Langsung ke konten utama

Rangkuman Psikologi Perkembangan Peserta Didik (P3D)


BAB 1

MAKNA PSIKOLOGI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

Pengertian Psikologi Perkembangan Peserta Didik
Psikologi merupakan suatu disiplin ilmu yang sangat besar manfaatnya bagi kehidupan manusia.
Psikologi menempatkan manusia sebagai objek kajiannya. Manusia sendiri adalah makhluk individual sekaligus makhluk sosial. Menyadari posisi manusia yang demikian, maka secara jelas, yang menjadi obek kajian psikologi modern adalah, manusia serta aktifitas-aktifitas mentalnya dalam interaksi dengan lingkungannya.
Secara umum psikologi dapat dibedakan menjadi dua cabang, yaitu psikologi teoritis, dan psikologi terapan. Psikologi teoritis dapat pula dibedakan atas dua bagian, yaitu psikologi umum dan psikologi khusus.
Psikologi umum adalah psikologi teoritis yang mempelajari aktifitas-aktifitas mental manusia yang bersifat umum dalam rangka mencari dalil-dalil umum dan teori-teori psikologi. Sedangkan psikologi khusus adalah psikologi teoritis yang menyelidiki segi-segi khusus aktifitas mental manusia, psikologi khusus ini terdiri dari:
A)      Psikologi perkembangan, mengkaji perkembangan tingkah laku dan aktifitas mental manusia sepanjang rentang kehidupannya, mulai dari masa konsepsi hingga meninggal dunia.
B)      Psikologi sosial, mengkaji aktifitas, mental manusia dalam kaitannya dengan situasi sosial.
C)      Psikologi kepribadian, mengkaji struktur kepribadian manusia sebagai satu kesatuan utuh.
D)      Psikologi abnormal, mengkaji aktifitas mental individu yang tergolong abnormal.
E)      Psikologi diferensial, menguraikan tentang perbedaan-perbedaan antar individu.

Psikologi khusus kemungkinan akan terus berkembang sesuai dengan situasi dan kebutuhan. Karena itu tidak tertutup kemungkinan akan bermunculan cabang-cabang psikologi khusus lainnya, seperti psikologi perkembangan peserta didik.
Mengacu pada pengertian dan pembagian psikologi, maka dapat dipahami bahwa psikologi perkembangan peserta didik adalah bidang kajian psikologi perkembangan yang secara khusus mempelajari aspek-aspek perkembangan individu yang berada pada tahap usia sekolah dasar dan sekolah menengah.
      
Tujuan Psikologi Perkembangan Peserta Didik
Psikologi perkembangan peserta didik bertujuan :
·      Memberikan, mengukur, dan menerangkan perubahan dalam tingkah laku serta kemampuan yang sedang berkembang sesuai dengan tingkat usia dan yang mempunyai ciri-ciri universal, dalam artian yang berlaku bagi anak-anak dimana saja dalam lingkungan sosial-budaya mana saja.
·      Mempelajari karakteristik umum perkembangan peserta didik, baik secara fisik, kognitif, maupun psikososial.
·      Mempelajari perbedaan-perbedaan yang bersifat pribadi pada tahapan, atau masa perkembangan tertentu.
·      Mempelajari tingkah laku anak pada lingkungan tertentu yang menimbulkan reaksi yang berbeda.
·      Mempelajari penyimpangan tingkah laku yang dialami seseorang, seperti kenakalan-kenakalan, kelainan-kelainan dalam fungsionalitas inteleknya, dan lain-lain.

Manfaat Psikologi Perkembangan Peserta Didik
      Psikologi perkembangan peserta didik adalah sebuah disiplin ilmu yang secara khusus mempelajari tentang perkembangan tingkah peserta didik dalam interaksinya dengan lingkungannya. Oleh sebab itu banyak manfaat yang akan diperoleh guru atau calon guru diantaranya:
·      Seorang guru akan dapat memberikan harapan yang realitas terhadap anak dan remaja. Ini adalah penting, karena jika terlalu banyak yang diharapkan pada usia tertentu, anak mungkin akan mengembangkan perasaan tidak mampu jika ia tidak mencapai standar yang ditetapkan orangtua atau guru. Sebaliknya, jika terlalu sedikit yang diharapkan dari mereka, mereka akan kehilangan rangsangan untuk mengembangkan kemampuannya.
·      Dapat membantu kita dalam memberikan respons yang tepat terhadap perilaku tertentu seorang anak. Psikologi perkembangan dapat membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan arti dan sumber pola berpikir, perasaan, dan tingkah laku anak.
·      Dapat membantu guru mengenali kapan perkembangan normal yang sesungguhnya dimulai. Guru bisa menyusun pedoman dalam bentuk skala tingi-berat, skala usia-berat, skala usia-mental, dan skala perkembangan sosial atau emosioanal.
·      Memungkinkan para guru untuk sebelumnya mempersiapkan anak menghadapi perubahan yang akan teradi pada tubuh, perhatian dan perilakunya.
·      Memungkinkan para guru memberikan bimbingan belajar yang tepat kepada anak.
·      Memberikan informasi tentang siapa kita, bagaimana kita dapat seperti ini, dan kemana masa depan akan membawa kita.
     Dengan demikian jelas betapa besar kegunaan mempelajari psikologi perkembangan peserta didik bagi guru. Dengan psikologi perkembangan peserta didik memungkinkan guru memberikan bantuan & pendidikan yang tepat sesuai dengan pola-pola dan tingkat-tingkat perkembangan anak.

BAB 2

KONSEP DASAR PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

Hakikat Perkembangan
Istilah “ perkembangan ” ( development ) dalam psikologi merupakan sebuah konsep yang cukup kompleks.Di dalamnya terkandung banyak dimensi.
·      Perkembangan
     Secara sederhana, Seifert & Hoffnung ( 1994 ) mendefinisikan perkembangan sebagai “ long-term changes  in aperson’s growth, feelings, pattens of thinking, social relationship, and motor skills ”. Sementara iru, Chaplin ( 2000 ) mengartikan perkembangan sebagai : 1). perubaha yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme, dari lahir sampai mati; 2). Pertumbuhan; 3). perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari bagian-bagian jasmaniah ke dalam bagian-bagian fungsional; 4). kedewasaan atau kemunculan pola-pola tingkah laku yang tidak dipelajari.
Menurut Reni Akbar Hawadi ( 2001 ), “ perkembangan secara luas menunjukan pada keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualitas kemampuan,  sifat dan ciri-ciri yang baru. Di dalam istilah perkembangan juga tercakup konsep usia, yang diawali sari saat pembuahan dan berakhir dengan kematian ”.
Menurut F.J. Monks, dkk.,( 2001 ), pengertian perkembangan menunjuk pada “ suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan menunjukan pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali ”. Perkembangan dapat juga diartikan sebagai “ proses yang kekal dan tetap yang menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat integrasi yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan, pemasakan, dan belajar ”.
Santrock ( 1996 ), menjelaskan pengertian perkembangan sebagai berikut :
Development is the pattern of change that begins at conception and continues through the life span. Most development involves growth, although it includes decay ( as in death and dying ). The pattern of movenment is complex because it is product of several processes-biogical, cognitive, and socioemotional.

Dapat ditarik kesimpulan dari beberapa kesimpulan diatas adalah bahwa perkembangan tidaklah terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar,  melainkan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan, pemasakan, dan belajar.

·      Pertumbuhan
      Pertumbuhan ( growth ) sendiri sebenarnya merupakan sebuah istilah yang lazim digunakan dalam biologi, sehingga pengertiannya lebih bersifat biologis. C.P. Chaplin ( 2002 ), mengartikan pertumbuhan sebagai satu pertambahan atau kenaikan dalam ukuran dari bagian-bagian tubuh atau dari organisme sebagai suatu keseluruhan. Menurut A.E. Sinolungan, ( 1997 ), pertumbuhan menunjuk pada perubahan kuantitatif, yaitu yang dapat dihitung atau dicukur, seperti panjang atau berat tubuh. Sedanglah Ahmad Thanthowi ( 1993 ), mengartikan pertumbuhan sebagai perubahan jasad yang meningkat dalam ukuran ( size ) sebagai akibat dari adanya perbanyakan  ( multiplication ) sel-sel.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa istilah perubahan dalam konteks perkembangan merujuk perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif, yaitu peningkatan dalam ukuran dan struktur, seperti pertumbuhan ingatan, pertumbuhan berpikir, pertumbuhan kecerdasan, dan sebagainya, sebab kesemuanya merupakan perubahan fungsi-fungsi rohaniah.
Dengan demikian, istilah “ pertumbuhan ” lebih cenderung menunjuk pada kemajuan fisik atau pertumbuhan tubuh yang melaju sampai pada suatu titik optimum dan kemudian menurun menuju pada keruntuhannya. Sedangkan istilah “ perkembangan ” lebih menunjuk pada kemajuan mental atau perkembangan rohani yang melaju terus sampai akhir hayat. Perkembangan rohani tidak terhambat walaupun keadaan jasmani sudah sampai pada puncak pertumbuhannya. Bahkan menurut Witherington ( 1986 ), “ pertumbuhan dalam pengertiannya yang luas meliputi perkembangan ”.

·      Kematangan
Istilah “ kematangan ”, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan maturation, sering dilawankan dengan immaturation, yang artinya tidak matang.
Chaplin ( 2002 ) mengartikan kematangan ( maturation ) sebagai : 1). perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak;  2). proses perkembangan, yang dianggap berasal dari keturunan, atau merupakan tingkah laku khusus spesies ( jenis, rumpun ). Myers  ( 1996 ) mendefinisikan kematangan  ( maturation ) sebagai “ biological growth processes that enable orderly in behavior, relatively uninfluenced by experience ” menurut Zigler dan Stevenson ( 1993 ), kematangan adalah “ the  orderly physiological changes that occur in all species over time and that appear to unfold according to a genetic blueprint ”. Davidoff ( 1988 ), menggunakan istilah kematangan ( maturation ), untuk menunjuk pada munculnya pola perilaku tertentu yang bergantung pada pertumbuhan jasmani dan kesiapan susunan saraf.
Kematangan tidak dapat dikategorikan sebagai faktor keturunan atau pembawaan karena kematangan ini merupakan suatu sifat tersendiri yang umum dimiliki oleh setiap individu dalam bentuk dan masa tertentu.

·      Perubahan
     Perubahan-perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk memungkinkan orang menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana ia hidup. Realisasi diri atau yang biasanya disebut “aktualisasi diri” merupakan faktor yang sangat penting. Tujuan ini dapat dianggap sebagai suatu dorongan untuk melakukan sesuatu yang tepat, untuk menjadi manusia seperti yang diinginkan baik secara fisik maupun psikis.
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam perkembangan itu dapat dibagi ke dalam empat bentuk, yaitu :
a).  Perubahan dalam ukuran besarnya.
    Setiap tahun seorang anak tumbuh menjadi dewasa, tinggi dan berat badannya bertambah, kecuali jika keadaan yang tidak normal mempengaruhinya maka akan terjadi berbagai penyimpangan dalam pertumbuhannya.
Pertumbuhan mental pun akan menunjukan kemajuan yang sama, seperti terlihat pada semakin meningkat dan bertambahnya perbendaharaan kosakata setiap tahunnya, kemampuannya dalam berpikir, mengingat, mengecap, dan menggunakan sesuatu yang berlangsung selama masa perkembangannya dari tahun ke tahun.
b). Perubahan-perubahan dalam proporsi.
   Pertumbuhan fisik tidak terbatas pada perubahan-perubahan ukuran, tetapi juga pada proporsi. Kemudian ketika anak mencapai usia pubertas, baru proporsi-proporsi tubuhnya mulai menyerupai orang dewasa. Secara berangsur-angsur dan bertahap, unsur-unsur fantastik itu mulai menjurus kearah yang lebih realistis.
c).  Hilangnya bentuk atau ciri-ciri lama.
   Jenis perubahan yang terjadi dalam perkembangan individu adalah hilangnya bentuk dan ciri-ciri tertentu. Diantara ciri-ciri fisik, berangsur-angsur hilangnya kelenjar kanak-kanak
 ( thymus gland ) yang terletak di leher, kelenjar pinel pada otak, reflek-reflek tertentu, rambut, gigi dengan hilangnya gigi anak-anak. Sementara itu, ciri-ciri mental diantaranya terlihat dalam perkembangan bicaranya, impuls-impuls gerakan yang kekanak-kanakan sebelun berpikir, bentuk-bentuk gerakan bayi, seperti merangkak, merambat,  perkembangan penglihatannya yang semakin tajam atau pengindraan lainnya, terutama yang berkaitan dengan rasa dan bau atau penciuman.
d). Timbul atau lahirnya ciri-ciri baru.
   Diantara ciri dan bentuk pertumbuhan fisik yang sangat penting adalah tumbuhnya gigi pertama dan kedua yang terlihar jelas pada masa kanak-kanak memasuki masa remaja. Sedangkan ciri dan bentuk perkembangan mental ialah tumbuhnya rasa ingin, khususnya yang berkenaan dengan masalah-masalah seks, desakan/dorongan seks, pengetahuan dan nilai-nilai moral, keyakinan/kepercayaan agama, bentuk-bentuk bahasa yang berbeda.

Fase-fase Perkembangan
     Fase perkembangan maksudnya adalah penahapan atau periodesasi rentang kehidupan manusia yang ditandai oleh ciri-ciri atau pola-pola tingkah laku tertentu.
     Secara garis besar terdapat empat dasar pembagian fase-fase perkembangan ini, yaitu: (1) fase perkembangan berdasarkan cirri-ciri biologis. (2) konsep didaktis, (3) cirri-ciri psikologis, dan (4) konsep tugas perkembangan.

