentang diri kita sebagai
pribadi.
·
Harapan.
Dimensi kedua dari konsep diri adalah
dimensi harapan atau diri yang dicita-citakan dimasa depan. Kita juga mempunyai
pengharapan bagi diri kita sendiri, penghargaan ini merupakan diri-ideal (self-ideal) atau diri yang
dicita-citakan. cita-cita diri (self-ideal)
terdiri dari dambaan, aspirasi, harapan, keinginan bagi diri kita, atau menjadi
manusia seperti apa yang kita inginkan. Cita-cita diri akan menemukan konsep
diri dan menjadi faktor paling penting dalam menentukan perilaku kita. Harapan
atau cita-cita diri juga akan membangkitkan kekuatan yang mendorong kita menuju
masa depan dan akan membantu aktivitas kita dalam perjalanan hidup kita.
·
Penilaian.
Dimensi ketiga dalam konsep diri adalah
penilaian kita terhadap diri sendiri. Menurut Calhoun dan Acocella (1990),
setiap hari kita berperan sebagai penilain tentang diri sendiri, menilai apakah
kita bertentangan dengan : 1). Pengharapan bagi diri kita sendiri (saya dapat
menjadi apa); 2). Sandaran yang kita tetapkan bagi diri kita sendiri (saya
seharusnya menjadi apa). Menurut Centi (1993), meski kita dapat memandang diri
sebagai amat berharga atau sama sekali tidak berharga, biasanya kita senang
dengan beberapa ciri atau sikap yang kita miliki atau rasa memiliki dan tidak
senang dengan beberapa ciri dan sikap yang lain.
Konsep Diri
dan Prestasi Belajar
Sejumlah
ahli psikologi dan pendidikan berkeyakinan bahwa konsep diri dan prestasi
belajar mempunyai hubungan yang erat. Nylor (1972) misalnya, mengemukakan
banyak peneliti yang membuktikan hubungan positif yang kuat antara konsep diri
dengan prestasi belajar disekolah.
Untuk
mengetahui hubungan antara konsep diri dan prestasi belajar, Fink (dalam Burns,
1982)melakukan penilitian dengan menggunakan sejumlah siswa laki-laki dan siswa
perempuan yang dipasangkan berdasarkan tingkat intelegensi mereka, selain itu
mereka juga digolongkan berdasarkan prestasi belajar mereka, yaitu kelompok
prestasi lebih (overachievers) dan
kelompok prestasi kurang (underachievers).
Siswi yang tergolong overachievers menunjukkan konsep diri yang lebih positif, dan
hubungan yang erat antara konsep diri dan prestasi belajar yang terlihat jelas.
Walsh (dalam Burn, 1982), juga menunjukkan bahwa siswa-siswi yang tergolong underachievers mempunyai konsep diri
yang negatif, serta memperlihatkan beberapa karakteristik kepribadian; 1).
Mempunyai perasaan dikritik, ditolak dan diisolir; 2). Melakukan mekanisme
pertahanan diri dengan cara menghindar dan bahkan bersikap menentang; 3). Tidak
mampu mengekspresikan perasaan dan perilakunya.
Karakteristik
Perkembangan Konsep Diri Peserta Didik
Anak yang
tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru atau negatif, ditambah dengan
lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif.
Hal ini adalah karena anak cenderung menilai dirinya berdasarkan apa yang ia
alami dan yang ia dapatkan dari lingkungannya. Jika lingkungannya memberikan
sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya berharga, sehingga
perkembangan konsep diri yang positif.
a. Karakteristik
Konsep Diri Anak Usia Sekolah
Mc Devitt dan
Ormrod, 2002, memberikan gambaran tentang perubahan-perubahan konsep diri anak
usia sekolah (usia 6 - 12) sebagai
berikut :
Research indicates that children’s self-concept
sometimes drop soon after they begin elementary school, probably as a result of
the many new academic and social challenges that school presents. Elementary
school gives children many occasions to compare their performance with that of
peers, and so their self-assessment gradually become more realistic. Yet this
comparative approach inevitably creates “winnder” and “losers”. children who
routinely find themselves at the bottom of the heap must do some fancy footwork
to keep their self-esteem intact. Often, they focus on performance areas in
which they excel (e.g sport, social relationship, or hobbies) and discount
areas that give them trouble (e.g. “Reading is dumb ”). Perhaps because they
have so many domains and experiences to consider as they look for strengths in
their own performance, most children maintain fairly high and stable
self-esteem during the elementary school years.
Kutipan diatas memberikan gambaran tentang
perubahan-perubahan dalam konsep diri anak usia sekolah dasar. Awal-awal masuk
sekolah dasar, terjadi penurunan dalam konsep diri anak-anak. Hal ini mungkin
disebabkan oleh tuntutan baru dalam akademik dan perubahan sosial yang muncul
disekolah. Sekolah dasar banyak memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk
membandingkan dirinya dengan teman-temannya, sehingga penilaian dirinya secara
graduan menjadi lebih realistis.
Menurut Santrock (1995),
perubahan-perubahan konsep diri anak selama tahun-tahun sekolah dasar dapat
dilihat sekurang-kurangnya dari tiga karakteristik konsep diri, yaitu :
1).
Karakteristik Internal. Berbeda dengan anak-anak prasekolah, anak usia
sekolah dasar lebih memahami dirinya melalui karakter internal dirinya melalui
karakteristik eksternal. Sehubungan dengan hal ini, Mc Deviit dan Ormrod ( 200
) menulis : “young children tend to
define themselves in terms of external and concrete characteristic. As they
grow older, they begin to define thrmselves more in terms of internal and
abstract characteristic”.
2).
Karakteristik Aspek Sosial. Selama tahun-tahun sekolah dasar, aspek sosial dari
pemahaman dirinya juga meningkat dalam suatu investigasi, anak-anak sekolah
dasar seringkali menjadikan kelompok-kelompok sosial sebagai acuan dalam
deskripsi diri mereka (Livesly & Bromley, 1983).
3).
Karakteristik Perbandingan Sosial. Pemahaman diri anak-anak usia sekolah dasar juga
mengacu pada perbandingan sosial (social
comparison). Pada tahap perkembangan ini, anak-anak cenderung membedakan
diri mereka dari orang lain, secara komparatif dari pada secara absolut.
Sejumlah
ahli psikologi perkembangan percaya bahwa dalam perkembangan pemahaman diri,
pengambilan perspektif (perspektif
taking) kemampun untuk mengambil perspektif orang lain dan memhami
pemikiran dan perasaannya memainkan perasaan yang penting. Robert Selman (dalam Santrock, 1995) misalnya, percaya bahwa
pengambilan perspektif melibatkan suatu rangkaian yang terdiri atas lima
tahapan, yang berlangsung dari usia 3 tahun hingga masa remaja.
Selman
mencatat bahwa egosentrisme mulai mengalami kemunduran pada usia 4 tahun, dan
pada usia 6 tahun anak menyadari bahwa pandangan orang lain berbeda dari pandangannya,
pada usia 10 tahun, mereka mulai mampu untuk mempertimbangkan pandangannya
sendiri dan pandangan orang lain secara bersamaan. Akan tetapi, sejumlah
peneliti tidak setuju dengan tingkatan-tingkatan usia Selman yang mengaitkan
perubahan-perubahan dalam kemampuan pengambilan peran.
Tabel 8.1 Tahap-tahap Pengambilan
Perspektif
Tahap Pengambilan Perspektif
|
Usia
|
Deskripsi
|
Perspektif
yang egosentris
|
3-6 tahun
|
Anak merasakan adanya
perbedaan dengan orang lain, tetapi belum mampu membedakan antara perspektif
sosial ( pemikiran, perasaan ) orang lain dan perspektif diri sendiri. Anak
dapat menyebutkan perasaan orang lain, tetapi tidak melihat hubungan sebab
dan akibat pemikiran dan tindakan sosial.
|
Pengambilan Perspektif sosial
internasional
|
6-8 tahun
|
Anak sadar bahwa orang lain
memiliki suatu perspektif sosial yang didasarkan atas pemikiran orang itu,
yang mungkin sama atau berbeda dengan pemikirannya. Tetapi, anak cenderung
berfokus pada perspektif sendiri dan bukan mengkoordinasikan sudut pandang.
|
Pengambilan keputusan diri
reflektif
|
8-10 tahun
|
Anak sadar bahwa setiap orang
sadar akan perspektif orang lain dan bahwa kesadaran ini mempengaruhi
pandangan dirinya dan pandangan orang lain. Menempatkan diri sendiri di
tempat orang lain merupakan suatu cara untuk menilai maksud, tujuan, dan
tindakan orang lain. Anak dapat membentuk suatu mata rantai perspektif yang
terkoordinasi tetapi tidak dapat mengabstraksikan proses-proses ini pada
tingkat timbal balik secara serentak.
|
Saling mengambil Perspektif
|
10-12 tahun
|
Anak remaja menyadari bahwa
baik diri sendiri maupun oran glain dapat memandang satu sama lain secara
timbal balik dan secara serentak sebagai subjek. Anak remaja dapat melangkah
ke luar dari kedua orang tua itu dan memandang interaksi dari perspektif
orang ketiga.
|
Pengambilan Perspektif
|
12-15 tahun
|
Anak remaja menyadari
pengambilan perspektif bersama tidak selalu menghasilkan pemahaman yang
sempurna. Konvensi sosial dilihat sebagai sesuatu yang penting karena
dipahami oleh semua anggota kelompok, tanpa memandang posisi, peran, atau
pengalaman mereka.
|
Menurut
sejumlah ahli lain, anak-anak usia 6 tahun mampu mamahami perspektif orang
lain. Penelitian lain mencatat bahwa seseorang yang berusia sama belum bisa
diasosiasikan dengan masing-masing tingkat, sebab kemampuan anak dalam
pengambilan peran mungkin berfluktuasi dari suatu waktu ke waktu lain (Maccoby,
1980). Demikian juga, anak yang memahami perspektif orang lain yang familiar
dalam situasi yang familiar, mungkin kurang mampu dalam memahami orang atau
situasi yang tidak familiar (Flapan, 1968).
b.
Karakteristik Konsep Diri Remaja (SMP-SMA)
Santrock (1998) menyebutkan sejumlah
karakteristik penting perkembangan konsep diri pada masa remaja, yaitu :
1).
Abstract and idealistic. Gambaran tentang konsep diri yang abstrak, misalnya,
dapat dilihat dari pernyataan remaja usia 14 tahun mengenai dirinya. Meskipun
tidak semua remaja menggambarkan diri mereka dengan cara yang idealis, namun
sebagian besar remaja membedakan antara diri mereka yang sebenarnya dengan yang
diidamkannya.
2).
Differentiated. Konsep diri remaja bisa menjadi semakin terdiferensiasi (differentiated). Dibandingkan dengan
anak yang lebih muda, remaja lebih mungkin untuk menggambarkan dirinya sesuai
dengan konteks atau situasi yang semakin terdiferensiasi.
3).
Contradictions Within the Self. Setelah remaja mendeferensiasikan dirinya kedalam
sejumlah peran dan dalam konteks yang berbeda-beda. Sehubungan dengan hal ini,
Mc Devitt dan Ormrod (2002) menulis :
As their
worlds broaden in the teenage years, young people have a greater variety of
social experiences and so are apt to get conflicting messages about their
characterisitics. The Result is that their self-concepts may include
contradictory views of themselves.
4).
The Fluctuating Self. Sifat yang kontradiktif dalam diri remaja pada
gilirannya memunculkan fluktuasi diri dalam berbagai situasi dan lintas waktu
yang tidak mengejutkan. Seorang peneliti menjelaskan sifat fluktuasi dari diri
remaja tersebut dengan metafora “the
barometric self” (diri barometik).
5).
Real and Ideal, True and False Selves. Kemampuan untuk menyadari adanya perbedaan antara diri
yang nyata (real self) dengan
diri yang ideal (ideal self) menunjukkan adanya peningkatan kemampuan kognitif
mereka. Tetapi, Carl Rogers yakin bahwa adanya perbedaan yang terlalu jauh
antara diri yang nyata dengan diri ideal menunjukkan ketidakmampuan remaja
untuk menyesuaikan diri.
Penelitian yang dilakukan Strachen dan
Jones (1982) menunjukkan bahwa pada pertengahan masa remaja terjadi diskrepansi
yang lebih besar antara diri yang nyata dengan diri ideal dibandingkan pada
awal dan akhir masa remaja.
Implikasi
Perkembangan Konsep Diri Terhadap Pendidikan
Peserta
didik mengalami permasalahan disekolah pada umumnya menunjukkan tingkat konsep
diri yang rendah. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan
disekolah, guru perlu melakukan upaya yang memungkinkan terjadinya peningkatan
konsep diri peserta didik. Berikut ini beberapa strategi yang mungkin dilakukan
guru dalam mengembangkan dan meningkatkan konsep diri peserta didik, yaitu :
c.
Membuat
sisiwa merasa mendapat dukungan dari guru. Dalam mengembangkan konsep diri yang positif, siswa
perlu mendapatkan dukungan dari gurunya. Dukungan ini dapat ditunjukkan dalam
dukungan emosional (emotional support),
seperti ungkapan empati, kepedulian, perhatian, dan umpan balik, dan dapat pula
berupa dukungan penghargaan (esteem
support), seperti ungkapan hormat (penghargaan) positif terhadap siswa,
dorongan untuk maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan siswa.
d.
Membuat siswa
merasa bertanggung jawab. Memberi
kesempatan kepada siswa untuk membuat keputusan sendiri atas prilakunya dapat
diartikan sebagai upaya guru untuk memberi tanggung jawab kepada sisiwa.
e.
Membuat siswa
merasa mampu. Menunjukkan sikap
dan pandangan yang positif terhadap kemampuan yang dimiliki siswa. Dengan sikap
dan pandangan positif terhadap kemampuan siswa ini, maka siswa juga akan
berpandangan positif terhadap kemampuan dirinya.
f.
Mengarahkan
siswa untuk mencapai tujuan yang realistis. Dalam upaya meningkatkan konsep diri siswa, guru
harus membentuk siswa untuk menetapkan tujuan yang hendak dicapai serealistis
mungkin, yakni tujuan yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
g.
Membantu
siswa menilai diri mereka secara realistis. Pada saat mengalami kegagalan, ada kalanya siswa
menilainya secara negatif, dengan memandang dirinya sebagai orang yang tidak
mampu. Salah satu cara membantu siswa menilai diri mereka secara realistis
adalah dengan membandingkan prestasi siswa pada masa lampau dan prestasi siswa
saat ini.
h.
Mendorong
siswa agar bangga dengan dirinya secara realistis. Membantu mengembangkan konsep diri peserta diri
adalah dengan memberikan dorongan kepada siswa agar bangga dengan prestasi yang
telah dicapainya.
BAB 10
Perkembangan
Kemandirian dan Penyesuaian Diri Peserta Didik
Pengertian
Kemandirian
Istilah
“kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan “ke” dan
akhiran “an”. Kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Maka
pembahasan mengenai kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang
perkembangan diri itu sendiri, dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self, karena diri itu merupakan inti
dari kemandirian. Konsep yang sering digunakan atau berdekatan dengan
kemandirian adalah autonomy.
Menurut Chaplin
(2002), otonomi adalah kebebasan individu
manusia untuk memilih, untuk manjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai
dan menentukan dirinya sendiri. Sedangkan Seifert
dan Hoffnung (1994) mendefinisikan
otonomi atau kemandirian sebagai “the
ability to govern and regulate one’s own thoughts, feelings, and actions freely
and responssibly while overcoming feeling of shamw and doubt”.
Erikson (dalam Monks, dkk, 1989),
menyatakan kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan
maksud untuk menemukan dirinya melalui proses identitas ego, yaitu : merupakan
perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Secara
singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian :
i.
Kondisi di mana
seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri.
j.
Mampu mengambil
keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
k.
Memiliki
kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya.
l.
Bertanggung jawab
atas apa yang dilakukannya.
Bentuk-bentuk
Kemandirian, Tingkatan dan Karakteristik
·
Bentuk-bentuk kemandirian
Robert Hovighurst (1972) membedakan kemandirian menjadi :
1). Kemandirian emosi : kemampuan mengontrol emosi sendiri dan tidak
tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain.
2). Kemandirian ekonomi : kemampuan mengatur ekonomi sendiri dan tidak
tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain.
3). Kemandirian intelektual : kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang
dihadapi.
4). Kemandirian sosial : kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang
lain dan tidak tergantung pada aksi orang lain.
Sementara itu, Steiberg (1993) membedakan karakteristik kemandirian atas tiga bentuk, yaitu :
The first emotional autonomy-that aspect of independence related to change
in the individual’s close relationship, especially with parent. The second
behavioral autonomy-the capacity to make independent decisions and follow
through with them. The third char acterization invoves an aspect of
independence referred to as value autonomy-wich is more than simply being able
to resist pressures to go along with the demands of other; it means having a
set a principles about right and wrong, about what is important and what is
not.
Kutipan diatas menunjukkan karakteristik dari ketiga
aspek kemandirian, yaitu :
5). Kemandirian emosional, yakni aspek kemandirian yang menyatakan perubahan
kedekatan hubungan emosional antar individu
6). Kemandirian tingkah laku, yakni suatu kemampuan untuk membuat keputusan tanpa
tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab.
7). Kemandirian nilai, yakni kemampuan memakai seperangkat printis tentang
benar dan salah, yang penting dan tidak penting.
· Tingkatan
dan Karakteristik Kemandirian
Lovinger (dalam
Sunaryo Kartadinata, 1988), mengemukakan tingkatan kemandirian dan
karakteristik, yaitu :
1). Tingkat pertama, adalah tingkat impulsive dan melindungi diri. Ciri-cirinya :
a.
Peduli terhadap
kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang
lain.
b.
Mengikuti aturan
secara spontanistik dan hedonistik.
c.
Berpikir tidak
logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype).
d.
Cenderung melihat
kehidupan sebagai zero-sum games.
e.
Cenderung
menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.
2). Tingkat kedua, adalah tingkat konformistik. Ciri-cirinya :
a.
Peduli terhadap
penampilan diri dan penerimaan sosial.
b.
Cenderung
berpikir stereotype dan klise.
c.
Peduli akan
konformitas terhadap aturan eksternal.
d.
Bertindak dengan
motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
e.
Menyamakan diri dalam
ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi.
f.
Perbedaan
kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
g.
Takut tidak
diterima kelompok.
h.
Tidak sensitif
terhadap keindividualan.
i.
Merasa berdosa
jika melanggar aturan.
3). Tingkat ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-cirinya :
a.
Mampu berpikir
alternatif.
b.
Melihat harapan
dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
c.
Peduli untuk
mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
d.
Menekankan pada
pentingnya memecahkan masalah.
e.
Memikirkan cara
hidup.
f.
Penyesuaian
terhadap situasi dan peranan.
4). Tingkat keempat, adalah tingkat saksama (conscientious). Ciri-cirinya :
a.
Bertindak atas
dasar nilai-nilai internal.
b.
Mampu melihat
diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan.
c.
Mampu melihat
keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang lain.
d.
Sadar akan
tanggung jawab.
e.
Mampu melakukan
kritik dan penilaian diri.
f.
Peduli akan
hubungan mutualistik.
g.
Memiliki tujuan
jangka panjang.
h.
Cenderung melihat
peristiwa dalam konteks sosial.
i.
Berpikir lebih
kompleks dan atas dasar pola analistis.
5). Tingkat kelima, adalah tingkat individualitas. Ciri-cirinya :
a.
Peningkatan
kesadaran individualitas.
b.
Kesadaran akan
konflik emosional antara kemandirian dan ketergantungan.
c.
Menjadi lebih
toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
d.
Mengenal eksistensi
perbedaan individual.
e.
Mampu bersikap
toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.
f.
Membedakan
kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya.
g.
Mengenal
kompleksitas diri.
h.
Peduli akan
perkembangan dan masalah-masalah sosial.
6). Tingkat keenam, adalah tingkat mandiri. Ciri-cirinya :
a.
Memiliki
pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
b.
Cenderung
bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri dan orang lain.
c.
Peduli terhadap
pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial.
d.
Mampu
mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan.
e.
Toleran terhadap
ambiguitas.
f.
Peduli akan
pemenuhan diri (self-fulfilment).
g.
Ada keberanian
untuk menyelesaikan konflik internal.
h.
Responssif
terhadap kemandirian orang lain.
i.
Sadar akan adanya
saling ketergantungan dengan orang lain.
j.
Mampu
mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan.
Pentingnya Kemandirian Bagi Peserta
Didik dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
Pentingnya Kemandirian Bagi Peserta Didik
Pengaruh kompleksitas kehidupan terhadap
peserta didik terlihat dari berbagai fenomena yang sangat membutuhkan perhatian
dunia pendidikan. Sunaryo Kartadinata (1988) menyebutkan beberapa gejala yang
berhubungan dengan permasalahan kemandirian yang perlu mendapat perhatian dunia
pendidikan, yaitu :
a.
Ketergantungan
disiplin kepada kontrol luar dan bukan karena niat sendiri yang ikhlas.
b.
Sikap tidak
peduli terhadap lingkungan hidup.
c.
Sikap hidup
konformistis tanpa pemahaman dan konformistik dengan mengorbankan prinsip.
Perkembangan Kemandirian Peserta Didik dan Implikasinya
Bagi Pendidikan
Kemandirian adalah kecakapan yang
berkembang sepanjang rentang kehidupan individu, yang sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor pengalaman dan pendidikan. Upaya-upaya yang dilakukan di sekolah
untuk pengembangan kemandirian peserta didik, yaitu :
a.
Mengembangkan
proses mengajar yang demokratis, yang memungkinkan anak merasa dihargai.
b.
Mendorong anak
untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai
kegiatan sekolah.
c.
Memberi kebebasan
kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan mendorong rasa ingin tahu mereka.
d.
Penerimaan
positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan anak
yang satu dengan yang lain.
e.
Menjalin hubungan
yang harmonis dan akrab dengan anak.
Pengertian
Penyesuain Diri
Individu
adalah makhluk yang unik dan dinamik, tumbuh dan berkembang, serta memiliki
keragaman kebutuhan, baik dalam jenis tataran (level), maupun intensitasnya.
Dalam hal ini Mustafa Fahmi (1977) menulis :
“Pengertian luas tentang proses
penyesuaian terbentuk sesuai dengan hubungan individu dengan lingkungan
sosialnya, yang dituntut dari individu tidak hanya mengubah kelakuannya dalam
menghadapi kebutuhan-kebutuhan dirinya dari dalam dan keadaan diluar, dalam
lingkungan di mana dia hidup, akan tetapi juga dituntut untuk menyesuaikan diri
dengan adanya orang lain dan macam-macam kegiatan mereka… Jika mereka ingin
penyesuaian maka hal itu menuntut adanya penyesuaian antara keinginan
masing-masisng dengan suasana lingkungan sosial tempat mereka bekerja”.
Menurut Hollander (1981), sifat dinamis (dynamism) ini menjadi kualitas esensial
dari penyesuaian diri. Lebih jauh Hollander menulis :
“The
essential quality of adjustment is its dynamism, or potential for change.
Adjustment occurs whenever the individual faces new environmental conditions
that require a responsse. An example is that of student who go from high school
to college, especially of the first is small and the second large.
Adjustment
also take the form of fitting one’s psychological needs to cultural norms. Even
physiologically based needs, such as hunger; are satisfied in socially approved
ways. What we eat, and how we eat are illustrations of actions learned from a
society’s pattern of culture.
Adjustment
involves lerning to meet new circumstances through changes in action or
attitudes. Basically, learning means actual or potential alterations in
behavior which may be more or less able patterns of past behavior, they may not
be appropriate under changed conditions. Therefore, adjustment means adopting
new ways of acting, or at times returning to old one which are more
appropriate”.
Sepanjang
hidupnya individu akan mengadakan perubahan perilaku, karena memang dia
dihadapkan pada kenyataan dirinya maupun lingkungannya yang terus berubah. Ini berarti
bahwa “adjustment is a lifelong process,
and people must continue to meet and deal with the stresses and challenges of
life in order to achieve a healty personality” (Derlega & Janda, 1978).
Schneiders (1964) juga menyebut penyesuaian diri
(adjustment) sebagai : “A process
involving both mental and behavioral responses, by which an individual strives
to cope successfully with inner needs, tensions, frustration and conflicts, and
to effect a degree of harmony between these innder demands and those imposed on
him by the objective world in which be lives”.
Jadi, penyesuaian diri pada prinsipnya adalah suatu
proses yang mencakup respons mental dan tingkah laku, dengan mana individu
berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya.