·      Periodesasi Perkembangan Berdasar Ciri-ciri Biologis
Aristoteles
Ia membagi fase perkembangan manusia sejak lahir sampai usia 21 tahun kedalam tiga masa, dimana setiap fase meliputi masa tujuh tahun, yaitu :
a).  Fase anak kecil atau masa bermain ( 0-7 ) tahun, yang diakhiri dengan tanggal ( pergantian ) gigi.
b). Fase anak sekolah atau masa belajar ( 7-14 ) tahun, yang dimulai dari tumbuhnya gigi baru sampai timbulnya gejala berfungsinya kelenjar-kelenjar kelamin.
c).  Fase remaja (pubertas) atau masa peralihan dari anak menjadi dewasa ( 14-21 ) tahun, yang dimulai dari mulai bekerjanya kelenjar-kelenjar kelamin sampai akan memasuki masa dewasa.
Sigmund Freud
Dasar-dasar pembagiannya ialah pada cara-cara reaksi-reaksi bagian-bagian tubuh tertentu. Fase-fase itu adalah :
·         Fase Infantile, umur 0-5. Fase ini dibedakan menjadi 3, yaitu :
1). Fase oral, umur 0-1 tahun, dimana anak mendapatkan seksuil melalui mulutnya.
2). Fase anal, umur 1-3 tahun, dimana anak mendapatkan kepuasan seksuil melalui anusnya.
3). Fase phalis, umur 3-5 tahun, dimana anak mendapatkan kepuasaan seksuil melalui alat kelaminnya.
·      Fase laten, umur 5-12 tahun
Pada fase ini anak tampak dalam keadaan tenang, setelah terjadi gelombang dan badai ( strum und drang ). Pada fase ini, desakan seksuil anak mengendur. Meskipun energi seksuil terus berjalan, tetapi fase ini diarahkan pada masalah-masalah sosial dan membangun benteng yang kukuh melawan seksualitas.
·      Fase pubertas, 12-18 tahun
Pada fase ini dorongan-dorongan mulai muncul kembali, dan apabila dorongan-dorongan ini dapat ditransfer dan disublimasikan dengan baik, anak akan sampai pada masa kematangan terakhir, yaitu fase genital.
·      Fase genital, umur 18-20 tahun
Pada fase ini, dorongan seksuil yang pada masa laten boleh dikatakan sedang tidur, kini berkobar kembali, dan mulai sungguh-sungguh tertarik pada jenis kelamin lain.  Pada fase ini, konflik internal lebih stabil dan seseorang dapat mencapai struktur ego yang kuat untuk dapat berhubungan dengan dunia realita.
      Maria Montessori
Fase-fase perkembangan itu adalah :
·         Periode I, umur 0-7 tahun, yaitu periode penangkapan dan pengenalan dunia luar dengan pancaindra.
·         Periode II, umur 7-12 tahun, yaitu periode abstrak, dimana anak-anak mulai menilai perbuatan manusia atas dasar baik-buruk dan mulai timbulnya insan kamil.
·         Periode III, umur 12-18 tahun, yaitu periode penemuan diri dan kepekaan sosial.
·         Periode IV, umur 18 keatas, yaitu periode pendidikan perguruan tinggi.
Elizabeth B. Hurlock
Elizabeth B. Hurlock membagi perkembangan individu berdasarkan konsep biologis atas lima fase, yaitu :
·      Fase prenatal ( sebelum lahir ), mulai masa konsepsi sampai proses kelahiran, lebih kurang 280 hari.
·      Fase infancy ( orok ), mulai dari lahir sampai usia 14 hari.
·      Fase babyhood ( bayi ), mulai usia 2 minggu sampai sekitar usia 2 tahun.
·      Fase childhood ( kanak-kanak ), mulai usia 2 tahun sampai usia pubertas.
·      Fase adolescence ( remaja ), mulai usia 11 dan 13 tahun sampai usia 21 tahun, yang dibagi atas tiga masa, yaitu :
a).  Fase pre adolescence : mulai usia 11-13 tahun untuk wanita, dan usia-usia sekitar setahun kemudian bagi pria.
b).  Fase early adolescence : mulai usia 13-14 tahun sampai 16-17 tahun
c).  Fase late adolescence : masa-masa akhir dari perkembangan seseorang atau hampir bersamaan dengan masa ketika seseorang tengah menempuh perguruan tinggi.
Fase Perkembangan Berdasarkan Konsep Didaktif
Dasar yang digunakan untuk menentukan pembagian fase-fase perkembangan adalah materi dan cara bagaimana mendidik anak pada masa-masa tertentu. Pembagian seperti ini antara lain diberikan oleh Johann Amos Cimenius, seorang ahli didik dari Moravia. Ia membagi fase-fase perkembangan berdasarkan tingkat sekolah yang diduduki anak sesuai dengan tingkat usia dan menurut bahasa yang dipelajarinya di sekolah.
Pembagian fase perkembangan tersebut adalah :
a).  0-6 tahun = sekolah ibu, merupakan masa mengembangkan alat-alat indra dan memperoleh pengetahuan dasar di bawah asuhan ibunya di lingkungan rumah tangga.
b). 6-12 tahun = sekolah bahasa ibu, merupakan masa anak mengembangkan daya ingatnya di bawah pendidikan sekolah rendah. Pada masa ini, mulai diajarkan bahasa ibu ( vernacular ).
c).  12-18 tahun = sekolah bahasa Latin, merupakan masa mengembangkan daya pikirnya di bawah pendidikan sekolah menengah ( gymnasium ). Pada masa ini mulai diajarkan bahasa Latin sebagai bahasa asing.
d). 18-24 tahun = sekolah tinggi dan pengembaraan, merupakan masa mengembangkan kemauannya dan memilih suatu lapangan hidup yang berlangsung di bawah perguruan tinggi.

·      Periodesasi Perkembangan Berdasarkan Ciri-ciri Psikologis
Periode ini dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya :
Oswald Kroch
Ciri-ciri yang digunakan oleh Oswald Kroch adalah pengalaman keguncangan jiwa yang dimanifestasikan dalam bentuk sifat trotz  atau sifat “ keras kepala ” dan ia membagi fase perkembangan ini menjadi tiga, yaitu:
a).  Fase anak awal, umur 0-3 tahun. Pada akhir fase ini terjadi troz pertama yang ditandai dengan serba membantah atau menentang orang lain.
b). Fase keserasian sekolah, umur 3-13 tahun. Pada akhir fase ini terjadi troz kedua yang ditandai dengan anak serba membantah atau menentang orang lain bahkan ucapan orangtua.
c).  Fase kematangan, umur 13-21 tahun. Fase ini terjadi setelah berakhirnya gejala-gejala troz kedua, dimana anak mulai merasakan kelebihan dan kekurangan yang ia miliki yang dihadapi dengan sewajarnya.

Kohnstamm
Khonstamm membagi fase perkembangan ini dilihat dari sisi pendidikan dan tujuan luhur manusia yaitu :
a).  Periode fital: umur 0-1,5 tahun dan disebut sebagai masa menyusui.
b). Periode estetis : 1,5-7 tahun dan disebut sebagai fase pencoba atau masa bermain.
c).  Periode intelektuil : umur  7-14 tahun dan disebut sebagai masa sekolah.
d). Periode sosial : umur 14-21 tahun dan disebut sebagai masa remaja.
e).  Periode matang : 21 tahun keatas dan disebut sebagai masa dewasa.

·      Periodesasi Perkembangan Berdasarkan Konsep Tugas Perkembangan
Periode ini dikemukakan oleh Robert J. Havighurst, yaitu :
a).  Masa bayi dan kanak-kanak ( infacy and early childhood ) : umur 0-6 tahun.
b). Masa sekolah atau pertengahan anak-anak ( middle childhood ) : umur 6-12 tahun.
c).  Masa remaja ( adolescence ) : umur 12-18 tahun
d). Masa awal dewasa ( early adulthood ) : umur 18-30 tahun
e).  Masa dewasa pertengahan ( middle age ) : umur 30-50 tahun
f).  Masa tua  ( latter maturity ) : umur 50 tahun keatas

·      Periodesasi Perkembangan Menurut Konsep Islam
Memperhatikan ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis Rasulullah SAW, yang menjadi dasar utama pemikiran Islam, periodesasi perkembangan individu dapat dibedakan atas tiga fase, yaitu :
a).  Periode pra-konsepsi, yaitu perkembangan manusia sebelum masa pembuahan sperma dan ovum.
b). Periode pra-natal, yaitu periode perkembangan manusia yang dimulai dari pembuahan sperma dan ovum sampai masa kelahiran. Periode ini dibagi atas empat fase, yaitu :
Ø Fase nuthfah ( zigot ), dimulai sejal pembuahan sampai usia 40 hari dalam kandungan.
Ø Fase ‘alaqah ( embrio ), selama 40 hari.
Ø Fase mudhghah ( janin ), selam 4 hari.
Ø Fase peniupan ruh ke dalam jasad janin dalam kandungan setelah genap berusia 4 bulan.
Ø Fase periode kelahiran sampai meninggal dunia, diantaranya
Ø Fase neo-natus, dari usia 0-1 bulan.
Ø Fase al-thifl ( anak-anak ), dari usia  1 bulan - 7 bulan.
Ø Fase tamyiz, dari usia 7 tahun – 12 atau 13 tahun yaitu fase dimana anak bisa membedakan mana yang baik dengan yang buruk dan yang benar dengan yang salah.
Ø Fase baligh, yaitu dimana anak berinjak usia muda yang ditandai dengan mimpi basah bagi anak laki-laki dan anak perempuan dengan datangnya haid. Fase ini juga disebut dengan fase ‘aqil ( fase tingkah laku intelektual seseorang mencapai puncak sehingga dapat membedakan mana yang baik dan salah ). Fase ini dimulai saat anak usia 15-40 tahun.
Ø Fase kearifan dan kebijakan, yaitu fase dimana seseorang mempunyai kesadaran dan kecerdasan emosional, moral, spiritual dan agama secara mendalam. Fase ini juga disebut auliya’ wa anbiya’, yaitu: fase dimana manusia dituntun untuk bersikap seperti yang diperankan Nabi dan fase ini dimulai saat manusia berusia 40 tahun keatas.
Ø Fase kematian, yaitu fase dimana terjadi saat manusia meninggal. Fase ini diawali dengan adanya naza’ yaitu awal pencabutan ruh oleh malaikat Izrail.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan
Secara garis besar faktor-faktor yang menyebabkan perkembangan tiap-tiap individu tidak sama yaitu :
·     Faktor-faktor Yang Berasal Dari Dalam Diri Individu
Diantara faktor-faktor di dalam diri yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan individu adalah :
a).  Bakat atau pembawaan. Anak dilahirkan dengan membawa bakat-bakat tertentu, seperti bakat musik, seni, agama, akal yang tajam dan sebagainya.
b). Sifat-sifat keturunan. Sifat-sifat keturunan yang individu dipusakai dari orangtua atau nenek moyang dapat berupa fisik dan mental. Mengenai fisik misalnya bentuk muka (hidung), bentuk badan, suatu penyakit. Sedangkan mengenai mental misalnya sifat pemalas, sifat pemarah, pendiam, dan sebagainya.
c).  Dorongan dan instink. Dorongan adalah kodrat hidup yang mendorong manusia melaksanakan sesuatu atau bertindak pada saatnya. Sedangkan instink atau naluri adalah kesanggupan atau ilmu tersembunyi yang menyuruh atau membisikkan kepada manusia bagaimana cara-cara melaksanakan dorongan batin.

Jenis-jenis tingkah laku manusia digolongkan instink ini adalah
a).  Melarikan diri ( flight ) karena perasaan takut ( fear )
b). Menolak ( repulsion ) karena jijik ( disgis )
c).  Ingin tahu ( curiosity ) karena menakjubkan sesuatu( wonder )
d). Melawan (  pugnacity ) karena kemarahan ( anger )
e).  Merendahkan diri ( self abasement ) karena perasaan mengabdi ( subjection )
f).  Menonjolkan diri ( self assertion ) karena adanya harga diri atau manja ( elation )
g).  Orangtua ( parental ) karena perasaan halus budi ( tender  )
h). Berkelamin ( sexual ) karena keinginan mengadakan reproduksi
i).   Berkumpul ( acquisition ) karena keinginan untuk mendapatkan sesuatu.
j).   Mencapai sesuatu ( question ) karena ingin bergaul/bermasyarakat
k). Membangun sesuatu ( contruction ) karena mendapatkan kemajuan.
l).   Menarik perhatian orang lain ( appeal ) karena ingin diperhatikan oleh orang lain.