Menurut Voleman (1971), berfungsinya self
system pada seseorang melibatkan asumsi-asumsi yang dibuat sendiri oleh
individu yang bersangkutan. Asumsi-asumsi tersebut meliputi :
1
Reality
assumption, yaitu pandangan individu mengenai dirinya sendiri, apa yang
dipikirkannya, siapa dirinya dan apa sebenarnya sifat-sifat dari lingkungannya.
2
Possibility assumption, yaitu pandangan individu mengenai hal-hal yang mungkin
tentang perubahan-perubahan, tentang kesempatan pengembangan diri dan
hubungannya dengan lingkungan sosialnya.
3
Value assumption, yaitu pandangan individu tentang baik dan buruk, salah dan benar,
tentang yang diakui dan yang tidak diakui.
Perbedaan
individu ini menyebabkan konsep penyesuaian diri menjadi relatif sifatnya, sehingga tidak dapat
dibuat suatu pilihan cara-cara dalam menghadapi stress tertentu secara pasti.
Menurut Schneider (1964), penyesuaian diri itu dikatakan realif karena :
a.
Penyesuaian diri
dirumuskan dan dievaluasi dalam pengertian kemauan seseorang untuk mengubah
atau untuk mengatasi tuntutan yang mengganggunya. Kemampuan ini berubah-ubah
sesuai dengan nilai-nilai kepribadian dan tahap perkembangannya.
b.
Kualitas dari
penyesuaian diri berubah-ubah terhadap beberapa hal yang berhubungan dengan
masyarakat dan kebudayaan.
c.
Adanya variasi
tertentu pada individu.
Aspek-aspek
dan Faktor-faktor Penyesuaian Diri
·
Aspek-aspek Penyesuaian Diri.
Penyesuain diri yang baik berkatitan erat
dengan kepribadian yang sehat. Sebab, sebaggaimana dikemukakan olrh Lazarus, “… personality and adjustment are totality
interrelated subjects of study. The are two sides of the same coin. It is
really impossible to speak of one without the other .
Mengacu pada beberapa konsep tentang
sehatnya kepribadian individu yang diajukan oleh beberapa ahli, seperti
kepribadian normal (Cole, 1953), kepribadian produktif (Fromm dan Gilmore,
1974), dan psiko-higiene (Sikun Pribadi, 1971), maka secara garis besarnya
penyesuaian diri yang sehat dapat dilihat dari empat aspek kepribadian, yaitu :
1). Kematangan emosional mencakup aspek-aspek :
a.
Kemantapan
suasana kehidupan emosional.
b.
Kemantapan
suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain.
c.
Kemampuan untuk
santai, gembira dan menyatakan kejengkelan.
d.
Sikap dan
perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri.
2). Kematangan intelektual mencakup aspek-aspek :
a.
Kemampuan
mencapai wawasan diri sendiri.
b.
Kemampuan
memahami orang lain dan keragamannya.
c.
Kemampuan
mengambil keputusan.
d.
Keterbukaan dalam
mengenal lingkungan.
3). Kematangan sosial mencakup aspek-aspek :
a.
Keterlibatan
dalam partisipasi sosial.
b.
Kesediaan kerja
sama.
c.
Kemampuan
kepemimpinan.
d.
Sikap toleransi.
e.
Keakraban dalam
pergaulan.
4). Tanggung jawab mencakup aspek-aspek :
a.
Sikap produktif
dalam mengembangkan diri.
b.
Melakukan
perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel.
c.
Sikap altruisme,
empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal.
d.
Kesadaran akan
etika dan hidup jujur.
e.
Melihat perilaku
dari segi konsekuensi atas dasar sistem nilai.
f.
Kemampuan
bertindak independen.
·
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
Faktor-faktor
yang mempengaruhi penyesuaian diri dapat dilihat dari konsep psikogenik dan
sosiopsikogenik. Psikogenik memandang bahwa penyesuaian diri dipengaruhi oleh
riwayat kehidupan sosial individu, terutama pengalaman khusus yang membantu
perkembangan psikologis. Pengalaman khusus ini lebih banyak berkaitan dengan
latar belakang kehidupan keluarga, terutama menyangkut aspek-aspek :
1.
Hubungan
orangtua-anak, yang merujuk pada iklim hubungan sosial dalam keluarga, apakah
hubungan tersebut bersifat demokratis atau otoriter yang mencakup :
a.
Penerimaan-penolakan
orangtua terhadap anak.
b.
Perlindungan dan
kebebasan yang diberikan kepada anak.
c.
Sikap
dominatif-integratif (permisif atau sharing).
d.
Pengembangan
sikap mandiri-ketergantungan.
2.
Iklim intelektual
keluarga, yang merujuk pada sejauhmana iklim keluarga memberikan kemudahan bagi
perkembangan intelektual anak, pengembangan berpikir logis atau irrasional,
yang mencakup :
a.
Kesempatan untuk
berdialog logis, tukar pendapat dan gagasan.
b.
Kegemaran membaca
dan minat kultural.
c.
Pengembangan
kemampuan memecahkan masalah.
d.
Pengembangan
hobi.
e.
Perhatian
orangtua terhadap kegiatan belajar anak.
3.
Iklim emosional
keluarga, yang merujuk pada sejauhmana stabilitas hubungan dan komunikasi di
dalam keluarga terjadi, yang mencakup :
a.
Intensitas
kehadiran orangtua dalam keluarga.
b.
Hubungan
persaudaraan dalam keluarga.
c.
Kehangatan
hubungan ayah-ibu.
Sementara
itu dilihat dari konsep sosiopsikogenik, penyesuaian diri dipengaruhi oleh
faktor iklim lembaga sosial di mana individu terlibat di dalamnya. Faktor
sosiopsikogenik yan gdominan mempengaruhi penyesuaian diri adalah sekolah, yang
mencakup :
1.
Hubungan
guru-siswa, yang merujuk pada iklim hubungan sosial dalam sekolah, apakah
hubungan tersebut bersifat demokratis atau otoriter, yang mencakup :
a.
Penerimaan-penolakan
guru terhadap siswa.
b.
Sikap dominatif
(otoriter, kaku, banyak tuntutan) atau integratif (permisif, sharing, menghargai dan mengenal
perbedaan individu).
c.
Hubungan yang
bebas ketegangan atau penuh ketegangan.
2
Iklim intelektual
sekolah, yang merujuk pada sejauh mana perlakuan guru terhadap siswa dalam
memberikan kemudahan bagi perkembangan intelektual siswa sehingga tumbuh
perasaan kompeten, yang mencakup :
d.
Perhatian
terhadap perbedaan individual siswa.
e.
Intensitas
tugas-tugas belajar.
f.
Kecenderungan
untuk mandiri atau berkonformitas pada siswa.
g.
Sistem penilaian.
h.
Kegiatan
penilaian.
i.
Kegiatan
ekstrakurikuler.
j.
Pengembangan
inisiatif siswa.
BAB 12
Perkembangan
Hubungan Interpersonal Peserta Didik
Hubungan Antara Anak Usia Sekolah dan Remaja Dengan Keluarga
Hubungan interpersonal dapat diartikan
sebagai hubungan antar pribadi. Peserta didik sebagai pribadi yang unik adalah
makhluk individu, sekaligus makhluk social.
Karakteristik Hubungan Anak Usia Sekolah Dengan Keluarga
Masa usia sekolah dipandang sebagai masa
untuk pertama kalinya anak memulai kehidupan sosial mereka yang sesungguhnya.
Sekalipun tidak lagi menjadi subjek tunggal dalam pergaulan anak, orang tua
tetap menjadi bagian penting dalam proses ini, karena mereka yang menjadi figur
sentral dalam kehidupan anak. Untuk itu, orang tua harus menuntun anak untuk
menjadi bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas.
Hubungan orangtua dan anak akan
berkembang dengan baik apabila kedua pihak saling memupuk keterbukaan. Sesuai
dengan perkembangan kognitifnya yang semakin matang, maka pada usia sekolah,
anak secara berangsur-angsur lebih banyak mempelajari mengenai sikap-sikap dan
motivasi orangtuanya, serta memahami aturan-aturan keluarga, sehingga mereka
menjadi lebih mampu untuk mengendalikan tingkah lakunya.
Dalam hal ini, orangtua merasakan
pengontrolan dirinya terhadap tingkah laku anak mereka berkurang dari waktu ke
waktu dibandingkan pada tahun-tahun awal kehidupan mereka.
Karakteristik Hubungan Remaja Dengan Keluarga
Salah satu ciri yang menonjol dari remaja
yang mempengauhi relasinya dengan orangtua adalah perjuangan untuk memperoleh
otonomi, baik secara fisik dan psikologis. Secara optimal, remaja mengembangkan
pandangan-pandangan yang lebih matang dan realistis dari orangtua mereka.
Kesadaran bahwa mereka adalah seorang yang memiliki kemampuan, bakat, dan
pengetahuan tertentu, mereka memandang orangtua sebagai orang yang harus
dihormati, dan sekaligus sebagai orang yang dapat berbuat kesalahan.
Beberapa peneliti tentang perkembangan
anak remaja menyatakan bahwa pencapaian otonomi psikologis merupakan salah satu
tugas perkembangan yang penting dari masa remaja. Hasil penelitian Lamborn dan
Steinberg (1993) misalnya, menunjukkan bahwa perjuangan remaja untuk meraih
otonomi tampaknya berhasil dengan sangat baik dalam lingkungan keluarga yang
secara simultan memberikan dorongan dan kesempatan bagi remaja untuk memperoleh
kebebasan emosional. Sebaliknya, remaja yang tetap tergantung secara emosional
pada orangtuanya mungkin dirinya selalu merasa enak, mereka terlihat kurang
kompeten, kurang percaya diri, kurang berhasil dalam belajar dan bekerja
dibandingkan dengan remaja yang mencapai kebebasan emosional (Dacey &
Kenny, 1997).
Belakangan, para ahli perkembangan mulai
menjelajahi peran keterikatan yang aman (scure
attachment) dengan orangtua terhadap perkembangan remaja. Mereka yakin
bahwa keterikatan dengan orangtua pada masa remaja dapat membantu kompetensi
sosial dan kesejahteraan sosialnya, seperti tercermin dalam ciri-ciri: harga
diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan fisik.
Dengan perkataan lain, bahwa ketika
remaja menuntut otonomi, maka orangtua yang bijaksana harus melepaskan kendali
dalam bidang-bidang di mana remaja dapat mengambil keputusan-keputusan yang
masuk akal disamping terus memberikan bimbingan untuk mengambil
keputusan-keputusan yang masuk akal pada bidang-bidang di mana pengetahuan anak
remajanya masih terbatas.
Hubungan Antara Anak Usia Sekolah,
Remaja Dengan Teman Sebaya
Teman bisa memberikan ketenangan ketika mengalami kekhawatiran. Tidak jarang terjadi
seorang anak yg tadinya penakut berubah menjadi pemberani berkat teman
sebayanya.
Karakteristik Hubungan Anak Usia Sekolah Dengan Teman Sebaya
Barker dan Wright
(dalam Santrock, 1995) mencatat bahwa anak-anak usia 2 tahun menghabiskan 10%
dari waktu siangnya untuk berinteraksi dengan teman sebaya meningkat menjadi
20%. Sedangkan anak usia 7 tahun hingga 11 tahun meluangkan lebih dari 40% waktunya
untuk berinteraksi dengan teman sebaya.
Pembentukan kelompok
Interaksi teman sebaya dari kebanyakan
anak usia sekolah ini terjadi dalam grup atau kelompok, sehingga periode ini
sering disebut “usia kelompok”
Popularitas, penerimaan social, dan penolakan
Pada anak usia sekolah dasar mulai
terlihat adanya usaha untuk mengembangkan suatu penilaian terhadap orang lain
dengan berbagai cara.
Anak yang popular
Populeritas seorang anak ditentukan oleh
berbagai kualitas pribadi yang dimilikinya.
Persahabatan
Karakteristik
lain dari pola hubungan anak usia sekolah dengan teman sebayanya adalah
munculnya keinginan untuk menjalin hubungan pertemanan yg lebih akrab atau yang
dalam kajian psikologi perkembangan
disebut dengan istilah friendship(persahabatan).
Jadi persahabatan lebih dari sekedar pertemanan biasa,
Menurut McDevitt dan Ormrod (2002), setidaknya terdapat tiga
kualitas yang membedakan persahabatan dengan bentuk hubungan teman sebaya
lainnya, yaitu:
- They are voluntary relationships (adanya hubungan yang dibangun atas dasar sukarela).
- They are powered by shared routines and customs (hubungan persahabatan dibangun atas dasar kesamaan kebiasaan)
- They are reciprocal relationships (persahabatan dibangun atas dasar hubungan timbal balik).
Menurut Santrock
(1998), karakteristik yang paling umum dari persahabatan adalah keakraban
(intimacy) dan kesamaan (similiarity).
Intimacy dapat diartikan sebagai penyingkapan diri dan berbagai pemikiran pribadi. Karenda kedekatan ini, anak mau menghabiskan waktunya dengan sahabat dan mengekspresikan efek yang lebih positif terhadap sahabat dibandingkan dengan yang bukan sahabat (Hartub, 1989).Meskipun demikian, persahabatan memainkan peranan yg penting dalam perkembangan psikososial anak (rubin,1980), diantaranya:
Intimacy dapat diartikan sebagai penyingkapan diri dan berbagai pemikiran pribadi. Karenda kedekatan ini, anak mau menghabiskan waktunya dengan sahabat dan mengekspresikan efek yang lebih positif terhadap sahabat dibandingkan dengan yang bukan sahabat (Hartub, 1989).Meskipun demikian, persahabatan memainkan peranan yg penting dalam perkembangan psikososial anak (rubin,1980), diantaranya:
·
Sahabat memberi
kesempatan kepada anak untuk mempelajari ketrampilan tertentu.
·
Persahabatan anak
untuk membandingkan dirinya dengan individu lain.
·
Perdsahabatan
mendorong munculnya rasa memiliki terhadap kelompok.
Santrock (1998) menyebutkan enam fungsi penting persahabatan,
yaitu:
- Sebagai kawan (companionship)
- Sebagai pendorong (stimulation)
- Sebagai dukungan fisik (physical support)
- Sebagai dukungan ego (ego support)
- Sebagai perbandingan sosial (social comparison)
- Sebagai memberi
keakraban dan perhatian (intimacy/affection)
Hatherington dan Parke (1999), menggambarkan tiga tahap perkembangan gagasan anak tentang persahabatan, yaitu:
- Reward-cost stage (7-8 tahun). Pada tahap ini anak menyebutkan ciri-ciri sahabat sebagai teman yang menawarkan bantuan, melakukan kegiatan bersama-sama, bisa memberikan ide-ide, bisa bergabung dalam permainan, menawarkan judgement, dekat secara fisik, dan memiliki kesamaan demografis.
- Normative stage (10-11 tahun). Anak mengharapkan sahabatnya bisa menerima dan mengaguminya, setia dan memberikan komitmen terhadap persahabatan, serta mengekspresikan nilai dan sikap yang sama terhadap aturan-aturan dan sanksi.
- Emphatic stage (11-13 tahun). Anak mengharapkan kesungguhan dan potensi intimacy dari sahabat, mengharapkan sahabat untuk memahami dan terbuka terhadap dirinya, mau menerima pertolongannya, berbagi minat dan mempertahankan sikap dan nilai yang sama.
Karakteristik Hubungan Remaja Dengan Teman Sebaya
Perkembangan kehidupan sosial remaja juga
ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan
mereka. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau bergaul dengan teman-teman sebaya mereka.
Dalam suatu investigasi, ditemukan bahwa anak berhubungan dengan teman sebaya
10% dari waktunya setiap hari pada usia 2 tahun, 20% pada usia 4 tahun, dan
lebih dari 40% pada usia antara usia 7-11 tahun.
Menurut Bloss (1962), pembentukan remaja
erat kaitannya dengan perubahan aspek-aspek pengendalian psikologis yang
berhubungan dengan kecintaan pada diri sendiri dan munculnya phallic conflicts. Erikson (1968) memandang tren perkembangan ini dari
perspektif normative-life-crisis, di
mana teman memberikan feedback dan
informasi yang konstruktif tentang self-definition
dan penerimaan komitmen.
Secara lebih rinci ,
Kelly dan Hansen(1997) menyebutkan 6 fungsi positif
dari teman sebaya, yaitu:
1. Mengontrol impuls-impuls agresif.
2. Memperoleh dorongan emosional dan social serta menjadi
lebih independen.
3. Meningkatkan keterampilan –keterampilan
social,mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan
perasaan-perasaan dengan cara-cara yg lebih matang.
4. Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah
laku peran jenis kelamin.
5. Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai.
6. Meningkatkan harga diri(self-esteem).
Hubungan
Dengan Sekolah
Pengalaman
masuk sekolah saat pertama mereka menyesuaikan diri dalam pola kelompok, diatur
oleh guru sekolah merupakan lingkungan artificial yang sengaja dibentuk guna
mendidik dan membina generasi muda kearah tujuan tertentu, terutama untuk
membekali anak dengan pengetahuan dan kecakapan hidiup (life skill) yang
dibutuhkan dikemudian hari. Guru masih memberi peran sentral dalam kehidupan
anak dan remaja, yang sangat sering menentukan bagaimana mereka merasakan
berada di sekolah dan bagaimana mereka merasakan diri.
Guru
masih mengambil suatu peran sentral dalam kehidupan anak dan remaja, yang
sering sangat menentukan bagaimana mereka merasakan berada di sekolah dan
bagaimana mereka merasakan diri mereka.
Mereka
memahami bagaimana melakukan selingan antara belajar dengan bermain menghargai
kemampuan-kemampuan khusus murid, mengetahui menciptakan suatu setting dimana
anak-anak memandang diri mereka secara positif.
BAB 13
Perkembangan
Tingkah Laku Prososial Peserta Didik
Pengertian
Tingkah Laku Prososial
Eisenberg
dan Fabes ( 1998 ), misalnya, secara sederhana mendefinisikan tingkah laku
prososial sebagai “ voluntary behavior
intended to benefit another ”. Menurut Baron Byrne ( 199 ) tingkah laku
prososial adalah tindakan menolong orang lain.
Sementara itu Sears, dkk. ( 1992 ) ,mendefinisikan
tingkah laku prososial sebagai tingkah laku yang menguntungkan orang lain. Hal
ini dipertegas pula oleh Rushton ( dalam Sears, dkk. 1992 )
bahwa tingkah laku prososial berkisar dari tindakan
altruisme yang tidak mementingkan diri sendiri atau tanpa pamrih sampai
tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan diri sendiri.
Adapun pengertian tingkah laku prososial menurut Sri
Utari Pidada ( 1994 ) adalah suatu tingkah laku yang mempunyai satu akibat atau
konsekuensi positif bagi si partner interaksi. Hampir senada dengan pendapat
sebelumnya, Janusz Reskowski ( dalam Einsenberg, 1982 ) juga menjelaskan bahwa
istilah tingkah laku prososial mencakup sejumlah fenomena yang luas.
Brigham, ( 1991 ) mengungkapkan bahwa wujud tingkah
laku prososial meliputi : altruism, murah hati
( charity ), persahabatan (
friendship ), kerja sama (
cooperation ), menolong ( helping ),
penyelamatan
( rescuing), pertolongan darurat oleh orang yang terdekat (
bystander intervention ), pengorbanan (
sacrificing), berbagi/memberi (
sharing ).
Demikian juga Bar-Tal ( 1976 ) mendefinisikan tingkah
laku prososial sebagai tingkah laku yang dilakukan secara sukareka
mneguntungkan oran lain tanpa antisipasi reward eksternal, dan tingkah laku
tersebut dilakukan tidak untuk dirinya sendiri, meliputi helping/aiding, sharing, dan donating.
Selanjutnya
Lead ( dalam Staub, 1978 ) menyatakan ada tiga kriteria yang menentukan tingkah
laku altruistic, yaitu :
·
Tindakan yang
bertujuan khusus menguntungkan orang lain tanpa mengharapkan rewards eksternal.
·
Tindakan yang
dilakukan dengan sukarela.
·
Tindakan yang
menghasilkan sesuatu yang baik.
Tingkah laku prososial menyangkut intensi, value, empati, proses internal dan
karakteristik individual yang dapat mengantarai suatu tindakan. Fokus utamanya
adalah tindakan, karena hal ini signifikan untuk individu dan kelompok sosial.
Menurut Staub ( 1978 ) tingkah laku prososial adalah tindakan sukarela dengan
mengambil tanggung jawab menyejahterakan orang lain.
Dari beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa
tingkah laku prososial adalah tingkah laku sosial positif yang menguntungkan atau
membuat kondisi fisik atau psikis orang lain lebih baik, yang dilakukan atas
dasar sukarela tanpa mengharapkan rewards eksternal.
Sumber
Tingkah Laku Prososial
Mengenai sumber-sumber tingkah laku prososial,
karylowski (dalam Derlega & Grzelak,1982) membagi menjadi 2 bagian, yaitu:
Endosentris.
Salah satu sumber tingkah laku
prososial adalah berasal dari dalam diri seseorang yg disebut sebagai sumber
endosentris. Sumber endosentris adalah keinginan untuk mengubah diri, yaitu
memajukan self-image. Keinginan
mengubah diri tersebut sebagai suatu cara meningkatkan self-image positif yg berfokus kepada aspek self-moral. Secara keseluruhan endosentris in meningkatkan konsep
diri (self-consept). Salah satu bentuk self-consept
adalah self-expectations (harapan diri).
Self-expectations menjelma kedalam
bentuk-bentuk: rasa bahagia, kebanggaan, rasa man, evaluasi, diri yang positif.
Self-expectations timbul karena
seseorang hidup dilingkungan social, dimana dalam kehidupan social terdapat
norma-norma dan nilai.
Norma-norma
social yang diinternalisasi ke dalam self-expectations
terdiri atas.
a.
Norm of aiding
A.Norm of social responsibility
B.Norm of giving
2. Norm of justice
A. Norm of
equity
B. Norm of
reciprocity.
Eksosentris. Sumber
eksosentris adalah sumber untuk memperhatikan dunia eksternal,yaitu memajukan,
membuat kondisi lebih baik dan menolong orang lain dari kondisi buruk yang
dialami. Konsep dasar memajukan orang lain adalah karena adanya:
1.Kesadarn
bahwa orang membutuhkan bantuan (pencapaian tujuan bervalensi positif)
2.Actor
dan orang yang membutuhkan bantuan
dihubungkan oleh hubungan social yang”memajukan”, misalnya actor harus berpikir
sebagai “kita” terhadap orang yg membutuhkan pertolongan, bukan berpikir
sebagai “mereka”.
Perkembangan
Tingkah Laku Prososial
Tingkah laku prososial ini
merupan suatu tingkah laku sosial positif yang bersifat spontanmaupun direncanakan dengan tujuan memberikan
bantuan dan pertolongan pada oranglain tanpa paksaan dan juaga
mengharapkan balasan (reward).
Perkembanagan tingkah laku prsosial ini memiliki enam tahapan yaitu:
1.Compliance &Concrete, Defined Reinsforcement.Pada tahapan ini,
individu melakukan tindakan menolong karenakan permintaanatau jaga karena perintah yang disertai dahulu dengan reward atau punishment.Contohnya; Seoarang ibu meminta tolong
kepada anak -anaknya untuk menyapu halamanrumah, maka setelah itu sang anak
diberikan kue.
2.Compliance. Pada tahap ini, individu mewlakukan tindakan menolong
karena tunduk padaototritas, sedangkan ia sendiri tidak berinisitaif
melakukannya.
3.Internal Initiative &Concrete Reward. Pada tahap ini, individu menolong karena tergantung
pada penerimaan reward(hadiah) yang diterima.
4. Normative Behavior. Pada tahap ini, individu menolong orang lain untuk
memenuhi tuntutanmasyarakat karena ia
ingin menjadi orang baik dimata masyarakat. Selain itu, tindakansipenolong
dipengaruhi oleh norma-norma sosial yang ada didalam masyarakat.
5.Generalized Reciprocity.Pada tahap ini, tingkah laku menolong
didasari atas prinsip-prinsip universal dan pertukaran,
yakni seseorang memberikan pertolongan karena dia percaya ketika jugamembutuhkan
pertolongan maka akan mendapatkan pertolongan.
6.Altruistic Behavior. Pada
tahap ini, individu melakukan tindakan menolong secara suka rela, tapamengharapkan
hadiah dan balasan.Dari penjelasan diatas
jadi tahapan tahapan ini sebenarnya tergantung pada niatseseorang dalam memberikan pertolongan pada orang
lain. Apakah itu karena permintaan,
perintah atau karena menghapkan balasannya dan juga sudah kebiasaannyamenolong
orang lain.
keputusan tingkah laku prososial
Tingkah laku prososial (prosocial
behavior ) adalah suatu tindakan menolong yangmenguntungkan orang lain
tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung padaorang yang melakukan
tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu risiko bagi orang
yang menolong.Istilah altruisme (altruism) kadang-kadang digunakan secara
bergantian dengantingkah laku prososial, tetapi altruisme yang sejati adalah
tingkah laku yang merefleksikan pertimbangan untuk tidak memetingkan diri
sendiri demi kebaikan oranglain.