·     Faktor-faktor Yang Berasal Dari Luar Diri Individu
a).      Makanan
Makanan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan individu. Apabila ditinjau dari perspektif agama ( Islam ), makanan yang mengandung gizi saja belum cukup bagi pertumbuhan dan perkembangan anak, melainkan harus disempurkan dengan tingkat kehalalan dan kebersihan dari makanan itu sendiri, sebagaimana firman Allah : “ Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang telah direzekikan kepadamu… ”( Q.S Al-Maidah : 88 ).
Pentingnya memperhatikan kualiatas makanan dari segi kehalalannya ini adalah karena menurut Islam makanan mempunyai pengaruh yang besar, tidak saja terhadap pertumbuhan dan kesehatan jasmani manusia, melainkan juga terhadap perkembangan jiwa, pikiran dan tingkah laku seseorang. Hal ini ditegaskan oleh seorang ulama kontemporer; Syaikh Taqi Falsafi, dalam bukunya Child berween Heredity and Education, yaitu : pengaruh dari campuran (senyawa) kimiawi yg dikandung oleh makanan terhadap aktivitas jiwa dan pikiran manusia belum diketahui secara sempurna, karena belum diadakan eksperimen secara memadai.
a).     Iklim
Iklim atau keadaan cuaca juga berpengaruh terhadap perkembangan dan kehidupan anak. Seseorang yang hidup dalam iklim tropis yang kaya raya misalnya, akan terlihat jiwanya lebih tenang, lebih “ nrimo ”, dibandingkan dengan seseorang yang tidak “ sekeras ” di iklim dingin, sehingga perjuangan hidupnya pun cenderung lebih santai.
b).    Kebudayaan
Latar belakang budaya suatu bangsa sedikit banyak juga mempengaruhi perkembangan seseorang. Misalnya latar belakang budaya desa, keadaan jiwanya masih murni, masih yakin akan kebesaran dan kekuasaan Tuhan, akan terlihat lebih tenang, karena jiwanya masih berada dalam lingkungan kultur, kebudayaan bangsa sendiri yang mengandung petunjuk-petunjuk dan falsafah yang diramu dari pandangan hidup keagamaan. Lain halnya dengan seseorang yang hidup dalam kebudayaan kota yang sudah dipengaruhi oleh kebudayaan asing.
c).Ekonomi
Latar belakang ekonomi juga berpengaruh terhadap perkembangan anak. Mereka menderita kekurangan-kekurangan secara ekonomis, sehingga menghambat pertumbuhan jasmani dan perkembangan jiwa anak-anaknya. Bahkan tidak jarang tekanan ekonomi mengakibatkan pada tekanan jiwa, yang pada gilirannya menimbulkan konflik antara ibu dan bapak, antara anak dan orangtua, sehingga melahirkan rasa rendah diri pada anak.

d).    Kedudukan Anak Dalam Lingkungan Keluarga
Kedudukan anak dalam lingkungan keluarga juga mempengaruhi perkembangannya. Bila anak itu merupakan anak tunggal, biasanya perhatian orangtua tercurah kepadanya, sehingga ia cenderung memiliki sifat-sifat seperti : manja, kurang bisa bergaul dengan teman-teman sebayanya, menarik perhatian dengan cara kekanak-kanakan, dan sebagainya. Sebaliknya, anak yang mempunyai banyak saudara, jelas orangtua akan sibuk membagi perharian terhadap saudara-saudaranya itu. Oleh sebab itu anak kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya dalam suatu keluarga menunjukan perkembangan yang lebih cepat dibandingkan dengan anak yang pertama, hal ini dimungkinkan karena anak-anak yang lebih muda akan banyak meniru dan belajar dari kakak-kakaknya.
·     Faktor-faktor Umum
Faktor-faktor umum maksudnya unsur-unsur yang dapat digolongkan ke dalam dua penggolongan , yaitu faktor dari dalam dan dari luar diri individu. Diantara faktor-faktor umum yang mempengaruhi perkembangan individu adalah :
a).     Intelegensi
Intelegensi merupakan salah satu faktor umum yang mempengaruhi perkembangan anak. Tingkat intelegensi yang tinggi erat kaitannya dengan kecepatan perkembangan. Sedangkan tingkat intelegensi yang rendah erat kaintannya dengan kelambanan perkembangan.
b).    Jenis Kelamin
Jenis kelamin juga memegang peranan penting dalam perkembangan fisik dan mental seorang anak.
c).Kelenjar Gondok
Penelitian dalam bidang endocrinologi menunjukkan betapa pentingnya peranan yang dimainkan oleh kelenjar gondok terhadap perkembangan fisik dan mental anak-anak. Kelenjar gondok ini mempengaruhi perkembangan baik dalam waktu sebelum lahir, maupun pada pertumbuhan dan perkembangan sesudahnya.
d).    Kesehatan
Kesehatan juga merupakan salah satu faktor umum yang mempengaruhi perkembangan individu. Mereka yang kesehatan mental dan fisiknya baik dan sempurna akan mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang memadai. Sebaliknya, mereka yang mengalami gangguan kesehatan, baik secara mental maupun fisik, perkembangan dan pertumbuhannya juga akan mengalami hambatan.
e).Ras
Ras juga turut mempengaruhi perkembangan seseorang. Misalnya, anak-anak dari ras mediterranean ( sekitar laut tengah ) mengalami perkembangan fisik lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak dari bangsa-bangsa Eropa Utara. Demikian juga anak-anak Negro dan ras Indian, ternyata perkembangannya lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak dari ras bangsa-bangsa yang berkulit putih dan kuning.

Karakteristik Umum Perkembangan Peserta Didik
Secara garis besarnya aspek-aspek perkembang meliputi : perkembangan fisik-motorik dan otak, perkembangan kognitif, dan perkembangan sosioemosional. Masing-masing aspek perkembangan dihubungkan dengan pendidikan, sehingga para guru diharapkan mampu memberikan layanan pendidikan atau menggunakan straregi pembelajaran yang relevan dengan karakteristik perkembangan tersebut.

·     Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar ( SD )
Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk sekolah adalah 6 tahun dan selesai pada usia 12 tahun. Kalau mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak, berarti anak usia sekolah berada dalam dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah ( 6-9 ), dan masa kanak-kanak akhir ( 10-12 ).

Menurut Havighurst, tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi :
a).     Menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan aktivitas fisik.
b).    Membina hidup sehat.
c).Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok.
d).    Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin.
e).Belajar membaca,  menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi dalam masyarakat.
f). Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif.
g).     Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai.
h).    Mencapai kemandirian pribadi.

Dalam upaya mencapai setiap tugas perkembangan tersebut, guru dituntut untuk memberikan bantuan berupa :
a).     Menciptakan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik.
b).    Melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar, bergaul dan bekerja dengan teman sebaya, sehingga kepribadian sosialnya berkembang.
c).Mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman yang konkret atau langsung dalam membangun konsep.
d).    Melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai-nilai, sehingga siswa mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi pegangan bagi dirinya.

·     Karakteristik Anak Usia Sekolah Menengah ( SMP )
Terdapat sejumlah karakteristik yang menonjol pada anak usia SMP ini, yaitu :
a).     Terjadinya ketidakseimbangan proporsi tingi dan berat badan.
b).    Mulai timbulnya ciri-ciri seks sekunder.
c).Kecenderungan ambivalensi, antara keinginan menyendiri dengan keinginan, serta keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orangtua.
d).    Senang membandingkan kaedah-kaedah, nilai-nilai etika atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.
e).Mulai mempertanyakan secara skeptik mengenai eksistensi dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan.
f). Reaksi dan ekspresi emosi masih labil.
g).     Mulai mengembagkan standar dan harapan terhadap perilaku diri sendiri yang sesuai dengan dunia sosial.
h).    Kecenderungan minat dan pilahan karir reklatif sudah lebih jelas.

Adanya karakteristik anak usia sekolah menengah yang demikian, maka guru diharapkan untuk :
a).     Menerapkan model pembelajaran yang memisahkan siswa pria dan wanita ketika membahas topik-topik yang berkenaan dengan anatomi dan fisiologi.
b).    Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan hobi dan minatnya melalui kegiatan-kegiatan yang positif.
c).Menerapkan pendekatan pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual atau kelompok kecil.
d).    Meningkat kerja sama dengan orangtua dan masyarakat untuk mengembangkan potensi siswa.
e).Tampil menjadi teladan yang baik bagi siswa.
f). Memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bertanggungjawab.

·     Karakteristik Anak Usia Remaja ( SMP/SMA )
Masa remaja  ( 12-21 tahun ) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati diri ( ego identity ). Masa remaja ditandati dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu :
a).     Mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya.
b).    Dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria atau wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat.
c).Menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif.
d).    Mencapai kemandirian emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya.
e).Memilih dan mempersiapkan karir di masa depan sesuai dengan minat dan kemampuannya.
f). Mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak.
g).     Mengembangkan kerampilan intelektual dan konsep-konsep yang diperlukan sebagai warga negara.
h).    Mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial.
i).  Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoaman dalam bertingkah laku.
j).  Mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas.

Berbagai karakteristik perkembangan masa remaja tersebut, menuntut adanya pelayanan pendidikan yang mampu memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat dilakukan guru, diantaranya :
a).     Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi, bahaya penyimpangan seksual dan penyalahgunaan narkotika.
b).    Membantu siswa mengembangkan sikap apresiatif terhadap postur tubh atau kondisi dirinya.
c).Menyediakan fasilitas yang memungkinkan sisiwa mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakatnya, seperti sarana olahraga, kesenian, dan sebagainya.
d).    Memberikan pelatihan untuk mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dan mengambil keputusan.
e).Melatih siswa mengembangkan resiliensi, kemampuan bertahan dalam kondisi sulit dan penuh godaan.
f). Menerapkan model pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk berpikir ktitis, reglektif, dan posititf.
g).     Membangun siswa mengembangkan etos kerja yang tinggi dan sikap wiraswasta.
h).    Memupuk semangat keberagaman siswa melalui pembelajaran agama teruka dan lebih toleran.
i).  Menjalin gubungan yang harmonis dengan siswa, dan bersedia mendengarkan segala kuluhan dan problem yang dihadapinya.

BAB 3

VARIASI INDIVIDUAL PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
                                                                         
Pengertian Peserta Didik
     Dalam proses pendidikan, peserta didik merupakan salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi sentral. Sebagai salah satu komponen penting dalam sistem pendidikan, peserta didik sering disebut sebagai “ raw material ” ( bahan material ).
Dalam perspektif pedagogis, peserta didik diartikan sebagai jenis makhluk “ homo educandum ”  makhluk yang menghajatkan pendidikan. Dalam perspektif psikologis, peserta didik adalah individu yang sedang berada dalam proses pertumbuhan & perkembangan, baik fisik maupun psikis menurut fitrahnya masing-masing. Sebagai individu yang tengah tumbuh dan berkembang, peserta didik perlu bimbingan & pengarahan yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya ( Arifin, 1996 ).
Dalam perspektif Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 4 “ peserta didik diartikan sebagai anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang & jenis pendidikan tertentu ”.
Berdasarkan beberapa definisi tentang peserta didik yang disebutkan diatas dapat disimpulkan bahwa peserta didik individu yang memiliki sejumlah karakteristik, diantaranya :
·      Peserta didik adalah individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga ia merupakan insan yang unik.
·      Peserta didik adalah individu yang sedang berkembang, artinya peserta didik tengah mengalami perubahan-perubahan dalam dirinya yang ditunjukan kepada diri sendiri maupun yang diarahkan pada penyesuaian dengan lingkungannya.
·      Peserta didik adalah individu yang membutuhkan bimbingan individual & perlakuan manusiawi.
·      Peserta didik adalah individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri. Disamping itu, didalam diri peserta didik juga terdapat kecendrungan untuk melepaskan diri dari kebergantungan pada pihak lain. Karena itu, setahap demi setahap orangtua atau pendidik perlu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mandiri & bertanggungjawab sesuai dengan kepribadiannya sendiri.

Teori-teori Psikologi Tentang Hakikat Peserta Didik
Berikut ini akan diuraikan beberapa teori psikologi tentang hakikat manusia tersebut.
·     Pandangan Psikodinamika
Teori psikodinamika adalah teori psikologi yang berupaya menjelaskan hakikat & perkembangan tingkah laku ( kepribadian ) manusia. Teori ini dipelopori oleh Sigmund Freud ( 1856-1939 ). Model psikodinamika yang diajukan Freud disebut “ teori psikoanalistis ” ( psychoanalytic theory ). Menurut teori ini tingkah laku manusia merupakan hasil tenaga yang beroperasi didalam pikiran, yang sering tanpa disadari oleh individu. Bagi Freud, ketidaksadaran merupakan bagian dari pikiran yang terletak diluar kesadaran yang umum & berisi dorongan-dorongan instinktual.
Freud meyakini bahwa tingkah laku kita didorong oleh motif-motif diluar alam sadar kita dan konflik-konflik yang tidak kita sadari. Konflik-konflik itu didasari oleh instink-instink atau dorongan-dorongan seksual dan agresif primitif serta kebutuhan untuk mempertahankan impuls-impuls primitif diluar kesadaran langsung kita.
Menurut Freud, sedikit ide-ide, harapan-harapan, dan impuls-impuls yang ada dalam diri individu dan yang menentukan tingkah laku mereka. Sebaliknya, bagian dari pikiran yang lebih besar, yang meliputi harapan-harapan, kekuatan-kekuatan, dorongan-dorongan yang bersifat instinktif kita yang terdalam, tetap berada dibawah permukaan kesadaran ( unconscious ). Maka para teoritisi  psikodinamika menganggap perkembangan manusia ( human development ) sebagai suatu proses aktif dan dinamis yang sangat dipengaruhi oleh dorongan-dorongan atau impuls-impuls individual yang dibawa sejak lahir.
Berdasarkan ide-ide pokok tentang tingkah laku manusia tersebut Freud kemudian membedakan kepribadian manusia atas tiga unit mental atau struktur psikis, yaitu :
a).     Id
merupakan aspek biologis kepribadian karena berisikan unsur-unsur biologis, termasuk didalamnya dorongan-dorongan dan impuls-impuls instinktif yang lebih dasar ( lapar, haus, seks dan agresi ). Id bekerja mengikuti prinsip kesenangan ( pleasure principle ), yang dioperasikan pada dunia proses; pertama, reflkes dan reaksi otomatis ( seperti : bersin, berkedip ); kedua, proses berpikir primer ( primary process thinking ) yang merupakan proses dalam berhubungan dengan dunia luar melalui imajinasii dan fantasi, yakni mencapai pemuasan dengan memanipulasi gambaran mental dari objek yang diinginkan ( seperti : orang lapar membayangkan makanan ).
b).    Ego
Merupakan aspek psikologi kerpribadian karena timbul dari kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia nyata dan menjadi perantara antara kebutuhan instinktif organisme dengan keadaan lingkungan. Ego berkembang pada tahun pertama dan merupakan aspek eksekutif atau “ executive branch ” ( badan pelaksana ) kepribadian, karena fungsi utama ego adalah : 1). menahan penyaluran dorongan; 2). mengatur desakan dorongan-dorongan yang sampai pada kesadaran;
3). mengarahkan suatu perbuatan agar mencapai tujuan-tujuan yang dapat diterima; 4). berpikir logis; dan 5). mempergunakan pengalaman emosi-emosi kecewa atau kesal sebagai tanda adanya sesuatu yang salah, yang tidak benar.
Ego terikat oleh proses berpikir sekunder ( secondary process thinking ), yaitu proses berpikir realistis melalui perencanaan pemuasan kebutuhan dan menimbang situasi yang memungkinkan kompromi antara fantasi dari id dan realitas dunia luar. Prinsip kerja ego diatur oleh prinsip realitas ( reality principle ), yaitu  menghilangkan ketegangan dengan mencari objek yang tepat didunia nyata.
Perbedaan pokok antara id dan ego adalah bahwa id hanya mengenal realitas subjektif-jiwa, sedangkan ego membedakan antara hal-hal yang terdapat dalam bathin dengan hal-hal yang terdapat dalam dunia luar.
c).Superego
adalah aspek sosiologis kepribadian karena merupakan wakil nilai-nilai tradisional dan cita-cita masyarakat sebagaimana yang ditafsirkan orangtua kepada anak-anaknya melalui berbagai perintah dan larangan. Perhatian superego adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah, sehingga dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui oleh masyarakat. Superego mencerminkan nilai-nilai moral dari self yang ideal, yang disebut “ego ideal” dan berfungsi : 1). sebagai hati nurani atau penjaga moral internal, yang mengawasi ego dan memberikan penilaian tentang benar atau salah; 2). merintangi impuls-impuls id, terutama impuls-impuls seksial dan agresif; 3). mendorong untuk mengganti tujuan-tujuan realistis dengan tujuan-tujuan moralistis; 4). menentukan cita-cita mana yang akan diperjuangkan; 5). mengajarkan kepuasaan.
Dalam dinamika dan realitas kehidupan pribadi, id lebih cenderung pada nafsu, sedangkan superego lebih cenderung pada hal-hal yang moralis. Agar tercipta keseimbangan hidup, id dan superego, harus dijembatani oleh yang bersifat realistis ( ego ).
Artinya, agar manusia tidak mengembangkan nafsu saja dan tidak terlalu cenderung pada hal-hal yang idealis dan moralis, perlu ada imbangkan melalui dunia kenyataan atau dijembatani oleh ego.