Dalam membuat keputusan apakah seseorang
akan menolong atau tidak sangat dipengaruhi oleh banyak factor. Pertama, factor
dalam diri manusia. Misalnya kepribadian,kemampuan,moral,kognitif,dan
empati.Kedua, factor yang ada diluar diri manusia misalnya kehadiran orang lain
, norma – norma , dan situasi tempat kejadian.Hasil studi penulisan
empiris menunjukkan bahwa sulit sekali membedakan antara tekanan eksternal dan
internal dalam membuat keputusan tingkah laku propososial.Peneliti tidak dapat
memverifikasi (menunjukkan dengan sesungguhnya) perasaan dan pikiran yang
dialami oleh subyek.
Maka proporsi yang menyebutkan adanya
rewards eksternal atau internal atau mungkin non rewards bersifat teoritis
(bar-tal, 1976).Menurut Bar Tal (1976, hal.4)
tingkah laku prososial adalah tingkah laku yangdilakukan secara sukarela dan menguntungkan orang lain tanpa antisipasi
rewardseksternal, yang meliputi menolong, membantu, membagi, dan
menyumbang. Ini bisa mulai dari bentuk yang
paling sederhanaseperti sekedar
memberi perhatian hingga yang paling hebat.
Misalnya, mengorbankandiri demi orang lain. Pendapat
tersebut menunjukkan bahwa intensitas tingkah laku prososial berbed-beda, ada yang tinggi dan ada
yang rendah.Menurut Bar Tal (1976:52) dalam
proses pengambilan keputusan untuk melakukantingkah laku prososial,
orang harus mengetahui bahwa ada seseorang yang membutuhkan bantuan. Selanjutnya, penolong mungkin
menentukan apakah akan dibantu atau tidak,dan bagaimana cara memberi
bantuan tersebut. Keputusan tersebut juga bergantung padadua pertimbangan. Pertama, penolong mungkin
menunjukkan rasa tanggung jawabterhadap
orang yang memerlukan bantuan, yang kedua, penolong menganalisis berapa besar
reward yang diterima setelah memberikan pertolongan.Perilaku prososial memiliki
beberapa aspek yaitu :
A).Berbagi,
taitu kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain dalam suasana suka maupun duka. B).Menolong
yaitu kesediaan menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan.Menolong meliputi membantu orang lain atau
menawarkan sesuatu ayngmenunjang berlangsungnya kegiatan orang lain. C).Berderma, yaitu kesediaan untuk memberikan
secara sukarela sebagian barangmiliknya kepada orang yang membutuhkan.
D).Kerjasama,
yaitu merupakan kesediaan untuk memberikan kerja sama denganorang lain demi terciptanya
suatu tujuan. Kerjasama ini biasanya salingmenguntungkan,
saling memberi, dan saling menolong.
E).Jujur,
yaitu kesediaan untuk berkata jujur dan tidak berbuat curang terhadap oranglain.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Perkembangan Tingkah Laku Prososial
perkembangan tingkah laku
prososial.
Factor-factor yang mempengaruhi
prilaku Prososial ini menurut Para ahli, antara lain:
A).Menurut
Staub (Daya Kisni & Hudaniah, 2006) terdapat beberapa factor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial,
yaitu:
* Self-Gain adalah harapan seseorang untuk memperoleh atau
menghindari kehilangansesuatau, misalnya: ingin mendapatkan pengakuan,
pujian atau takut dikucilkan.
* Personal Values and Norms adanya nilai-nilai dan norma sosial yang di
amalkan atau diterapkan olehindividu selama proses sosialisasi yang meliputi,
norma memberi dan normatanggung jawab.
* Emphty adalah kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman
orang lain.
B).Menurut Faturocman (2006) Factor-faktornya adalah sbb:
* Situasi Sosial adanya korelasi negative antara pemberian pertolongan dengan jumlah pemerhati,
makin banyak orang yang melihat suatu kejadian yang memerlikan pertolongan maka makin kecil
munculnya dorongan untuk menolong.
* Biaya menolong dengan keputusan membrikan pretolongan
berarti akan ada cost tertentu yangdikeluarkan untuk menolong.
* Karakteristik
orang-orang terlibat Makin banyak kesamaan antara sipenolong dengan yang
ditolong, maka makin besar pula peluang untuk munculnya pemberian
pertolongan.
* Mediator
internal mood ada kecenderungan bahwa orang yang baru melihat atau mengalami
kesediahanlebih sedikit memberi bantuan dari pada orang yang baru melihat atau
mengalami hal-hal yang menyenagkan, tergantung perasaan(situasi dan
kondisi)individu.
* Latar Belakang
Kepribadian Individu -Individu yang mempunyai orientasi sosial yang tinggi
cendrung lebih mudah memberi pertolongan, demikian juga orang yang memiliki
tanggung jawab social yang tinggi
Implikasi Perkembangan Tingkah Laku
Prososial Terhadap Pendidikan
Sekolah merupakan tempat yang penting dan
mendukung dalam mengembangkanketerampilan
sosial yaitu bagi peserta didik.Berikut ini ada beberapa srategi yang dapat
digunakan oleh seorang guru dalam upayamembantu
dan mendorong peserta didik dalam memperoleh dan mewujudkan tingkahlaku
interpersonal yang efektif, yaitu:
a).Mengajarkan keterampilan
sosisial dan strategi pemecahan masalah socialyaitu melalui intruksi verbal
serta dorongan-dorongan dan tingkah laku pemodelan.
b).Menggunakan Strategi
Pembelajaran Kooperatif mengarahkan
dan mengajarkan kepada siswa bagaimana cara memberi pertolongan ,mencari pertolongan dan
keterampilan dalm resolusi konflik serta pemahaman tentang
keadilan.
c).Memberikan Label Prilaku
Yang PantasMeningkatkan kesadaran siswa
terhadap efektifitas ketereampilan sosial denganmengidentifikasi dan
membri pujian atas tindakan-tindakannya itu.
d).Meminta siswa untuk memikirkan
dampak dari prilaku yang dimiliki.Bagimana siswa mampu memikirkan konsekuensi
serta manfaat dari setiap tindakanyang dilakukannya.
e).Mengembagkan Program Mediasi
Teman Sebaya.Bagaimana siswa melakukan
intervensi terhadap perselisishan interpersonal yangterjadi dalam kelas
secara efektif dan baik.
BAB 14
Perkembangan
Moral dan Spiritual Peserta Didik
Perkembangan
Moral
Perkembangan
moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain
(santrock,1995). Anak –anak ketika dilahirkan tidak memiliki
moral(imoral).tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap
dikembangkan.
Teori
Psikoanalisa Tentang Perkembangan Moral
Dalam
menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagian struktur
kepribadian manusia atas tiga,yaitu id, ego, superego. Id adalah struktur
kepribadian yg terdiri atas aspek bioogis yang irasional dan tidak disadari.
Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis, yaitu
subsistem ego yg rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas.
Superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek social yg
berisikan system nilai dan moral, yang benar-benar memperhitungkan “benar” atau
“salahnya” sesuatu.
·
Teori Belajar-Sosial
Tentang Perkembangan Moral
Teori belajar social melihat tingkah laku
moral sebagai respons atas stimulus. Dalam hal ini, proses-proses
penguatan,penghukuman, dan peniruan digunakan untuk menjelaskan perilaku moral
ank-anak.
·
Teori Kognitif Piaget Tentang Perkembangan Moral
Teori Kognitif Piaget mengenai
pengembangan moral melibatkan prinsip-prinsip dan proses-proses yg sama dengan
pertumbuhan kognitif yang ditemui dalm teorinya tentang perkembangan intelektual.
Bagi piaget, perkembangan moral digambarkan melalui aturan permainan. Karena
itu, hakikat moralitas adalh kecenderungan untuk menerima dan menaati system
peraturan.
Piaget menyimpulkan bahwa pemikiran
anak-anak tentang moralitas dapat dibedakan atas 2 tahap,yaitu tahap
heterenomous morality dan autonomous morality.
Heterenomous morality atau morality of
constraint ialah tahap perkembangan moral yg terjadi pada anak usia kira-kira
6-9 tahun. Anak-anak pada masa ini yakin akan keadilan ammanem,yaitu konsep
bahwa suatu aturan dilanggar, hukuman akan segera dijatuhkan.
Autonomous morality atau morality of
cooperation ialah tahap perkembangan moral yg terjadi pada anak-anak usia
kira-kira 9-12 tahun. Pada tahap ini anak mulai sadar bahwa aturan-aturan dan
hukum-hukum merupakan ciptaan manusia dan dalam menerapkan suatu hukuman atas
suatu tindakan harus mempertimbangkan maksud pelaku serta akibat-akibatnya.
·
Teori Kohlberg Tentang Perkembangan Moral
Teori
Kohlberg tentang perkembangan moral merupakan perluas, modifikasi, dan redefeni
atas teori piaget. Berdasarkan pertimbangan yang diberikan atas pertanyaan
kasus dilematis yang dihadapi seseorang, Kohlberg mengklasifikasikan
perkembangan moral atas tiga tingkatan (level), yang kemudian dibagi lagi
menjadi enam tahp (stage). Kohlberg setuju dengan piaget yg menjelaskan bahwa
sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yg diperoleh dari
pengalaman.
Hal penting
lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk
mengungkapkan moral yg hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan
tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata.
PENALARAN
MORAL
Moral
merupakan suatu kebutuhan penting bagi remaja, terutama sebagai pedoman
menemukan identitas dirinya, mengembangkan hubungan personal yg harmonis, dan
menghindari konflik-konflik peran yg terjadi dalam masa
PERKEMBANGAN SPIRITUALITAS
Pengertian Spiritual
Kata spiritualitas berasal dari bahasa
inggris yaitu “spirituality”, kata dasarnya “spirit” yang berarti: “roh, jiwa,
semangat”. Kata spirit sendiri berasal dari kata latin “spiritus” yang berarti:
“luas atau dalam (breath),keteguhan hati atau keyakinan (courage), energy atau
semangat (vigor), dan kehidupan. Kata sifat spiritual berasal dari kata latin
spiritualis yang berarti “of the spirit” (kerohanian).
Menurut aliah B.Purwakania Hasan,
spiritualis memiliki ruang lingkup dan makna pribadi yang luas, hanya saja,
spiritualis mungkin dapat dimengerti dengan membahas kata kunci yg sering
muncul ketika orang-orang menggambarkan arti spiritualis bagi mereka. Dengan
mengutip hasil penilitian Martsolf dan Mickley, Aliah B.Purwakania Hasan
menyebutkan beberapa kata kunci yang bias sipertimbangkan, yaitu:
Ø
Meaning (makna)
makna merupakan sesuatu yg signifikan dalam kehidupan manusia, merasakan
situasi, memiliki dan mengarah pada suatu tujuan.
Ø
Values
(nilai-nilai) Nilai-nilai adalah kepercayaan, standart dan etika yang dihargai.
Ø
Transcendence
(transedensi) bersambung adalah meningkatkan kesadaran terhadap hubungan dengan
diri sendiri,orang lain, tuhan dan alam.
Ø
Becoming
(menjadi). Menjadi adalah membuka kehidupan yg menuntut refleksi dan
pengalaman, termasuk siapa seseorang dan bagaimana seseorang mengetahui.
Ø
Spiritualitas dan Religiusitas
Untuk lebih memahami pengertian tentang
spiritualitas, perlu juga diuraikan tentang hubungannya dengan religiusitas,
ini adalah penting karena belakangan berkembang paham yg menganggap
spiritualitas lebih penting dari agama. Agama memang tidak mudah untuk
didefinisikan secara tepat, karena agama mengambil bentuk bermacam-macam
diantara suku-suku dan bangsa-bangsa di dunia ini. Spiritualitas kehidupan
adalah inti keberadaan dari kehidupan.
Wacana Spiritual Dalam Psikologi Kontemporer
Dalam dua decade belakangan ini isu-isu
seputar spiritualitas banyak mendapat perhatian dalam study-study sains social.