·     Pandangan Behavioristik
Behavioristik adalah sebuah aliran dalam pembahasan tingkah laku manusia yang dikembangkan oleh John B. Watson ( 1878-1958 ), seorang ahli psikologi Amerika, pada tahun, 1930, sebagai reaksi atas teori psikodinamika.
     Watson dan teoristik behavioristik lainnya, seperti Skinner ( 1904-1990 ) meyakini bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil dari pembawaan genetis dan pengaruh lingkungan atau situasional. Jika Freud melihat tingkah laku kita dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan yang tidak rasional, teoritikus behavioristik melihat kita sebagai hasil pengaruh lingkungan yang membentuk dan memanipulasi tingkah laku kita. Menurut teoritikus behavioristik manusia sepenuhnya adalah manusia yang reaktif, yang tinglah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar.
·     Pandangan Humanistik
Teori humanistik muncul pada pertengahan abad ke-20 sebagai reaksi terhadap teori psikodinamika dan behavioristik. Para teoritikus humanistik, seperti Carl Rogers ( 1902-1987 ) dan Abraham Maslow ( 1908-1970 ) meyakini bahwa tingkah laku manusia tidak dapat dijelaskan sebagai hasil dari konflik-konflik yang tidak disadari maupun sebagai hasil pengondisian ( conditioning ) yang sederhana.
     Aliran humanistik berhubungan erat dengan aliran filosofis Eropa yang disebut “ eksistensialisme ”. para eksistensialis, seperti filosof Martin Heidegger ( 1889-1976 ) dan Jean-Paul Sartre ( 1905-1980 ), memfokuskan perhatian pada pencarian dan arti pentingnya pilihan pada eksistensi manusis. Para teoritikus humanistik mempertahankan bahwa manusia memiliki kecendrungan bawaan untuk melakukan self-actualization – untuk berjuang menjadi apa yang mereka mampu.
     Menurut Rogers, salah seorang tokoh aliran humanistik, prasyarat dari terpenting bagi aktualisasi diri adalah konsep diri yang luas dan fleksibel. Rogers meyakini bahwa orangtua mempunyai peran yang besar dalam membantu anak-anak mereka mengembangkan self-esteem dan menempatkan mereka pada jalur self-actualization dengan menunjukan unconditional positive regard – memuji mereka berdasarkan nilai dari dalam diri mereka. Dengan pemberian penghargaan dan penilaian yang bersifat positif, anak dapat mengembangkan self-actualization dan self-concept yang bersifat positif.

·     Pandangan Psikologi Transpersonal
Psikologi transpersonal merupakan pengembangan psikologi humanistik. Aliran psikologi ini disebut aliran keempat psikologi. S.I Shapiro dan Denise H. Lojoie ( 1992 ) menggambarkan psikologi transpersonal sebagai berikut :
Transpersonal psychology is concerted with the study of humanitys highest potential, and with the recognition understanding, and realization of unitive, spiritual, and transcendent states of consciousness.

     Psikologi transpersonal berawal dari penelitian-penelitian psikologi kesehatan yang dilakukan oleh Abraham Maslow pada tahun 1990-an. Maslow melakukan serangkaian penelitian tentang pengalaman-pengalaman keagamaan, seperti “ pengalaman-pengalaman puncak ” ( peak experiences ).
Dari hasil penelitiannya, Maslow berkesimpulan bahwa pengalaman keagamaan adalah peak experience, plateau dan fathes resches of human nature. Maslow ( 1968 ) menulis :
I should say also that I consider humanistic, Third Forces Psychology, to be transitional, a preparation for a still higher Fourth psychology, a transpersonal, transhuman, centered in the cosmos rather human need and interest, going beyond humanness, identity, self actualization, and the like.

Psikologi transpersonal mengambil pelajaran dari semua angkatan psikologi dan kearifan penerial (philosophia) agama.

Perbedaan Individual Peserta Didik
Dalam kajian psikologi, masalah individu mendapat perhatian yang besar, sehingga melahirkan cabang psikologi yang dikenal dengan individual psuchology, atau differential psychology, yang memberikan perhatian besar terhadap penelitian tentang perbedaan antar individu.
Dalam tinjauan psikologis Islam, perbedaan individual tersebut dipandang sebagai realitas kehidupan manusia yang sengaja diciptakan Allah untuk dijadikan bukti kebesaran dan kesempurnaan ciptaan-Nya. Ketika menjelaskan tentang proses penciptaan, dalam surah Al-Mu’minun ayat 12-14.
Allah telah memberi isyarat akan perbedaan ini. “ Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati ( berasal ) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani ( yang disimpan ) dalam tempat yang kukuh ( rahim ). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging, kemudian Kami jadikan dia makhluk yang ( berbentuk ) lain. Maka sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik”. ( QS. Al’Mu’minun [23] : 12-14 ).

Kata-kata “ makhluk ( bentuk ) lain ” ( khalqan akhar ) yang terkandung dalam ayat diatas mengindikasikan betapa manusia sebagai makhluk individu memiliki ciri-ciri khas, yang berbeda satu sama lain. Sejak zaman Nabi Adam, manusia pertama ciptaan Allah, hingga kini tidak ditemukan seorangpun yang memiliki bentuk persis sama, meskipun masih dalam keturunan yang satu.
Individu menunjukan kedudukan seseorang sebagai perseorangan atau personal. Sebagai orang perorangan individu memiliki sifat-sifat atau karakteristik yang menjadikannya berbeda dengan makhluk lainnya. Perbedaan inilah yang disebut dengan perbedaan individual ( individual difference ).
Secara umum, perbedaan individual dibagi menjadi dua, yaitu perbedaan secara vertikal dan perbedaan secara horizontal. Perbedaan vertikal adalah perbedaan individu dalam aspek jasmaniah, seperti : bentuk, tinggi, besar, kekuatan dan sebagainya. Perbedaan horizontal adalah perbedaan individu dalam aspek mental, seperti : tingkat kecerdasan, bakat, minat, ingatan, emosi, tempramen, dan sebagainya. Berikut ini akan diuraikan beberapa aspek perbedaan individual peserta didik tersebut.


·     Perbedaan Fisik-Motorik
Perbedaan individual dalam fisik tidak hanya berbatas pada aspek-aspek yang teramati oleh pancaindra, seperti : bentuk atau tinggi badan, warna kulit, warna mata atau rambut, jenis kelamin, nada suara atau bau keringat, melainkan juga mencakup aspek-aspek fisik yang tidak dapat diamati melalui pancaindra.
     Perbedaan aspek fisik juga dapat dilihat dari kesehatan peserta didik, seperti kesehatan mata dan telinga. Dalam hal kesehatan mata misalnya, akan ditemui adanya peserta didik yang mengalami gangguan penglihatan, seperti : rabuh jauh, rabun dekat, rabun malam, buta warna, dan sebagainya. Sedangkan dalam hal kesehatan telinga, akan ditemui adanya peserta didik yang mengalami penyumbatan pada  saluran liang telinga, ketegangan pada gendang telinga, terganggunya tulang-tulang pendengaran, dan seterusnya.
                                                                    
·     Perbedaan Intelegensi
Intelegensi adalah salah satu kemampuan mental, pikiran atau intelektual dan merupakan bagian dari proses kognitif pada tingkatan yang lebih tinggi. Secara ilmu intelegensi dapat dipahami sebagai kemampuan beradaptasi dengan situasi yang baru secara cepat dan efektif.
     Untuk mengetahu tinggi rendanya intelegensi peserta didik para ahli telah mengembangkan instrument yang dikenal “ tes intelegensi ”, yang kemudian lebih popular dengan istilah intelligence Quotient, disingkat IQ.
Berdasarkan hail tes intelegensi, peserta didik dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a.     Anak Genius
IQ diatas 140
b.     Anak Pintar
110-140
c.     Anak Normal
90-110
d.     Anak Kurang Pintar
70-90
e.     Anak Debil
50-70
f.      Anak Dungu
30-50
g.     Anak Idiot
IQ dibawah 30

      Genius adalah sifat pembawaan luar biasa yang dimiliki seseorang, sehingga ia mampu mengatasi kecerdasan orang-orang biasa dalam bentuk pemikiran dan hasil karya. Sedangkan idiot atau pander adalah penderita lemah otak, yang hanya memiliki kemampuan berpikir setingkat dengan kecerdasan anak yang berumur tiga tahun ( Murasal, 1981 ).

·     Perbedaan Kecakapan Bahasa
Kemampuan berbahasa adalah kemampuan seseorang untuk menyatakan buah pikirannya dalam bentuk ungkapan kata dalam kalimat yang bermakna, logis dan sistematis. Kemampuan berbahasa anak didik berbeda-beda, ada yang berbicara dengan lancar, singkat dan jelas, ada pula yang gagap, berbicara, berbelit-belit dan tidak jelas.

      Dari hasil beberapa penelitian bahwa faktor nature dan nurture ( pembawaan dan lingkungan ) sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak. Karena itu, tidak heran kalau antara individu yang satu dan yang lain berbeda dalam kecakapan bahasanya. Faktor yang mempengaruhi perbedaan kecakapan berbahasa anak yaitu : faktor kecerdasan, pembawaan, lingkungan fisik, terutama organ bicara, dan sebagainya.

·     Perbedaan Psikologis
Perbedaan psikologis peserta didik juga terlihat dari aspek psikologisnya. Ada anak yang mudah tersenyum, gampang marah, berjiwa sosial, sangat egoistis, cengeng, pemalas, rajin, dan ada pula anak yang pemurung dan seterusnya.
     Persoalan psikologis memang sangat kompleks dan sangat sulit dipahami secara tepat, karena menyangkut apa yang ada didalam jiwa dan perasaan peserta didik. Bukan berarti seorang guru mengabaikan kondisi tersebut, guru dituntut untuk mampu memahami fenomena-fenomena tersebut. Salah satu cara yang mungkin dilakukan adalah dengan melakukan pendekatan kepada peserta didik secara pribadi. Dengan cara ini mungkin guru dapat mengenal siapa sebenarnya peserta didik tersebut, keinginan-keinginannya, dan kebutuhan-kebutuhan yang ingin dicapainya.

Karakteristik Individu dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
     Karakteristik individu adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada individu sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungannya. Untuk menjelaskan karakteristik-karakteristik individu baik fisik, mental, atau emosional biasa digunakan istilah nature dan nuture ( alam, sifat dasar ). Nature adalah karakteristik individu atau sifat khas seseorang sejak lahir atau yang diwarisi sebagai pembawaan, sedangkan nuture ( pemeliharaan, pengasuhan ) adalah faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi individu sejak masa pembuahan sampai selanjutnya.
Nature dan nuture ini merupakan dua faktor yang mempengaruhi karakteristik individu, baik secara terpisah atau terpadu dengan rangsangan yg lain, dalam hal ini, proses pendidikan disekolah harus disesuaikan dengan karakteristik peserta didik secara individu. Berdasarkan pemahaman ini, secara esensial proses belajar mengajar yang dilaksanakan guru adalah menyediakan kondisi yang kondusif agar masing-masing individu peserta didik dapat belajar secara optimal.
Dalam pembicaraan mengenai karakteristik individu peserta didik ini, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
a.    Karakteristik yang berkenaan dengan kemampuan awal atau prerequisite skills, seperti kemampuan intelektual, kemampuan berpikir dan hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikomotor.
b.    Karakteristik yang berhububungan dengan latar belakang dan status sosio-kultural.
c.    Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian, seperti : sikap, perasaan, minat, dan lain-lain.