Menurut Ingersoll (2004), dalam literature
terapeutik masalah spiritualitas cenderung diabaikan.sedidaknya terdapat dua
alasn mengapa spiritualitas kurang mendapat perhatian dalam kajian-kajian
psikologi umumnya, yaitu: Pertama’ sebagaimana dinyatakan oleh shafranske dan
gorsuch (1984), relative kurangnya perhatian terhadap studi tentang spiritual
dalam psikologi mungkin dapat di acak pada akar historis profesi tersebut yg
berusaha memisahkan diri dari disiplin filosofis non-empirik. Kedua’ dalam
hubungan dengan praktek klinis, diskusi tentang spiritualitas yang terjadi
dalam konseling sering berhadapan dengan kenyataan bahwa kerangka acuan yang
digunakan therapist sering bertentangan dengan apa yang dialami oleh klien.
Spiritual Dalam Psikologi Humanistik
Psikologis humanistic muncul pada
pertengahan abad ke-20 sebagai reaksi terhadap teori psikodinamika dan
behavioristik. Keduanya dianggap telah mereduksi manusia sebagai mesin atau
makhluk rendah. Teori ini menyiratkan penolakan terhadap pendapat bahwa tingkah
laku manusia semata-mata ditentukan oleh factor diluar dirinya.
Berbeda dengan psikoanalisis yang
memandang buruk hakikat manusia dan psikologi behavior yang memandang netral,
psikologi humanistic berasumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki
potensi-potensi yang baik, minimal lebih banyak baiknya daripada buruknya.
Spiritual Dalam Psikologi Transpersonal
Psikologi transpersonal sebenarnya merupakan
kelanjutan atau lebih tepatnya pengembangan dari psikologi humanistic.
Psikologi transpersonal, seperti halnya psikologi humanistik, menaruh perhatian
pada dimensi spiritual manusia yg ternyata mengandung berbagai potensi dan
kemampuan luar biasa yang sejauh ini terabaikan dari telaah psikologi
kontemporer.
Dimensi-dimensi Spiritual
Meskipun para peneliti tentang spiritual
yang sehat mencatat bahwa spiritual harus dipahami dalam multidimensional,
namun Ingersoll (1994). Menggambarkan spiritualitas dalam tujuh dimensi yaitu
makna (meaning), konsep tentang ketuhanan (conception of divinity), hubungan
(relationship), misteri (mistery), pengalaman (experience), perbuatan atau
permainan (play), dan antegrasi (integration).
Meaning
–meaning atau makna merupakan dimensi terpenting dari spiritualitas.
·
Conception of
divinity. Dimensi kedua dari spiritualitas adalah konsep tentang ketuhanan.
·
Relationship.
Dimensi spiritualitas yang ketiga adalh dimensi hubungan.
·
Mistery. Misteri
juga merupakan salah satu dimensi spiritualitas yang terpenting.
·
Experience.
Disamping konsep tentang tak terbatas, kesadaran tentang makna, dinamika
hubungan dan dimensi misteri, terdapat kebutuhan untuk menjelaskan bagaimana
semua ini dimanifestasikan dalam pengalaman (experience) individual.
·
Dimentional integration. keEnam dimensi
spiritual yang telah dijelaskan diatas,sebenarnya tidak berdiri sendiri,
melainkan saling berintegrasi dan merupakan satu kesatuan yang tidak
terpisahkan.
Karakteristik
Perkembangan Spiritual Peserta Didik
Dalam studi
perkembangan, tema tentang spiritualitas tidak banyak dibahas oleh para ahli
psikologi. Dalam uraian akan dikemukakan perkembangan spiritualitas yang
diajukan oleh james.w.fowler:
·
Teori Perkembangan Spiritual Fowler
Dewasa ini
salah satu teori tentang perkembangan spiritualitas dan kepercayaan yg banyak
dijadikan acuan dalam mempelajari perkembangan kehidupan spiritual atau agama
manusia adalah stages of faith development dari james fowler. Fowler adalah
perintis teori mengenai tahap perkembangan kepercayaan, yang dimaksudkan untuk
menunjukkan penelitian empiris dan refleksi teoritis yang sementara ini diakui
secara internasional sebagai psikolog agama yang sangat penting (cremers,1995).
Konsep
tentang spiritualitas dan kepercayaan yang digunakan fowler merujuk pada apa
yang dikemukakan oleh Wilfred cantwell smith, bahwa kepercayaan eksistensial
merupakan kualitas pribadi, yaitu suatu orientasi kepribadian seseorang yang
menanggapi nilai dan kekuasaan tersenden, orientasi terhadap dirinya, sesamanya
dan alam semesta yang dilihat dan dipahami lewat bentuk-bentuk tradisi
kumulatif.
Karakteristik Perkembangan Spiritual
Anak Usia Sekolah
Tahap mythic-literal
faith, yang dimulai usia 7-11 tahun. Menurut Fowler dalam desmita
(2009:281), berpendapat bahwa tahap ini, sesuai dengan tahap perkembangan
kognitifnya, anak mulai berfikir secara logis dan mengatur dunia dengan
katagori-katagori baru. Pada tahap ini anak secara sistematis mulai mengambil
makna dari tradisi masyarakatnya, dan secara khusus menemukan koherensi serta
makna pada bentuk-bentuk naratif.
Sebagai anak yang tengah berada dalam tahap pemikiran operasional
konkret, maka anak usia sekolah dasar akan memahami segala sesuatu yang abstrak
dengan interpretasi secara konkret. Hal ini juga berpengaruh terhadap pemahaman
mengenai konsep-konsep keagamaan. Dengan demikian, gagasan-gagasan keagamaan
yang bersifat abstrak yang tadinya dipahami secara konkret, seperti tuhan itu
satu,tuhan itu amat dekat, tuhan ada di mana-mana, mulai dapat di pahami secara
abstrak.
·
Karakteristik Perkembangan Spiritual Remaja
Dibandingkan dengan
masa awal anak-anak misalnya keyakinan agama remaja telah mengalami
perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada awal masa anak-anak ketika mereka
baru memiliki kemampuan berfikir simbolik Tuhan dibayangkan sebagai person yang
berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah
konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman
terhadap keyakinan agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
Oleh sebab itu,
meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua
mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam
perkembangan kognitifnya. Mungkin mereka mempertanyakan tentang kebenaran
keyakinan agama mereka sendiri. Menurut Muhammad Idrus dalam Desmita
(2009:283), pola kepercayaan yang dibangun remaja bersifat konvensional, sebab
secara kognitif, efektif dan sosial, remaja mulai menyesuaikan diri dengan
orang lain yang berarti baginya (significant others) dan dengan
mayoritas lainya.
Implikasi Perkembangan Moral dan
Spiritual Terhadap Pendidikan
Untuk mengembangkan moral dan spiritual,
pendidikan sekolah formal yang di tuntut untuk membantu peserta didik dalam
mengembangkan moral dan spiritual mereka, sehingga mereka dapat menjadi manusia
yang moralis dan religious.Sejatinya pendidikan tidak boleh menghasilkan
manusia bermental benalu dalam masyarakat, yakni lulusan pendidikan formal yang
hanya menggantungkan hidup pada pekerjaan formal semata. Pendidikan selayaknya
menanamkan kemandirian, kerja keras dan kreatifitas yang dapat membekali
manusianya agar bisa survive dan berguna dalam masyarakat (Elmubarok,2008:30).
Strategi yang mungkin dilakukan guru di
sekolah dalam membantu perkembangan moral dan spiritual peserta didik yaitu
sebagai berikut.
a. Memberikan pendidikan moral dan
keagamaan melalui kurikulum tersembunyi, yakni menjadi sekolah sebagai atmosfer
moral dan agama secara keseluruhan.
b. Memberikan pendidikan moral secara
langsung, yakni pendidikan moral dengan pendidikan pada nilai dan juga sifat
selam jangka waktu tertentu atau menyatukan nilai-nilai dan sifat-sifat
tersebut ke dalam kurikulum.
c. Memberikan pendekatan moral
melalui pendekatan klarifikasi nilai, yaitu pendekatan pendidikan moral tidak
langsung yang berfokus pada upaya membantu siswa untuk memperoleh kejelasan
mengenai tujuan hidup mereka dan apa yang berharga untuk di cari.
d. Menjadikan wahana yang kondusif
bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak hanya sekedar bersifat
teoritis, tetapi penghayatan yang benar-benar dikontruksi dari pengalaman
keberagamaan.
e. Membantu peserta didik
mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual paranting,seperti:
1. Memupuk hubungan sadar anak dengan
tuhan melalui doa setiap hari.
2. Menanyakan kepada anak bagaimana
tuhan terlibat dalam aktivitasnya sehari-hari.
3. Memberikan kesadaran kepada anak
bahwa tuhan akan membimbing kita apabila kita meminta.
4. Menyuruh anak merenungkan bahwa
tuhan itu ada dalam jiwa mereka dengan cara menjelaskan bahwa mereka tidak
dapat melihat diri mereka tumbuh atau mendengar darah mereka mengalir, tetapi
tahu bahwa semua itu sungguh-sungguh terjadi sekalipun mereka tidak melihat
apapun (Desmita,2009:287).
BAB 15
HUBUNGAN
PSIKOLOGI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK DENGAN PEMBELAJARAN DI KELAS
Pengertian Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar untuk
menumbuhkembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan
pengajaran. Ada dua buah konsep kependidikan yang berkaitan dengan lainnya,
yaitu belajar ( learning ) dan pembelajaran ( intruction ). Konsep belajar
berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran berakar pada pihak
pendidik.
Dalam proses belajar mengajar (PBM) akan
terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Peserta didik adalah
seseorang atau sekelompok orang sebagai pencari, penerima pelajaran yang
dibutuhkannya, sedang pendidik adalah seseorang atau sekelompok orang yang
berprofesi sebagai pengolah kegiatan belajar mengajar dan seperangkat peranan
lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang
efektif.
Kegiatan belajar mengajar
melibatkan beberapa komponen, yaitu peserta didik, guru (pendidik), tujuan
pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar, media dan evaluasi. Tujuan
pembelajaran adalah perubahan prilaku dan tingkah laku yang positif dari
peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, seperti : perubahan
yang secara psikologis akan tampil dalam tingkah laku (over behaviour) yang
dapat diamati melalui alat indera oleh orang lain baik tutur katanya, motorik
dan gaya hidupnya.
Tujuan pembelajaran yang
diinginkan tentu yang optimal, untuk itu ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh pendidik, salah satu diantaranya yang menurut penulis penting
adalah metodologi mengajar.
Mengajar merupakan istilah
kunci yang hampir tak pernah luput dari pembahasan mengenai pendidikan karena
keeratan hubungan antara keduanya.
Metodologi mengajar dalam
dunia pendidikan perlu dimiliki oleh pendidik, karena keberhasilan Proses
Belajar Mengajar (PBM) bergantung pada cara/mengajar gurunya. Jika cara
mengajar gurunya enak menurut siswa, maka siswa akan tekun, rajin, antusias
menerima pelajaran yang diberikan, sehingga diharapkan akan terjadi perubahan
dan tingkah laku pada siswa baik tutur katanya, sopan santunnya, motorik dan
gaya hidupnya.
Metodologi mengajar banyak
ragamnya, kita sebagai pendidik tentu harus memiliki metode mengajar yang
beraneka ragam, agar dalam proses belajar mengajar tidak menggunakan hanya satu
metode saja, tetapi harus divariasikan, yaitu disesuaikan dengan tipe belajar
siswa dan kondisi serta situasi yang ada pada saat itu, sehingga tujuan
pengajaran yang telah dirumuskan oleh pendidik dapat terwujud/tercapai. Karena
begitu pentingnya metode mengajar dalam pembelajaran maka penulis tergugah
untuk menulis dan menguraikannya sehingga makalah ini penulis beri judul
"Metode Mengajar Berdasarkan Tipologi Belajar Siswa".
Menurut Winkel, Belajar adalah
semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan
pemahaman.
Menurut Ernest R. Hilgard
dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252) belajar
merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian
menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan
oleh lainnya.
Sedangkan Pengertian Belajar menurut Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning 1977, belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam
perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada
dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu.
Moh. Surya (1981:32), definisi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari
kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari
diri seseorang.
v Cronbach (1954) berpendapat : belajar dapat dilakukan
secara baik dengan jalan mengalami.
v Menurut Spears : dimana pengalaman itu dapat diperoleh
dengan mempergunakan panca indra.
v Robert. M. Gagne dalam bukunya : Belajar adalah
perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus
menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Gagne
berkeyakinan, bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor
dalam diri dan keduanya saling berinteraksi. Dalam teori psikologi konsep
belajar Gagne ini dinamakan perpaduan antara aliran behaviorisme dan aliran
instrumentalisme.
v Lester.D. Crow and Alice Crow mendefinisikan : Belajar
adalah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap-sikap.
v Hudgins Cs. (1982) berpendapat Hakekat belajar secara
tradisional belajar dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam tingkah
laku, yang mengakibatkan adanya pengalaman.
v Jung , (1968) mendefinisikan bahwa belajar adalah suatu
proses dimana tingkah laku dari suatu organisme dimodifikasi oleh pengalaman.