Bagi guru khususnya, informasi mengenai karakteristik individu peserta didik ini akan sangat berguna dalam memilih dan menentukan pola-pola pengajaran yang lebih baik atau yang lebih tepat. Disamping itu, pemahaman atas karakteristik individu peserta didik juga sangat bermanfaat bagi guru dalam memberikan motivasi dan bimbingan bagi setiap individu peserta didik kearah keberhasilan belajarnya.

BAB 4

KEBUTUHAN PESERTA DIDIK

Teori Kebutuhan
     Setiap individu mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang hendak dipenuhi.Menurut Alfrooz ( 1996 ), kebutuhan ( need ) adalah : “ A natural requirement with, should be satisfield in order to secure a better organic compatibility ”. Sedangkan Chaplin ( 2002 ), mendefinisikan need ( kebutuhan ) sebagai : 1). satu subtansi selular yang harus dimiliki oleh organisme; 2). lebih umum, segala kekurangan, ketiadaan/ketidaksempurnaan yang dirasakan seseorang.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kebutuhan merupakan keperluan azasi yang harus dipenuhi, kebutuhan muncul karena ketidakseimbangan dalam diri individu. Kebutuhan  mendapatkan perhatian dari sejumlah ahli psikologi, salah satu teorinya dibangun dan dipopulerkan oleh Abraham H. Maslow. Menurut ia manusia memiliki kecendrungan-kecendrungan mencapai kebutuhan hingga memuaskan.
 Manusia dilukiskan oleh Maslow adalah makhluk yang tidak pernah berada dalam keadaan sepenuhnya puas. Jika kebutuhan sudah terpenuhi yang  maka akan muncul kebutuhan-kebutuhan berikutnya yang menuntut kepuasan, hal ini terus terjadi sepanjang kehidupan manusia ( Jerry dan Phares, 1987 ).

Karena keyakinan tersebut, Maslow membuat sebuah teori tentang kebutuhan yang dikenal sebagai hierarki kebutuhan ( hierarchy need ), dalam teori ini Maslow menyebutkan lima kebutuhan hierarki ( kebutuhan prioritas utama ). Maslow membedakan kelima kebutuhan berdasarkan motif untuk memenuhinya, yaitu : basic need ( kebutuhan-kebutuhan dasar ) dan metaneeds ( kebutuhan untuk pertumbuhan ).

Selain teori yang diajukan Maslow, Mc Cielland juga mengajukan teori tentang kebutuhan yang dikenal cukup luas, kemudian Mc Ciellan membagi 3 jenis kebutuhan menjadi :
1). Need for acchievement— N-Ach (kebutuhan untuk berprestasi), yaitu kebutuhan untuk bersaing atau melampaui standar pribadi. Need for achievement merupakan suatu motif yang memotifasi seseorang untuk berhasil dalam berkompetisi baik berupa prestasi orang lain atau prestasi diri sendiri yang telah dicapainya. Mc Cielland menemukan ciri-ciri individu yang memiliki kebutuhan ini, antara lain :
a.    Menyenangi situasi dimana ia bertanggungjawab atas segala perbuatannya.
b.    Menyenangi umpan balik (feedback) yang cepat, nyata dan efisien atas segala perbuatannya.
c.    Dalam menentukan prestasinya ia lebih memilih resiko yang besar.
d.    Berusaha melakukan sesuatu dengan cara yang baru dan kreatif.
e.    Mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi.
2). Need for power—N-Pow (kebutuhan untuk berkuasa), yaitu suatu kebutuhan untuk memberi kesan atau memberi pengaruh atas orang lain untuk dianggap sebagai orang yang berkuasa. Dikatakan memiliki need for power yang tinggi apabila seseorang mencari cara untuk mempengaruhi atau menguasai orang lain. Seseorang yang memiliki need for power yang tinggi akan berusaha untuk mempengaruhi atau menguasai orang lain secara tidak langsung dengan cara memberikan sugesti, mengajukan pendapat atau ide-ide atau pendapat tertentu. Ciri-ciri tingkah laku orang yang memiliki need for power antara lain :
a.    Sangat aktif dalam menentukan kegiatan  organisasi tempat ia bernaung.
b.    Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organisasi.
c.    Senang menjadi anggota organisasi yang mencerminkan prestise.
d.    Berusaha menolong orang lain walau tidak diminta.
3). Need for affiliation—N-Aff (kebutuhan untuk berafiliasi) yaitu kecendrungan beberapa individu untuk mencari atau menjalin persahabatan dengan orang lain tanpa melihat statusnya. Seseorang yang memilikineed for affiliation yang tinggi apabila memikirkan bagaimana caranya menjalin hubungan persahabatan dengan orang lain, memberikan perhatian yang besar pada orang tersebut. Ciri-ciri orang yang memiliki need for affiliation, antara lain :
a.    Lebih senang berkumpul dengan orang lain.
b.    Sering berhungan dengan orang lain.
c.    Lebih memperhatikan aspek hubungan pribadi.
d.    Mencari persetujuan atau kesepakatan dengan orang lain.
e.    Lebih aktif melakukan pekerjaan.

Kebutuhan Dasar Manusia
     Dalam teori  hierarki kebutuhan yang diajukan Maslow disebutkan lima kebutuhan dasar secara berjenjang atau bertingkat. Tingkat paling bawah terletak kebutuhan fisiologi, tingkat keempat terdapat kebutuhan atas penghargaan diri, tingkat ketiga terdapat kebutuhan yang termasuk kedalam kelompok kasih sayang, tingkat kedua terdapat kebutuhan rasa aman dan ketentraman, dan pada tingkat tertinggi terdapat kebutuhan atas perwujudan diri.


Self –actualization


Esteem need


Sosial need


Safety and security need

Physiological need










·     Physiological Need (Kebutuhan-kebutuhan Fisiologi)
     Kebutuhan-kebutuhan fisiologi adalah kebutuhan yang menjadi prioritas utama, dakam pemenuhannya karena berkaitan langsung dengan kondisi fisik dan kelangsungan hidup. Kebutuhan-kebutuhan psikologis antara lain : makanan, minuman, oksigen, sandang, tempat tinggal, seks, tidur, istirahat dan lain-lain. Karena kebutuhan ini sangat mendesak maka sebelum memenuhi kebutuhan ini, kebutuhan yang lain akan ditekan atau ditunda.
·     Safety and Security Need (Kebutuhan Akan Rasa Aman dan Perlindungan)
     Kebutuhan-kebutuhan akan rasa aman merupakan kebutuhan dasar dalam tingkat kedua dan muncul setelah fisiologi terpenuhi. Menurut Maslow, indikasi kebutuhan ini pada anak adalah kebergantungan. Anak-anak merasa aman jika berada dekat keluarganya, jika kedekatan ini tidak kuat maka anak akan merasa cemas,
tidak nyaman, dan mendorong anak mencari kehidupan lain yang membuat mereka aman, nyaman dan tentram. Penelitian yang dilakukan Globe (1987) membenarkan bahwa anak sangat membutuhkan rasa aman dan perlindungan.
·     Need for Love and Belongingness (Kebutuhan akan Kasih Sayang)
     Need for love and belongingness adalah kebutuhan yang mendorong individu untuk mengadakan ikatan emosional atau hubungan afeksi, yang diaktualisasikan dalam bentuk : rasa memiliki dan dimiliki, dicintai dan mencintai, rasa diakui dan keikutsertaan dlm suatu kelompok. Menurut Maslow, cinta dan kasih sayang merupakan kebutuhan yang sangat berarti bagi manusia, karena merupakan prasyarat untuk terwujudnya perasaan sehat.
Berbeda dengan Freud yang meyakini bahwa cinta dan afeksi merupakan naluri seks yang disublimasikan. Maslow lebih memandang cinta sebagai hubungan kasih sayang yang sehat antara dua orang atau lebih dan didalamnya terkandung perasaan saling percaya dan menghargai.
Menurut Maslow lebih jauh, tanpa cinta dan kasih sayang, akan dapat menghambat pertumbuhan individu. Para ahli juga mengatakan jika terhambatnya pemenuhan kebutuhan ini akan menjadi penyebab utama terjadinya tingkah laku maladjustment.
·     Need for Self-Esteem (Kebutuhan Akan Rasa Harga Diri)
     Kebutuhan ini merupakan kebutuhan individu untuk merasa dirinya berharga. Kebutuhan ini mencakup : (1) kebutuhan self-respect atau penghormatan atau penghargaan diri sendiri, seperti : hasrat untuk berkompetisi, kekuatan pribadi, edukasi, kemandirian, dan (2) esteem atau penghargaan dari orang lain yaitu : penghargaan untuk apa yang telah dilakukannya, berupa : pengakuan, penerimaan, perhatian, kedudukan atau status, pangkat, nama baik, prestasi dan seterusnya. Kegagalan untuk diakui diri sendiri atau orang lain akan membuat individu merasa rendah diri, kehilangan semangat dan putus asa (discouragement).
·     Need for Self –Actualization (Kebutuhan Akan Aktualisasi)
     Menurut Maslow, self –actualization is a state of self-fulfillment in which people realize their highest potential (Fieldman,1996). Jadi kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan untuk memenuhi dorongan hakiki manusia untuk menjadi orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi dirinya. Dengan kata lain, self-actualization adalah berjuang menjadi apa saja yang bisa kita raih, motif yang mendorong kita untuk mencapai potensi secara penuh dan mengekspresikan kemampuan kita yang unik (tidak biasa ).
Dalam teori hierarki kebutuhan Maslow, kebutuhan ini merupakan kebutuhan tertinggi dan muncul setelah kebutuhan akan penghargaan dan kasih sayang. Untuk memenuhi lima kebutuhan tersebut Abraham Maslow, membedakan motivasi manusia menjadi dua kategori yaitu :
a.    Deficit motive (motif kekurangan), yang mencakup motif untuk mendapatkan kebutuhan fisiologis dan rasa aman. Motif ini menjadi penentu yang mendesak bagi tingkah laku individu. Ciri-ciri yang mendorong munculnya motif ini antara lain :
Ø Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan membuat individu sakit.
Ø Jika kebutuhan ini terpenuhi maka individu tidak akan sakit.
Ø Kemampuan mengendalikan terpenuhinya kebutuhan ini akan menyembuhkan penyakit atau terhindar dari gangguan.
Ø Dalam kondisi memilih yang kompleks, akan mengakibatkan kebutuhan ini menjadi prioritas utama.
Ø Orang yang sehat tingkah lakunya tidak terus-menerus dikuasai oleh hasrat untuk memperoleh makanan.
b.    Meta needs (motif untuk pertumbuhan atau metakebutuhan), merupakan motif yang muncul apabila motif kekurangan telah terpenuhi dan mendorong individu mengungkapkan potensi-potensinya.
Menurut Maslow (dalam Jerry & Phares, 1987) ciri-ciri orang yang mengalami aktualisasi diri adalah :
Ø Menerima relitas secara utuh dan akurat atau melihat sesuatu apa adanya.
Ø Penerimaan terhadap diri sendiri membuat penilaian tinggi atas individualis dan keunikan mereka sendiri atau orang lain.
Ø Spontan dan sederhana menjalani kebutuhan secara alami.
Ø Lebih memusatkan pada suatu masalah daripada diri sendiri; yang bersifat subjektif.
Ø Lebih menyukai hal-hal yang bersifat khusus dan privasi.
Ø Memiliki otonomi pribadi dan independen dari lingkungan fisik dan sosial.
Ø Memiliki pandangan yang hangat.
Ø Menemukan pengalaman-pengalaman puncak atau mistik.
Ø Memiliki semangat identitas dan para persaudaraan yang tinggi dengan semua orang.
Ø Menjalin hubungan interpersonal secara mendalam dengan orang yang telah teraktualisasi diri.
Ø Memiliki karakter pribadi yang sangat menghargai ide-ide demokrasi.
Ø Sangat memperhatikan nilai-nilai etika.
Ø Memiliki kreatifitas yang tinggi.
Ø Memiliki perasaan humor yang filosofis ketimbang humor yang tidak berarti.
Ø Menolak pengaruh kebudayaan yang negatif atau sering berlawanan dengan patokan-patokan pribadi seseorang.

Apabila kebutuhan akan pertumbuhan ini tidak terpenuhi menyebabkan individu sakit secara psikologi dan diberi nama metapologi. Bentuk-bentuk metapologi diantaranya : kehilangan kepercayaan, tidak adil, ego sentries, kehilangan semangat hidup, depresi, kasar, mengalami kebingungan, individualitas, dan kehilangan rasa percaya diri.

Kebutuhan Peserta Didik dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
Berikut ini akan disebutkan beberapa kebutuhan peserta didik yang perlu mendapat perhatian dari guru, diantaranya :
·     Kebutuhan Jasmani
     Sesuai dengan teori hierarki kebutuhan dari Maslow, kebutuhan jasmani merupakan kebutuhan dasar manusia bersifat instinktif. Kebutuhan-kebutuhan jasmaniah untuk peserta didik yang perlu diperhatikan adalah : makan, minum, pakaian, oksigen, istirahat, kesehatan jasmani, gerak-gerak jasmani, serta terhindar dari segala ancaman. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi, selain mempengaruhi pembentukan pribadi dan perkembangan psikososial peserta didik, juga akan sangat berpengaruh terhadap proses belajar mengajar disekolah.
Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan jasmani peserta didik, sekolah melakukan upaya-upaya antara lain:
a.    Memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang pentingnya hidup sehat dan teratur.
b.    Menanamkan kesadaran kepada peserta didik agar mengkonsumsi makanan yang mengandung gizi dan vitamin yang tinggi.
c.    Memberikan waktu peserta didik untuk beristirahat.
d.    Memberikan pendidikan jasmani.
e.    Memberikan berbagai sarana disekolah agar peserta didik dapat bergerak bebas, bermain, berolahraga dan lain-lain.
f.     Membuat bangunan sekolah dengan memperhatikan sirkulasi udara, pencahayaan, sehingga peserta didik dapat belajar dan beraktifitas dengan nyaman.
g.    Mengatur tempat duduk mereka sesuai dengan keadaan fisik mereka.
·     Kebutuhan Rasa Aman
     Sejumlah penelitian membuktikan bahwa kebutuhan ini sangat penting bagi peserta didik dan memberikan pengaruh yang sangat besar dalam tingkah laku mereka. Rutter at al., (1979) mengatakan bahwa kondisi sekolah yang baik dan podasi yang kuat membuat tingkah laku dan akademis peserta didik cenderung baik. Murphi et al (1985) sekolah yang efektif ditentukan oleh lingkungan yang aman dan rapi. Mereka mempunyai dua pendapat dalam dua dimensi. Dimensi pertama yaitu : siswa tak merasa terancam atau ketakutan, merasa aman dan senang berada disekolah. Dimensi kedua adalah bahwa sekolah merupakan sebuah sistem penjagaan dan pelaksanaan disiplin.

Sejumlah pemikir dan praktisi dunia pendidikan konteporer, seperti (Hanushekm, 1995; Bobbi De Porter, 2001; Hoy & Miskel, 2001; Sackney, 2004) juga mengakui bahwa lingkungan sekolah yang sehat dan menyenangkan, disamping dibutuhkan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa, juga diperlukan untuk mengantisipasi timbulnya perasaan tidak nyaman dan stres dalam diri siswa.
·     Kebutuhan Akan Kasih Sayang
     Peserta didik yang mendapatkan kasih sayang akan merasakan senang, betah dan bahagia berada disekolah, seakan-akan memperoleh motivasi untuk belajar disekolah. Sebaliknya jika kebutuhan ini tidak terpenuhi oleh peserta didik akan mengakibatkan mereka merasa terisolasi, cemas, bingung, rendah diri, tidak nyaman, bahkan akan mengakibatkan peserta didik sulit belajar dan memicu munculnya tingkah laku maladaptif. Dengan kondisi seperti itu peserta didik akan membuat mereka malas untuk belajar.
·     Kebutuhan Akan Penghargaan
     Karena kebutuhan ini peserta didik ingin memiliki sesuatu, ingin dikenal dan ingin diakui ditengah-tengah masyarakat. Mereka yang dihargai akan merasa bangga dengan dirinya dan orang lain. Sebaliknya jika peserta didik merasa diremehkan maka sikap mereka pada diri mereka sendiri dan lingkungannya akan menjadi negatif.
Oleh sebab itu, untuk menimbulkan rasa berharga dilingkungan mereka, guru dituntut untuk :
a.    Menghargai anak sebagai pribadi yang utuh.
b.    Menghargai pendapat dan pilihan siswa.
c.    Menerima kondisi siswa apa adanya serta menempatkan mereka pada suatu kelompok sesuai dengan pilihan mereka sendiri.
d.    Guru harus menunjukan kemampuan secara maksimal dan penuh percaya diri dihadapan peserta didiknya.
e.    Guru harus mengembangkan konsep diri siswa yang positif.
f.     Memberikan penilaian terhadap siswa secara objektif.
·     Kebutuhan Akan Rasa Bebas
     Peserta didik juga mempunyai kebutuhan akan rasa bebas. Peserta didik yang merasa tidak bebas dalam mengungkapkan apa yang ada didalam hatinya atau tidak bisa melakukan apa yang mereka inginkan akan mengakibatkan mereka frustasi, merasa tertekan dan sebagainya. Mereka harus diberikan kesempatan dan bantuan secara memadai untuk mendapatkan kebebasan.
·     Kebutuhan Akan Rasa Sukses
     Peserta didik menginginkan kegiatan akademis berhasil dengan hasil baik. Mereka akan merasa bahagia dan senang jika apa mereka berhasil, jika apa yang peserta didik lakukan tidak berhasil maka mereka merasa kecewa. Ini menunjukan bahwa kebutuhan ini merupakan kebutuhan pokok bagi peserta didik.



BAB 5

PERKEMBANGAN FISIK PESERTA DIDIK

Pengertian Perkembangan Fisik
     Perkembangan fisik atau yang disebut juga pertumbuhan biologis (biological growth) merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan individu. Menurut Seifert & Hoffnung, (1994), perkembangan fisik merupakan perubahan-perubahan dalam tubuh (seperti : pertumbuhan otak dan sistem saraf, organ-organ indrawi, pertambahan tinggi dan berat, hormon, dan lain-lain) dan perubahan dalam menggunakan tubuhnya (seperti : perkembangan keterampilan motorik dan seksual), serta kemampuan fisik (penurunan fungsi jantung, penglihatan, dan sebagainya).
Pertumbuhan dan perkembangan fisik yang optimal sangat penting bagi anak-anak usia sekolah dan remaja, sebab pertumbuhan dan perkembangan fisik anak baik secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi perilaku anak sehari-hari. Secara langsung pertumbuhan fisik ini akan menentukan keterampilan mereka dalam bergerak. Sedangkan secara tidak langsung, pertumbuhan atau perkembangan fisik mempengaruhi cara peserta didik memandang dirinya sendiri dan orang lain.

Karakteristik Perkembangan Fisik Peserta Didik
     Dengan masuknya anak ke sekolah dasar membawa perubahan besar dalam pola kehidupannya. Pada usia sekolah dasar ini merupakan periode pertumbuhan fisik yang lambat dan seragam sampai terjadi perubahan-perubahan pubertas, sekitar dua tahun menjelang menjadi matang secara seksual. Karena itu, masa ini sering disebut “ periode tenang ”.

·     Keadaan Berat dan Tinggi Badan Anak Usia Sekolah
     Badan anak bagian atas berkembang lebih lambat dari pada tubuh bagian bawah sampai anak berusia 6 tahun. Selama masa akhir anak-anak tinggi badan bertambah 5-6% dan berat badannya bertambah hingga 10% pertahun, saat anak berumur 6 tahun tinggi rata-ratanya adalah 46 inchi dan beratnya 42,5 kg dan pada saat berumur 12 tahun tinggi anak mencapai 60 inchi dan beratnya 40-42,5  kg (Mussen, Canger & Kangan, 1969).
Pada masa ini peningkatan berat badan anak lebih banyak dari pada panjang badannya, kaki dan tangan lebih panjang sedangkan dada dan panggul lebih besar. Pada waktu yang sama massa dan kekuatan otot secara perlahan bertambah dan gemuk bayi (bayi fat) berkurang, pertambahan kekuatan otot ini karena faktor keturunan dan latihan (olahraga). Karena perbedaan kekuatan otot maka otot anak laki-laki lebih kuat daripada anak perempuan (Santrack, 1995).
Pertumbuhan fisk selama masa ini, selain memberikan kemampuan anak-anak berpartisipasi dalam berbagai hal baru, juga menimbulkan permasalahan-permasalahan dan kesulitan-kesulitan secara fisik dan psikologi bagi mereka (Seifert & Hoffnung, 1994).
·     Masa Pubertas (10-14)
     Akhir usia sekolah, anak akan masuki masa yang disebut dengan “pubertas” (berasal dari bahasa latin “ pubescere ” yang artinya rambut kemaluan), yaitu awal terjadinya pematangan seksual. Biasanya anak perempuan 2 tahun lebih awal dalam memasuki masa pubertas dibandingkan dengan anak laki-laki. Menurut beberapa ahli perkembangan anak perempuan memasuki masa pubertasnya saat berusia 10 tahun, sedangkan anak laki-laki saat berusia 12 tahun.

·     Perubahan Fisik
     Pada masa pubertas ini terjadi perubahan fisik yang dramatis yang disebut juga dengan “growth spurt“ (percepatan pertumbuhan) dimana terjadi perubahan percepatan pertumbuhan diseluruh bagian fisik (Zigler & Stevenson, 1993), baik pertambahan berat badan dan tinggi badan, proporsi dan bentuk tubuh, maupun kematangan seksual (Papalia, Old & Feldman, 2008).
Perubahan-perubahan fisik pada masa pubertas ini disebabkan oleh matangnya kelenjar pituitari (pituitary gland) yaitu kelenjar endoktrin yang berhubungan dengan otak, tepat berada dibawah hipotalamus. Kelenjar ini mengeluarkan beberapa hormon yaitu : hormon pertumbuhan, gonadotropik (hormon yang merangsang kegiatan didalam gonad), dan hormon kortikotropik (hormon yang mengatur fungsi-fungsi kulit adrenal).
Hormon gonadotropik mempercepat pematangan sel-sel telur dan sperma. Sehingga mempengaruhi produksi hormon seks. Sedangkan hormon kortikotropik mempengaruhi kelenjar suprarenalis (kelenjar anak ginjal). Hormon-hormon seks, yaitu testosteron pada anak laki-laki dan estrogen pada anak perempuan bersama-sama dengan hormon pertumbuhan dan suprarenalis mempengaruhi pertumbuhan anak. Pada gilirannya terjadi apa yang disebut dengan percepatan pertumbuhan (growth spurt).
Percepatan pertumbuhan yang tejadi dalam fase ini hanya terjadi selama 2 tahun, setelah berakhirnya fase ini maka anak tersebut memasuki kematangan seksual. Karena anak perempuan 2 tahun lebih awal mengalami percepatan pertumbuhan dibandingkan anak laki-laki maka anak perempuan lebih tinggi dan lebih kuat dari pada anak laki-laki saat mereka berusia 10 atau 11 tahun. Tinggi rata-rata anak perempuan saat memasuki percepatan pertumbuhan yaitu 54 atau 55 inchi sedangkan tinggi arata-rata anak laki-laki yaitu 59 atau 60 inchi (Seifert & Hoffnung, 1994).
·     Proporsi Tubuh
     Percepatan pertumbuhan selama masa pubertas juga terjadi pada proporsi tubuh, yang sebelumnya percepatan pertumbuhannya terlalu kecil tetap pada masa pubertas menjadi lebih besar. Ini terlihat jelas pada pertumbuhan kaki dan tangan dan terjadi tidak proporsional. Perubahan ini yang tidak seimbang menyebabkan anak merasa kaku dan canggung, sehingga ia khawatir jika badannya tidak serasi dengan tangan dan kakinya.
Perubahan-perubahan dalam proporsi tubuh juga terlihat pada perubahan ciri-ciri wajah anak seperti : dahi yang mulanya sempit sekarang menjadi luas, mulut menjadi melebar, dan bibir menjadi lebih penuh. Akan tetapi, perkembangan otot laki-laki lebih cepat dan anak laki-laki juga memiliki lebih banyak jaringan otot, sehingga anak laki-laki lebih kuat daripada anak perempuan.
·     Kematangan Seksual
Kematangan seksual ditandai dengan perubahan ciri-ciri seks primer (primery seks characteristics) dan ciri-ciri seks sekunder (secondary seks characteristics).
a.    Perubahan Ciri-ciri Seks Primer
     Ciri-ciri seks primer anak laki-laki ditunjukan dengan pertumbuhan dari batang kemaluan (penis) dan kantung kemaluan (scrotum) yang terjadi sejak usia anak sekitar 12 tahun dan terjadi selama 5 tahun untuk penis dan 7 tahun untuk skrotum (Seifort & Hoffnung, 1994). Pada scrotum terdapat 2 buah testis (buah pelir) yang bergantung dibawah penis. Testis ini sudah anak sejak anak dilahirkan tetapi hanya 10% dari ukuran matangnya, testis mencapai ukuran kematangannya saat anak berusia 20 atau 21 tahun.
Perubahan ini terjadi pada anak laki-laki dipengaruhi oleh hormon, terutama hormon perangsang yang diproduksi oleh kelenjar bawah otak (pituitary gland), hormon ini merangsang testis sehingga menghasilkan hormon testoteron dan androgen serta spermatoza (Sarwono, 1994). Sperma yang dihasilkan testis selama masa ini memungkinkan untuk mengadakan reproduksi untuk pertama kalinya. Oleh karena itu, kadang-kadang saat anak laki-laki berusia 12 tahun kemungkinan mengalami penyemburan air mani (ejaculation of semen) mereka yang pertama atau yang sering disebut dengan mimpi basah.
Pada anak perempuan perubahan ini ditandai dengan munculnya menstruasi, yang disebut dengan menarche, yaitu menstruasi yang pertama kali oleh anak perempuan. Terjadinya menstruasi pertama ini memberi petunjuk bahwa mekanisme reproduksi anak perempuan telah matang, sehingga memungkinkan mereka untuk mengandung dan melahirkan. Menstruasi yang dialami anak perempuan sangat dipengaruhi oleh perkembangan indung telur (ovarium). Ovarium terletak dalam rongga perut bagian bawah wanita, dekat dengan uterus, yang berfungsi memproduksi sel-sel terlur (ovum) dan hormon estrogen dan progesteron. Hormon progesteron bertugas mematangkan dan mempersiapkan sel telur (ovum) sehingga siap untuk dibuahi.
Sedangkan hormon estrogen adalah hormon yang mempengaruhi sifat-sifat kewanitaan pada tubuh seseorang (pembesaran payudara dan pinggul, suara, dan lain-lain). Hormon ini yang mengatur siklus haid (Sarwono, 1993). Ketika percepatan pertumbuhan mencapai puncaknya, maka ovarium, uterus, vagina, labia, dan klitoris berkembang pesat (Malina, 1990).

b.   Perubahan Ciri-ciri Seks Sekunder
     Ciri-ciri seks sekunder adalah tanda-tanda jasmaniah yang tidak berhubungan secara langsung dengan proses reproduksi, tetapi merupakan tanda-tanda perbedaan antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Tanda-tanda jasmani yang terjadi pada anak laki-laki adalah tumbuhnya kumis dan janggut, jakun, bahu dan dada melebar, suara berat, tumbuh bulu diketiak, dada, kaki dan lengan dan sekitar kemaluan serta otot-otot menjadi kuat. Sedangkan pada perempuan terlihat pada payudara dan pinggul membesar, suara menjadi halus, tumbuh bulu diketiak dan disekitar kemaluan.