Dari beberapa pengertian belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian
belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang
sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar
dan sebelum belajar.
Dari definisi-definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang
dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya
berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan
pengalamannya.Oleh sebab itu apabila setelah belajar peserta didik tidak ada
perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru
serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dapat dikatakan bahwa
belajarnya belum sempurna.
Pada dasarnya prinsip belajar lebih dititikberatkan pada aktivitas peserta didik yang menjadi dasar proses pembelajaran baik dijenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah lanjutan Tingkat Atas (SLTA) maupun Tingkat Perguruan Tinggi.
Pada dasarnya prinsip belajar lebih dititikberatkan pada aktivitas peserta didik yang menjadi dasar proses pembelajaran baik dijenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah lanjutan Tingkat Atas (SLTA) maupun Tingkat Perguruan Tinggi.
v Pengertian Siswa / Peserta Didik
Ø (Seseorang yang terdaftar pada sebuah lembaga
pendidikan dan mengikuti suatu jalur studi).
Ø (Seorang peserta didik adalah seorang pria atau wanita
yang mengetahui cara membaca buku-buku).
Ø Peserta didik (siswa) adalah seseorang atau sekelompok
orang yang bertindak sebagai pelaku pencari, penerima dan penyimpan isi
pelajaran yang dibutuhkannya untuk mencapai tujuan (Aminuddin Rasyad, 2000 :
105).
v Pengertian Mengajar
Ø Arifin (1978) mendefinisikan bahwa mengajar adalah
" . suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar
dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu
".
Ø Tyson dan Caroll (1970) mengemukakan bahwa mengajar
ialah . a way working with students ... A process of interaction . the teacher
does something to student, the students do something in return. Dari definisi
itu tergambar bahwa mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan
timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan.
Ø Nasution (1986) berpendapat bahwa mengajar adalah
" . suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya
dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar".
Ø
Tardif (1989)
mendefinisikan, mengajar adalah . any action performed by an individual (the
teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the
learner), yang berarti mengajar adalah perbuatan yang dilakukan seseorang
(dalam hal ini pendidik) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain
(dalam hal ini peserta didik) melakukan kegiatan belajar.
Biggs (1991), seorang pakar
psikologi membagi konsep mengajar menjadi tiga macam pengertian yaitu :
Ø Pengertian Kuantitatif dimana mengajar diartikan
sebagai the transmission of knowledge, yakni penularan pengetahuan. Dalam hal ini
guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada
siswa dengan sebai-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggung
jawab pengajar.
Ø Pengertian institusional yaitu mengajar berarti . the
efficient orchestration of teaching skills, yakni penataan segala kemampuan
mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk selalu siap
mengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai
macam tipe belajar serta berbeda bakat , kemampuan dan kebutuhannya.
Ø Pengertian kualitatif dimana mengajar diartikan
sebagai the facilitation of learning, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan
belajar siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri.
Dari definisi-definisi mengajar dari para pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga terjadi proses belajar dan tujuan pengajaran tercapai.
v
Pengertian
Metodologi Mengajar
Dari definisi-definisi metodologi dan mengajar yang
telah diuraikan di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa pengertian
metodolgi mengajar adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan
aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan
peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga
proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai.
Agar tujuan pengajaran tercapai sesuai dengan yang telah dirumuskan oleh pendidik, maka perlu mengetahui, mempelajari beberapa metode mengajar, serta dipraktekkan pada saat mengajar.
·
Metode Mengajar
Beberapa metode
mengajar yang dapat divariasikan oleh pendidik diantaranya :
·
Metode Ceramah (Preaching
Method)
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan
menyampaikan informasi dan pengetahuan saecara lisan kepada sejumlah siswa yang
pada umumnya mengikuti secara pasif. Muhibbin Syah, (2000). Metode ceramah
dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk
menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur
atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa.
Beberapa kelemahan metode ceramah adalah :
Ø Membuat siswa pasif.
Ø Mengandung unsur paksaan kepada siswa
Ø Mengandung daya kritis siswa ( Daradjat, 1985)
Ø Anak didik yang lebih tanggap dari visi visual akan
menjadi rugi dan anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar
menerimanya.
Ø Sukar mengontrol sejauhmana pemerolehan belajar anak
didik.
Ø Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian
kata-kata).
Beberapa
kelebihan metode ceramah adalah :
Ø Guru mudah menguasai kelas.
Ø Guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar
Ø Dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar.
Ø Mudah dilaksanakan (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
·
Metode diskusi (
Discussion method )
Muhibbin Syah ( 2000 ), mendefinisikan bahwa metode
diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan
masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi
kelompok (group discussion) dan resitasi bersama ( socialized recitation ).
Metode diskusi
diaplikasikan dalam proses belajar mengajar untuk :
Ø Mendorong siswa berpikir kritis.
Ø Mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara
bebas.
Ø Mendorong siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk
memcahkan masalah bersama.
Ø Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa
alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdsarkan pertimbangan yang
seksama.
Kelebihan metode
diskusi sebagai berikut :
a). Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan
b). Menyadarkan ank didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik.
c). Membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).
a). Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan
b). Menyadarkan ank didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik.
c). Membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).
Kelemahan metode
diskusi sebagai berikut :
a. tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar.
b. Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas.
c. Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.
d. Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
a. tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar.
b. Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas.
c. Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.
d. Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
3). Metode demontrasi
( Demonstration method )
Metode
demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian,
aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun
melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau
materi yang sedang disajikan. Muhibbin Syah ( 2000).
Metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. Syaiful Bahri Djamarah, ( 2000).
Manfaat psikologis pedagogis dari metode demonstrasi adalah :
a. Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan .
b. Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.
c. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa (Daradjat, 1985)
Kelebihan metode demonstrasi sebagai berikut :
a. Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atu kerja suatu benda.
b. Memudahkan berbagai jenis penjelasan .
c. Kesalahan-kesalahan yeng terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melaui pengamatan dan contoh konkret, drngan menghadirkan obyek sebenarnya (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).
Kelemahan metode demonstrasi sebagai berikut :
a. Anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan dipertunjukkan.
b. Tidak semua benda dapat didemonstrasikan
c. Sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai apa yang didemonstrasikan (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).
Metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. Syaiful Bahri Djamarah, ( 2000).
Manfaat psikologis pedagogis dari metode demonstrasi adalah :
a. Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan .
b. Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.
c. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa (Daradjat, 1985)
Kelebihan metode demonstrasi sebagai berikut :
a. Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atu kerja suatu benda.
b. Memudahkan berbagai jenis penjelasan .
c. Kesalahan-kesalahan yeng terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melaui pengamatan dan contoh konkret, drngan menghadirkan obyek sebenarnya (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).
Kelemahan metode demonstrasi sebagai berikut :
a. Anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan dipertunjukkan.
b. Tidak semua benda dapat didemonstrasikan
c. Sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai apa yang didemonstrasikan (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).
4). Metode
ceramah plus
Metode ceramah plus adalah metode mengajar yang menggunakan lebih dari satu metode, yakni metode ceramah gabung dengan metode lainnya.Dalam hal ini penulis akan menguraikan tiga macam metode ceramah plus yaitu :
a. Metode ceramah plus tanya jawab dan tugas (CPTT).
Metode ini adalah metode mengajar gabungan antara ceramah dengan tanya jawab dan pemberian tugas.
Metode campuran ini idealnya dilakukan secar tertib, yaitu :
1). Penyampaian materi oleh guru.
2). Pemberian peluang bertanya jawab antara guru dan siswa.
3). Pemberian tugas kepada siswa.
Metode ceramah plus adalah metode mengajar yang menggunakan lebih dari satu metode, yakni metode ceramah gabung dengan metode lainnya.Dalam hal ini penulis akan menguraikan tiga macam metode ceramah plus yaitu :
a. Metode ceramah plus tanya jawab dan tugas (CPTT).
Metode ini adalah metode mengajar gabungan antara ceramah dengan tanya jawab dan pemberian tugas.
Metode campuran ini idealnya dilakukan secar tertib, yaitu :
1). Penyampaian materi oleh guru.
2). Pemberian peluang bertanya jawab antara guru dan siswa.
3). Pemberian tugas kepada siswa.
a. Metode ceramah
plus diskusi dan tugas (CPDT)
Metode ini dilakukan secara tertib sesuai dengan urutan pengkombinasiannya, yaitu pertama guru menguraikan materi pelajaran, kemudian mengadakan diskusi, dan akhirnya memberi tugas.
b. Metode ceramah plus demonstrasi dan latihan (CPDL)
Metode ini dalah merupakan kombinasi antara kegiatan menguraikan materi pelajaran dengan kegiatan memperagakan dan latihan (drill)
5). Metode resitasi ( Recitation method )
Metode resitasi adalah suatu metode mengajar dimana siswa diharuskan membuat resume dengan kalimat sendiri.
Metode ini dilakukan secara tertib sesuai dengan urutan pengkombinasiannya, yaitu pertama guru menguraikan materi pelajaran, kemudian mengadakan diskusi, dan akhirnya memberi tugas.
b. Metode ceramah plus demonstrasi dan latihan (CPDL)
Metode ini dalah merupakan kombinasi antara kegiatan menguraikan materi pelajaran dengan kegiatan memperagakan dan latihan (drill)
5). Metode resitasi ( Recitation method )
Metode resitasi adalah suatu metode mengajar dimana siswa diharuskan membuat resume dengan kalimat sendiri.
Kelebihan metode
resitasi sebagai berikut :
a. Pengetahuan yang anak didik peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama.
b. Anak didik berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab dan berdiri sendiri (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).
Kelemahan metode resitasi sebagai berikut :
a. Terkadang anak didik melakukan penipuan dimana anak didik hanya meniru hasil pekerjaan temennya tanpa mau bersusah payah mengerjakan sendiri.
b. Terkadang tugas dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan.
c. Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
6). Metode percobaan ( Experimental method )
Metode percobaan adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan. Syaiful Bahri Djamarah, (2000)
Metode percobaan adalah suatu metode mengajar yang menggunakan tertentu dan dilakukan lebih dari satu kali. Misalnya di Laboratorium.
Kelebihan metode percobaan sebagai berikut :
a. Metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku.
b. Anak didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi.
c. Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.
Kekurangan metode percobaan sebagai berikut :
a. Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap anak didik berkesempatan mengadakan ekperimen.
b. Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, anak didik harus menanti untuk melanjutkan pelajaran.
c. Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan teknologi.
7). Metode Karya Wisata ( Study tour method )
Metode karya wisata adalah suatu metode mengajar yang dirancang terlebih dahulu oleh pendidik dan diharapkan siswa membuat laporan dan didiskusikan bersama dengan peserta didik yang lain serta didampingi oleh pendidik, yang kemudian dibukukan.
a. Pengetahuan yang anak didik peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama.
b. Anak didik berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab dan berdiri sendiri (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).
Kelemahan metode resitasi sebagai berikut :
a. Terkadang anak didik melakukan penipuan dimana anak didik hanya meniru hasil pekerjaan temennya tanpa mau bersusah payah mengerjakan sendiri.
b. Terkadang tugas dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan.
c. Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
6). Metode percobaan ( Experimental method )
Metode percobaan adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan. Syaiful Bahri Djamarah, (2000)
Metode percobaan adalah suatu metode mengajar yang menggunakan tertentu dan dilakukan lebih dari satu kali. Misalnya di Laboratorium.
Kelebihan metode percobaan sebagai berikut :
a. Metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku.
b. Anak didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi.
c. Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.
Kekurangan metode percobaan sebagai berikut :
a. Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap anak didik berkesempatan mengadakan ekperimen.
b. Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, anak didik harus menanti untuk melanjutkan pelajaran.
c. Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan teknologi.
7). Metode Karya Wisata ( Study tour method )
Metode karya wisata adalah suatu metode mengajar yang dirancang terlebih dahulu oleh pendidik dan diharapkan siswa membuat laporan dan didiskusikan bersama dengan peserta didik yang lain serta didampingi oleh pendidik, yang kemudian dibukukan.