·     Perkembangan Motorik Anak Usia Sekolah Dasar
     Seiring bertambahnya berat dan kekuatan badan anak. Perkembangan motorik anak lebih halus, lebih sempurna dan terkoordinasi dengan baik saat usia ekolah. Otot-otot tangan dan kakinya sudah mulai kuat sehingga membuat aktifitas fisik seperti, menendang, melimpat, melempar, menangkap dan berlari dapat dilakukan dengan cepat dan akurat.
Saat usia 6 tahun koordinasi mata dan tangan (visio-motorik) yang dibutuhkan  untuk membidik, menyepak, melempar dan menangkap juga berkembang. Saat usia 7 tahun tangan anak semakin kuat dan ia lebih menyukai pinsil daripada krayon untuk melukis. Dari usia 8 sampai 10 tahun, tangan dapat digerakan bebas, mudah, tepat dan ukuran huruf menjadi lebih kecil dan lebih rata. Pada usia 10 sampai 12 tahun, anak mulai memperlihatkan keterampilan memanipulasi, menyerupai kemapuan-kemampuan orang dewasa. Mereka juga mulai memperlihatkan gerakan-gerakan yang kompleks, rumit, dan cepat, yang diperlukan untuk menghasilkan karya kerajinan yang bermutu bagus atau memainkan instrumen musik tertentu (Santrock, 1995).
Anak-anak usia sekolah ini mengembangkan kemampuannya untuk melakukan permainan (game) dengan peraturan, sebab mereka sudah dapat memahami dan menaati aturan-aturan dari suatu permainan. Di satu sisi, partisipasi anak-anak dalam bidang olahraga dapat memberi latihan dan kesempatan untuk belajar bersaing, meningkatkan harga diri (self-esteem), dan memperluas pergaulan dan persahabatan dengan teman-teman sebaya. Namun di sisi lain, olahraga juga menimbulkan dampak negatif bagi anak-anak sehingga mereka mengalami terlalu banyak tekanan untuk berprestasi dan menang, cedera fisik, harus bolos dari tugas akademis, bersih mencapai harapan-harapan yang tidak realistis untuk menjadi atlit sukses.
·     Masa Pubertas
     Pada anak laki-laki, sel-sel otot baru yang dibentuk jumlahnya lebih banyak daripada anak perempuan, tak heran jika anak laki-laki lebih kuat dibandingkan anak perempuan.
Perkembangan kekuaan otot tersebut diimbangi dengan perkembangan dalam mengkoordinasi gerakan antara otot yang satu dan yang lain. Pada masa ini aktifitas sederhana yang meliputi lari jarak pendek, melompat dan melempar benda-benda sesukanya, sudah tidak menarik lagi. Sebaliknya, mereka membutuhkan jenis aktifitas yang lebih kompleks dan menantang.
Pada anak laki-laki kekuatan ototnya jauh lebih berkembang daripada keterampilan mengkoordinasikan gerakan seluruh anggota tubuhnya. Berbeda dengan anak perempuan dimana gerakan tubuh, terutama jari-jari tangannya mengalami kemajuan yang sangat pesat dibandingkan dengan kekuatan ototnya.
Dengan koordinasi gerak tangan yang kian terampil, kemampuan menulis mereka cukup baik serta ukuran dan bentuk huruf-hurufnya semakin mendekati tulisan orang dewasa.
Sementara itu, perkembangan motorik kasar pun terus berlanjut, saat usia 10 tahun anak mampu berlari sejauh 62 m dalam waktu 5,5 detik, dengan kecepatan 4,5 m/dtk, melompat sejauh 1,3 meter, melempar bola sejauh 9 m dan saat usia 11 tahun mampu melompat sejauh 1,5 meter dan saat usia 12 tahun kecepatan larinya mencapai 62 meter dalam waktu 4 detik, 2 kali leibh cepat  daripada saat ia berusia 6 tahun.
Faktor-faktor yang menentukan tinggi tingkat perkembangan motorik anak yaitu kekuatan otot, ukuran otot, koordinasi gerak otot. Bila anak memasuki masa pubertas pada usia yang tepat maka ia akan memiliki kaki yang panjang serta otot tubuh yang kuat.

Implikasi Genetik dan Lingkungan Terhadap Pendidikan
     Mc Devitt & Ormrod (2002) mereka merekomendasikan beberapa hal penting yang perlu dilakukan guru dalam menyikapi pengaruh genetik dan lingkungan bagi perkembangan peserta didik, yaitu :
a.    Memahami dan menghargai perbedaan-perbedaan individual anak. Guru yang menghargai karakteristik fisik, tipe-tipe kepribadian dan bakat-bakat mereka dapat membuat peserta didik senang.
Guru yang harus memberikan tempat yang benar dihatinya untuk semua anak-anak yang mempunyai ciri-ciri yang berbeda, yaitu : ada yang tinggi dan pendek, gemuk dan kurus, serasi dan kikuk, yang sedih dan ceria, dan juga yang kalem dan pemarah.
b.    Menyadari bahwa sebenarnya faktor lingkungan mempengaruhi setiap aspek perkembangan. Faktor-faktor lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan anak melalui banyak cara, seperti layanan pengajaran dan bimbingan. Anak yang secara genetik pemarah atau agresif, dapat dilatih dan dibimbing agar menjadi seseorang yang lebih adaptif dan memperlihatkan tingkah laku prososial
c.    Mendorong siswa menentukan pilihan-pilihan sendiri untuk meningkatkan pertumbuhan. Contohnya untuk tumbuh menjadi lebih dewasa, anak remaja harus aktif mencari lingkungan dan pengalaman yang sesuai dengan kemampuan naturalnya dan guru mengambil posisi kunci, untuk menolong mereka menemukan aktifitas dan sumber-sumber yang memungkinkan mereka menggunakan dan mengembangkan bakat-bakat mereka.

Perkembangan Otak
     Otak adalah sebuah sistem biologis manusia yang diciptakan Allah SWT. Untuk mengindra dunia dan sekaligus memberikan berbagai tanggapan terhadapnya. Otak bukan sekedar suatu gumpalan keriput dalam tengkorak manusia, tetapi sesungguhnya otak menjalar keseluruh tubuh. Otak memanjang hingga keujung sum-sum tulang belakang, lalu dari sum-sum tulang belakang ini keluarlah rangkaian serabut sel darah biru, hingga berdirinya bulu pada kulit jika merasa takut, semuanya diatur oleh sistem saraf. Tak satupun organ atau sel dalam tubuh kita yang lepas dari jangkauan otak (Mc Crane, 2003).
Karena otak merupakan sentral dari semua aktifitas manusia, baik aktifitas organ yang ada di dalam tubuh maupun aktifitas pancaindra yang ada diluar, maka perkembangan otak memiliki pengaruh yang besar terhadap semua aspek perkembangan. Dalam hal ini Mc Devin dan Ormrod (2002) menulis “The human brain is a complex organ that regulates basic physiological functions  e.g., respiration and heart rate), sensations of pleasure and pain, motor skill and coordination, emotional, respons and intellectual pursuits”. Elizabeth B. Hurlock (1981) juga meyakini “Growth and development of the brain and nervous system affect all aspects of the child’s development”.
Meskipun otak beratnya hanya 1,2 kg atau 0,2% dari berat seluruh tubuh, tetapi ia memiliki peranan yang sangat penting dalam mengendalikan seluruh fungsi tubuh lainnya, seperti : mengingat, konsentrasi, mengantuk, berfikir, emosi, tingkah laku, dan sebagainya. Otak adalah organ yang paling kompleks yang pernah dikenal dialam semesta. Otak adalah satu-satunya bagian tubuh yang paling berkembang dan secara otomatis dalam mempelajari dirinya sendiri. Otak adalah organ yang apabila dirawat dan dipelihara secara baik dan teratur dapat bertahan hingga 100 tahun. Jika anggota tubuh lain semakin tua akan semakin rusak tetapi otak justru semakin tua semakin menunjukan fungsi yang kian luas dan lebar.
Sama seperti aspek-aspek perkembangan lainnya, perkembangan otak juga dipengaruhi oleh interaksi heraditas dan lingkungan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Johnson (1998), “ the constructive process by which genes interact with their environment to yield complec organic structures as the human brain and the cognitive process it supports”.
Perkembangan otak terjadi sejak mulai masa prenatal, yakni kira-kira 25 hari setelah konsepsi. Pada awal masa ini otak terlihat seperti tabung yang tidak rata dan sangat halus (Rayport 1992; Johnson, 1998). Tabung-tabung halus ini berisi sel-sel dan membentuk kantong-kantong dan ruang-ruang. Ruang-ruang tersebut terbagi menjadi tiga ruang, yaitu : forebrain (otak depan), mildbrain (otak tengah), hindbrain (otak belakang).
     Dengan berkembangnya janin, otak depan akan berkembang perlahan, sehingga menjadi bagian atau ruang yang terbesar dibanding dengan ruang yang lain. Semakin meningkatnya kemampuan janin memproses informasi-informasi, otak depan semakin besar. Pada saat yang sama, otak tengah mengurangi besarnya, dan otak belakang tetap sama seperti semula (Daviddoff, 1988).
Sekitar usia 5 sampai 20 minggu perkembangan janin dalam kandungan, bagian dalam ruang-ruang otak ini mulai memproduksi sel-sel neuron. Sel-sel neuron ini bertanggungjawab menstransmisikan informasi dan membuat manusia mampu berpikir secara cerdas. Karena dibawa oleh zat-zat kimia, neuron-neuron ini dibawa ke ruang khusus kemudian di ruang khusus ini, neuron-neuron dipertahankan dan disokong oleh sel glial sehingga menjadi kukuh dan kuat. Sel glial adalah sel khusus yang mengelilingi sel neuron dan memungkinkan akselerasi proses berpikir, setelah ia sampai di ruang khusus, neuron-neuron membentuk serabut saraf yang dikenal dengan dendrit dan akson guna menjalin hubungan satu sama lain (Diamond & Hopson, 1988; Taufiq Pasiak, 2003).
Jumlah sel-sel neuron ini akan bertambah banyak seiring terbentuknya hubungan-hubungan baru akibat masuknya informasi kedalam otak. Ketika informasi masuk, maka segera terjadi kontak dan hubungan antar sel saraf. Jika jalinan itu didukung (dalam bentuk selubung) oleh komponen yang bernama myelin, maka jalinan itu akan kuat. Myelin terhubung dengan daya ingat seseorang.
Semakin sering orang mengulang informasi yang masuk, semakin tegas myelination. Menurut Santrock (1996), myelination in a process in which nerve cells are insuled with a layer for fat cells, which increases the speed at which information travel faster.
Jadi yang dimaksud dengan myelination adalah suatu proses dimana sel-sel urat saraf ditutup dan dibungkus dengan suatu lapisan sel-sel lemak. Pembungkusan sel-sel urat saraf ini berdampak pada peningkatan kecepatan informasi yang bergerak melalui sistem urat saraf. Proses myelination berlangsung pada tahun-tahun pertama. Proses myelination yang terjadi pada masa prenatal ini, neuron-neuron berperan penting dalam mengembangkan kecakapan-kecakapan dasar bagi kelangsungan hidup pada proses prenatal, mengembangkan keterampilan-keterampilan motorik, seperti proses berpikir. Meskipun proses  myelination lebih terlihat pada masa prenatal tetapi perkembangannya terus berlanjut pada masa anak-anak, remaja dan dewasa awal (Bruer, 1999).
Perkembangan otak pada masa prenatal ini menentukan perkembangan anak selanjutnya setelah ia lahir, karena pada masa prenatal ini janin sudah dilengkapi dengan semua sel saraf (neuron) yang akan dimilikinya selama ia hidup. Dengan kelengkapan sel-sel ini, maka bayi yang baru lahir sudah siap menjalankan tugasnya untuk kelangsungan hidupnya seperti : bernapas, menyusui, menelan, menangis, dan membentuk hubungan-hubungan sederhana. Walaupun demikian, saat lahir dan masa awal bayi, ketertarikan sel saraf ini masih lemah (Mc Devit & Ormord, 2002; Santrock, 2006).
Menurut ahli saraf, sel otak tidak akan diproduksi lagi setelah anak tersebut lahir, tetapi perkembangan otak seteleh lahir lebih terarah pada penambahan jumlah jaringan antar neuron. Jika jumlah jaringan antarneuron meningkat, maka anak akan mampu berpikir tentang hal-hal yang lebih kompleks (Treays, 2004).
Saat dilahirkan, otak bayi memiliki 10 miliar neuron. Neuron-neuron ini kemudian membentuk ribuan sambungan antarneuron yang disebut dendrit, yang mirip seperti sarang laba-laba, dan akson yang berbentuk memanjang. Dendrit ini mengalami perkembangan secara dramatis hingga bayi berusia 2 tahun. Perkembangan dendrit ini menyebabkan keterkaitan antarneuron juga makin meningkat. Saat bayi berusia 2 bulan dendritnya sudah mencapai 50 sampai  1000 triliun. Selanjutnya, sel-sel glial yang tumbuh disekitar akson membentuk myelin yang memungkinkan neuron mentransmisikan pesan-pesan lebih cepat (Mc Devit & Ormrod, 2002).
Beberapa penganut developmentalisme percaya bahwa myelination mempunyai arti penting bagi pematangan kemampuan anak-anak. Misalnya myelination didaerah otak yang berkaitan dengan koordinasi tangan-mata belum lengkap hingga usia 4 tahun. Meskipun otak terus berkembang saat anak-anak, perkembanganya tidak sepesat saat bayi. Hingga usia 3 tahun ukuran otaknya tiga perempat dari orang dewasa. Saat usia 5 atau 6 sampai 7 tahun otak anak mencapai dua pertiga otak dewasa, tetapi memiliki 5 sampai 7 kali lebih banyak sambungan antarneuron daripada otak anak saat usia 18 bulan atau orang dewasa. Sampai usia 8 tahun, otak anak bisa dikatakan sempurna tetapi cara kerjanya masih terperinci dan masih membutuhkan waktu untuk berkembang penuh.
Myelination dalam ruang frontal dari korteks terus mengalami penyempurnaan hingga remaja (Kolb & Fantien, 1998). Saat masa remaja juga dapat terjadi reorganisasi lingkaran saraf prontal lobe (belahan otak bagian depan sampai belahan atau celah sentral). Prontal lobe ini berfungsi dalam aktifitas kognitif tingkat tinggi, seperti kemampuan merumuskan perencanaan strategis atau kemampuan mengambil kesipulan (Carol & David R., 1995).
      Perkembangan prontal lobe sangat berpengaruh terhadap kemampuan kognitif remaja, hingga mereka mengembangkan kemampuan penalaran yang memberinya suatu tingkat pertimbangan moral dan kesadaran sosial yang baru. Saat kemampuan kognitif mencapai kematangan, remaja mulai memikirkan apa yang diharapkan dan melakukan kritik terhadap orangtua, orang lain bahkan terhadap kekurangan diri sendiri (Myers, 1996).