Kelebihan metode
karyawisata sebagai berikut :
a. Karyawisata menerapkan prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan lingkungan nyata dalam pengajaran.
b. Membuat bahan yang dipelajari di sekolah menjadi lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan yang ada dimasyarakat.
c. Pengajaran dapat lebih merangsang kreativitas anak.
Kekurangan metode karyawisata sebagai berikut :
a. Memerlukan persiapan yang melibatkan banyak pihak.
b. Memerlukan perencanaan dengan persiapan yang matang.
c. Dalam karyawisata sering unsur rekreasi menjadi prioritas daripada tujuan utama, sedangkan unsur studinya terabaikan.
d. Memerlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap setiap gerak-gerik anak didik di lapangan.
e. Biayanya cukup mahal.
f. Memerlukan tanggung jawab guru dan sekolah atas kelancaran karyawisata dan keselamatan anak didik, terutama karyawisata jangka panjang dan jauh.
8). Metode latihan keterampilan ( Drill method )
Metode latihan keterampilan adalah suatu metode mengajar , dimana siswa diajak ke tempat latihan keterampilan untuk melihat bagaimana cara membuat sesuatu, bagaimana cara menggunakannya, untuk apa dibuat, apa manfaatnya dan sebagainya. Contoh latihan keterampilan membuat tas dari mute/pernik-pernik.
Kelebihan metode latihan keterampilan sebagai berikut :
a. Dapat untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan huruf, membuat dan menggunakan alat-alat.
b. Dapat untuk memperoleh kecakapan mental, seperti dalam perkalian, penjumlahan, pengurangan, pembagian, tanda-tanda/simbol, dan sebagainya.
c. Dapat membentuk kebiasaan dan menambah ketepatan dan kecepatan pelaksanaan.
a. Karyawisata menerapkan prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan lingkungan nyata dalam pengajaran.
b. Membuat bahan yang dipelajari di sekolah menjadi lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan yang ada dimasyarakat.
c. Pengajaran dapat lebih merangsang kreativitas anak.
Kekurangan metode karyawisata sebagai berikut :
a. Memerlukan persiapan yang melibatkan banyak pihak.
b. Memerlukan perencanaan dengan persiapan yang matang.
c. Dalam karyawisata sering unsur rekreasi menjadi prioritas daripada tujuan utama, sedangkan unsur studinya terabaikan.
d. Memerlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap setiap gerak-gerik anak didik di lapangan.
e. Biayanya cukup mahal.
f. Memerlukan tanggung jawab guru dan sekolah atas kelancaran karyawisata dan keselamatan anak didik, terutama karyawisata jangka panjang dan jauh.
8). Metode latihan keterampilan ( Drill method )
Metode latihan keterampilan adalah suatu metode mengajar , dimana siswa diajak ke tempat latihan keterampilan untuk melihat bagaimana cara membuat sesuatu, bagaimana cara menggunakannya, untuk apa dibuat, apa manfaatnya dan sebagainya. Contoh latihan keterampilan membuat tas dari mute/pernik-pernik.
Kelebihan metode latihan keterampilan sebagai berikut :
a. Dapat untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan huruf, membuat dan menggunakan alat-alat.
b. Dapat untuk memperoleh kecakapan mental, seperti dalam perkalian, penjumlahan, pengurangan, pembagian, tanda-tanda/simbol, dan sebagainya.
c. Dapat membentuk kebiasaan dan menambah ketepatan dan kecepatan pelaksanaan.
Kekurangan metode
latihan keterampilan sebagai berikut :
a. Menghambat bakat dan inisiatif anak didik karena anak didik lebih banyak dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan kepada jauh dari pengertian.
b. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan.
c. Kadang-kadang latihan yang dlaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton dan mudah membosankan.
d. Dapat menimbulkan verbalisme.
a. Menghambat bakat dan inisiatif anak didik karena anak didik lebih banyak dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan kepada jauh dari pengertian.
b. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan.
c. Kadang-kadang latihan yang dlaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton dan mudah membosankan.
d. Dapat menimbulkan verbalisme.
9). Metode
mengajar beregu ( Team teaching method )
Metode mengajar beregu adalah suatu metode mengajar dimana pendidiknya lebih dari satu orang yang masing-masing mempunyai tugas. Biasanya salah seorang pendidik ditunjuk sebagai kordinator. Cara pengujiannya, setiap pendidik membuat soal, kemudian digabung. Jika ujian lisan maka setiap siswa yang diuji harus langsung berhadapan dengan team pendidik tersebut.
10). Metode mengajar sesama teman ( Peer teaching method )
Metode mengajar sesama teman adalah suatu metode mengajar yang dibantu oleh temannya sendiri .
Metode mengajar beregu adalah suatu metode mengajar dimana pendidiknya lebih dari satu orang yang masing-masing mempunyai tugas. Biasanya salah seorang pendidik ditunjuk sebagai kordinator. Cara pengujiannya, setiap pendidik membuat soal, kemudian digabung. Jika ujian lisan maka setiap siswa yang diuji harus langsung berhadapan dengan team pendidik tersebut.
10). Metode mengajar sesama teman ( Peer teaching method )
Metode mengajar sesama teman adalah suatu metode mengajar yang dibantu oleh temannya sendiri .
11). Metode pemecahan masalah ( Problem solving method )
Metode ini adalah suatu metode mengajar yang mana siswanya diberi soal-soal, lalu diminta pemecahannya.
12). Metode perancangan ( projeck method )
yaitu suatu metode mengajar dimana pendidik harus merancang suatu proyek yang akan diteliti sebagai obyek kajian.
Kelebihan metode perancangan sebagai berikut :
a. Dapat merombak pola pikir anak didik dari yang sempit menjadi lebih luas dan menyuluruh dalam memandang dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan.
b. Melalui metode ini, anak didik dibina dengan membiasakan menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan terpadu, yang diharapkan praktis dan berguna dalam kehidupan sehari-hari.
Kekurangan metode
perancangan sebagai berikut :
a. Kurikulum yang berlaku di negara kita saat ini, baik secara vertikal maupun horizontal, belum menunjang pelaksanaan metode ini.
b. Organisasi bahan pelajaran, perencanaan, dan pelaksanaan metode ini sukar dan memerlukan keahlian khusus dari guru, sedangkan para guru belum disiapkan untuk ini.
c. Harus dapat memilih topik unit yang tepat sesuai kebutuhan anak didik, cukup fasilitas, dan memiliki sumber-sumber belajar yang diperlukan.
d. Bahan pelajaran sering menjadi luas sehingga dapat mengaburkan pokok unit yang dibahas.
13). Metode Bagian ( Teileren method )
yaitu suatu metode mengajar dengan menggunakan sebagian-sebagian, misalnya ayat per ayat kemudian disambung lagi dengan ayat lainnya yang tentu saja berkaitan dengan masalahnya.
a. Kurikulum yang berlaku di negara kita saat ini, baik secara vertikal maupun horizontal, belum menunjang pelaksanaan metode ini.
b. Organisasi bahan pelajaran, perencanaan, dan pelaksanaan metode ini sukar dan memerlukan keahlian khusus dari guru, sedangkan para guru belum disiapkan untuk ini.
c. Harus dapat memilih topik unit yang tepat sesuai kebutuhan anak didik, cukup fasilitas, dan memiliki sumber-sumber belajar yang diperlukan.
d. Bahan pelajaran sering menjadi luas sehingga dapat mengaburkan pokok unit yang dibahas.
13). Metode Bagian ( Teileren method )
yaitu suatu metode mengajar dengan menggunakan sebagian-sebagian, misalnya ayat per ayat kemudian disambung lagi dengan ayat lainnya yang tentu saja berkaitan dengan masalahnya.
14). Metode
Global (Ganze method )
yaitu suatu metode mengajar dimana siswa disuruh membaca keseluruhan materi, kemudian siswa meresume
yaitu suatu metode mengajar dimana siswa disuruh membaca keseluruhan materi, kemudian siswa meresume
apa yang dapat
mereka serap atau ambil intisari dari materi tersebut.
C. Perbandingan
Ciri Khas Metode Mengajar
Metode Sifat Materi Tujuan Keunggulan Kelemahan
Ceramah Demonstrasi Diskusi Informatif, factual Prinsipal,faktual,keterampilan Prinsipal, konseptual, keterampilan Pemahaman Pengetahuan Pemahaman aplikasi Pemahaman Analisis, sintesis,Evaluasi, aplikasi Lebih banyak materi yang tersaji Siswa berpengalaman Dan berkesan mendalam.Siswa aktif, berani dan kritis Siswa pasif Lebih banyak alat dan biaya Memboroskan waktu Didominasi Siswa yang pintar
Metode mengajar yang dimiliki pendidik usahakan divariasikan, agar siswa-siswi dalam kelas yang tipe belajarnya pasti beragam itu dapat menerima, mencerna, menguasai materi yang diberikan oleh pendidik seefisien dan seefektif mungkin. Bagaimana agar yang kita harapkan itu menjadi kenyataan ? Salah satu solusinya adalah pendidik disamping menguasai beberapa metode mengajar, harus tahu juga tipe belajar para siswanya.
Ceramah Demonstrasi Diskusi Informatif, factual Prinsipal,faktual,keterampilan Prinsipal, konseptual, keterampilan Pemahaman Pengetahuan Pemahaman aplikasi Pemahaman Analisis, sintesis,Evaluasi, aplikasi Lebih banyak materi yang tersaji Siswa berpengalaman Dan berkesan mendalam.Siswa aktif, berani dan kritis Siswa pasif Lebih banyak alat dan biaya Memboroskan waktu Didominasi Siswa yang pintar
Metode mengajar yang dimiliki pendidik usahakan divariasikan, agar siswa-siswi dalam kelas yang tipe belajarnya pasti beragam itu dapat menerima, mencerna, menguasai materi yang diberikan oleh pendidik seefisien dan seefektif mungkin. Bagaimana agar yang kita harapkan itu menjadi kenyataan ? Salah satu solusinya adalah pendidik disamping menguasai beberapa metode mengajar, harus tahu juga tipe belajar para siswanya.
Supaya sinkron antara metode mengajar pendidik dengan tipe belajar
peserta didik. Artinya metode yang digunakan dalam megajar telah disesuaikan
dengan tipe belajar peserta didik. Misal tipe belajar siswa visual, maka akan
lebih mudah dicerna oleh siswa apabila guru mengajar dengan slide, makalah,
atau digambarkan langsung di papan tulis. Untuk itu mari kita lihat beberpa
tipe belajar siswa
Pengertian Pembelajaran
Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses
mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang
diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses
melihat, mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari.
Sedangkan
mengajar sendiri memiliki
pengertian :
-Upaya guru untuk
“membangkitkan” yang berarti menyebabkan atau mendorong seseorang (siswa)
belajar. (Rochman Nata Wijaya,1992).
-Menciptakan lingkungan yang
memungkinkan terjdinya proses belajar. (Hasibuan J.J,1992)
-Suatu usaha untuk membuat
siswa belajar, yaitu usaha untuk terjadinya perubahan tingkah laku. (Gagne)
Dan
Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata
“mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan
kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah dengan awalan “pe” dan
akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara
mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar. (KBBI).
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang
diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran
adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. (Wikipedia.com)
Proses pembelajaran dialami sepanjang
hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun.
Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun
mempunyai konotasi yang
berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan
menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek
kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta
keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi
kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan
pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta
didik.
Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu
proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun
sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar
siswa yang bersifat internal. Gagne dan Briggs (1979:3)
Pembelajaran adalah Proses
interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. (UU No. 20/2003, Bab I Pasal
Ayat 20).
Istilah
“pembelajaran” sama dengan “instruction atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau
mengajarkan. (Purwadinata, 1967, hal 22). Dengan demikian pengajaran diartikan
sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan Mengajar (oleh guru). Kegiatan
belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan
belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah kegiatan sekunder
yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal.
Dan
dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah
usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan
tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan
didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan
karena adanya usaha.
Dengan demikian dapat diketahui
bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa
komponen :
1. Siswa
Seorang yang bertindak sebagai
pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan.
2. Guru
Seseorang yang bertindak
sebagai pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan
berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
3. Tujuan
Pernyataan tentang perubahan
perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa
setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
4. Isi Pelajaran
Segala informasi berupa fakta,
prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
5. Metode
Cara yang teratur untuk
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan
mereka untuk mencapai tujuan.
6. Media
Bahan pengajaran dengan atau
tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa.
7. Evaluasi
Cara tertentu yang digunakan
untuk menilai suatu proses dan hasilnya.
Komentar
Posting Komentar