Implikasi Perkembangan Otak Terhadap Pendidikan
     Otak anak memang mempunyai kemampuan untuk menyusun ribuan sambungan antarneuron. Namun, kemampuan itu berhenti saat ia usia 10 sampai 11 tahun jika tidak dikembangkan dan digunakan. Untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif anak, proses kematangan otak harus diiringi dengan peluang-peluang untuk mengalami dunia yang makin luas. Dalam hal ini, pendidikan harus memberikan lebih banyak kesempatan kepada peserta didik untuk menguasai keterampilan-keterampilan yang memungkinkan otaknya berkembang.
 “Otak adalah mata air yang seharusnya dialirkan secara berangsur-angsur, bukan sebagai wadah yang harus diisi secara penuh”, demikian kata Gabriel Camyer. Bahkan Mahmud Al-Istanbuli (2006) mengatakan “otak yang bagus bukan otak yang penuh sesak tetapi otak yang sehat”. Oleh karena itu, pendidikan seharusnya merupakan upaya mengembangkan segala potensi anak, melatih pengamatan dan pengambilan keputusan, merangsang pemikiran dan imajinasi, memperdalam pemahaman dan memperkuat konsentrasi.

BAB 6

PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK

Pengertian Perkembangan Kognitif
     Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pegertian (pengetahuan), yaitu semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan lingkungannya.
Menurut Mayers (1996), “cognition refers to all the mental activities associated with thinking, knowing, and remembering”. Pengertian yang hamper sama juga diberikan oleh Margareth W. Matlin (1994), yaitu : “cognition, or mental activity, involves the acquisition, storage, retrieval and use of knowledge”. Dalam Dictionary of Psychology karya Drever, dijelaskan bahwa “kognitif adalah istilah umum yang mencakup segenap mode pemahaman, yakni persepsi, imajinasi, penangkapan makna, penilaian dan penalaran” (Kuper & Kuper, 2000). Kemudian dalam Dictionary of Psychology karya Chaplin (2002), dijelaskan bahwa “kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan, termasuk didalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai”.
Sejumlah ahli psikologi menggunakan istilah thinking atau pikiran untuk menunjuk pengertian yang sama dengan cognition (kognisi), yang mencakup aktifitas mental. Myers (1996) menjelaskan bahwa, “thinking or cognition, is the mental activity associated with precessing, understanding, and communicating information… these mental activities, including the logical and sometimes illogical ways in which we create concepts, solve problems, make decisions, and form judgments”. Alkinson, dkk., (1991) mengartikan berpikir sebagai “kemampuan, membayangkan dan menggambarkan benda atau peristiwa dalam ingatan dan bertindak berdasarkan penggambaran ini. Pemecahan masalah yang berdasarkan pikiran dibedakan dengan pemecahan masalah melalui manipulasi yang nyata”.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat dipahami bahwa kognitif atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktifitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan langkahnya.

Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
·     Ide-ide Dasar Teori Piaget
Piaget mengemukakan beberapa konsep dan prinsip tentang sifat-sifat perkembangan kognitif anak, diantaranya :
a.    Anak adalah pembelajar yang aktif. Anak tidak hanya mengobservasi dan mengingat apa saja yang mereka lihat dan mendengarkan dengan pasif. Sebaliknya, mereka secara natural memiliki rasa ingin tahu tentang dunia mereka dan secara aktif berusaha mencari informasi untuk membantu pemahaman dan kesadarannya tentang realitas dunia yang mereka hadapi.
Dalam memahami dunia mereka, anak menggunakan apa yang disebut oleh Piaget dengan “schema” (skema), yaitu konsep atau kerangka yang ada dalam pikiran mereka yang digunakan untuk mengorganisasikan dan menginterprestasikan informasi.
b.    Anak mengorganisasi apa yang mereka pelajari dari pengalamannya. Anak-anak tidak hanya mengumpulkan apa saja yang mereka pelajari dari fakta-fakta yang terpisah menjadi suatu kesatuan. Sebaliknya, anak secara gradual membangun suatu pandangan menyeluruh tentang bagaimana dunia bergerak.
c.    Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Dalam menggunakan dan mengadaptasi skema mereka, ada dua proses yang bertanggungjawab, yaitu : assimilation dan accommodation. Asimilasi terjadi ketika seorang anak memasuki pengetahuan baru kedalam pengetahuan yang sudah ada. Akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri  pada informasi baru.
d.    Proses ekuilibrasi menunjukan adanya peningkatan ke arah bentuk-bentuk pemikiran yang lebih komplek. Menurut Piaget, melalui kedua proses penyesuaian-asimilasi dan akomodasi-sistem kognisi seseorang berkembang bertahap sehingga kadang-kadang mencapai keadaan equilibrium, yakni keadaan seimbang antara struktur kognisinya dan pengalamannya dilingkungan. Kondisi ini menimbulkan konflik kognitif atau disequilibrium, yakni ketidaknyamanan mental yang mendorongnya untuk membuat pemahaman tentang yang mereka lihat.
Pergerakan dari equilibrium ke disequilibrium dan kemudian kembali lagi menjadi equilibrium atau proses yang meningkatkan perkembangan pemikiran dan pengetahuan anak secara bertahap inilah yang disebut Piaglet dengan istilah equilibration (ekuilibrasi).

Tujuan utama dari metode ini adalah untuk mengikuti jalan pikiran si anak itu sendiri, sehingga dapat dimengerti mengapa timbul respons demikian pada anak tersebut.
·     Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Empat tahap perkembangan kognitif menurut Piaget ini dapat dilihat dalam table berikut ini :

Tabel 5.1 Tahap Perkembangan Kognitif Piaget
Tahap Sensorimotor
Usia 0-2 tahun
Bayi bergerak dari tindakan refleks instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengordinasian pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik
Tahap Pra-operasional
Usia 2-7 tahun
Anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan gambar-gambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukan adanya peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi indrawi dan tindakan fisik
Tahap Pra-operasional
Usia 7-11 tahun
Pada saat ini akan dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda
Tahap Pra-operasional
Usia 11-Dewasa
Remaja  berpikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih idealistik

     Menurut Piaget, perkembangan dari masing-masing tahap-tahap tersebut  merupakan hasil perbaikan dari perkembangan tahap sebelumnya. Perubahan-perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan serta adanya pengorganisasian struktur berpikir. Piaget menggunakan istilah skema dan adaptasi. Dengan kedua komponen ini berarti bahwa kognisi merupakan sistem yang selalu
diorganisasi dan diadaptasi, sehingga memungkinkan individu beradaptasi dengan lingkungannya.
Skema (struktur kognitif) adalah proses atau cara mengorganisasi dan merespon berbagai pengalaman. Dengan kata lain, skema adalah suatu pola sistematis dari tindakan, perilaku, pikiran, dan strategi pemecahan masalah yang memberikan suatu kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan dan jenis situasi.
Adaptasi (struktur fungsional) adalah sebuah istilah yang digunakan Piaget untuk menunjukan pentingnya pola hubungan individu dengan lingkungannya dalam proses perkembangan kognitif. Dari sudut biologi, asimilasi adalah integrasi antara elemen-elemen eksternal (dari luar) terhadap struktur yang sudah lengkap pada organisme. Asimilasi kognitif mencakup perubahan objek eksternal menjadi struktur pengetahuan internal (Lerner & Hultsch, 1983).
Akomodasi adalah menciptakan langkah baru atau memperbarui, atau menggabungkan istilah lama untuk menghadapi tantangan baru. Piaget mengemukakan bahwa setiap organisme yang ingin mengadakan penyesuaian (adaptasi) dengan lingkungannya harus mencapai keseimbangan (ekuilibrium), yaitu antara aktivitas individu terhadap lingkungan (asimilasi) dan aktivitas lingkungan terhadap individu (akomodasi).

Implikasi Teori Perkembangan Kognitif Piaget Terhadap Pendidikan
     Teori-teori kognitif yang diajukan Piaget sebenarnya hanya bermaksud menerangkan dan memberi satu pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana kognisi anak-anak berkembang. Teresa M. Mc Devitt dan Jeane Ellis Ormrod (2002) menyebutkan beberapa implikasi teori Piaget bagi guru-guru disekolah, yaitu :
·      Memberi kesempatan kepada peserta didik melakukan eksperimen terhadap objek-objek fisik dan fenomena-fenomena alam.
     Pada tingkat pra-sekolah eksplorasi ini dapat berupa permainan dengan air, pasir, balok-balok kayu, dan lain-lain. Selama tahun-tahun sekolah dasar, eksplorasi mungkin dilakukan melalui beberapa aktivitas, seperti melempar dan menangkap bola, menjelajahi alam, bekerja dengan tanah liat dan cat air, atau membentuk struktur bangunan dengan menggunakan stik es krim, dan lain-lain.
     Demikian juga halnya dengan siswa-siswa sekolah menengah meskipun telah memiliki kemampuan untuk berpikir abstrak, masih perlu diberi kesempatan untuk memanipulasi dan melakukan eksperimen dengan benda-benda konkret, seperti bereksperimen dengan menggunakan alat-alat di laboratorium, kamera, dan film, peralatan memasak dan makan, atau dengan peralatan tukang kayu.
·      Mengeksplorasi kemampuan penalaran siswa dengan mengajukan pertanyaan atau pemberian tugas-tugas pemecahan masalah.
     Dengan memberikan tugas-tugas Piagetian, baik yang berkaitan dengan keterampilan berpikir operasional konkret maupun operasional formal (seperti konservasi, multifikasi, separasi atau mengontrol variabel-variabel, penalaran proporsional dan sebagainya), serta dengan mengobservasi respons siswa terhadap tugas-tugas tersebut, guru akan mendapatkan pengetahuan yang mendalam tentang bagaimana pemikiran penalaran para siswa.
·      Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget menjadi acuan dalam menginterprestasikan tingkah laku siswa dan mengembangkan rencana pelajaran.
     Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget memang tidak selalu akurat dalam mendeskripsikan kemampuan berpikir logis para siswa, tetapi bagaimanapun tahapan pemikiran yang diajukannya dapat memberikan petunjuk tentang pemikiran dan proses penalaran siswa pada berbagai tingkat usia (Metz, 1997). Guru sekolah dasar misalnya akan memahami bahwa siswanya kemungkinan menghadapi kesulitan dengan proporsi                (seperti : pecahan atau desimal) dan dengan konsep-konsep abstrak (seperti : konsep keadilan, kebaikan, dan lain-lain). Sedangkan bagi guru sekolah menengah tentu akan lebih mengharapkan siswanya mendiskusikan ide-ide tentang kemajuan hidup masyarakat meskipun berupa pemikiran yang tidak realitis.
·      Tahap-tahap perkembangan kognitif Piaget juga memberikan petunjuk bagi para guru dalam memilih strategi pembelajaran yang lebih efektif pada tingkat kelas yang berbeda.
     Guru harus tidak meremehkan atau terlalu mengunggulkan kemampuan berpikir siswa saat sekarang. Sebaliknya, siswa pada setiap tingkat didorong untuk secara aktif menggabungkan informasi yang ada agar sampai kedalam skema mereka. Untuk itu, mereka harus melakukan tindakan atas informasi dengan berbagai cara, dan proses pendidikan di sekolah harus memberi siswa kesempatan untuk memiliki pengalaman atas dunia.
·      Merancang aktivitas kelompok dimana siswa berbagai pandangan dan kepercayaam dengan siswa lain.
      Menurut Piaget interaksi dengan teman sebaya sangat membantu anak memahami bahwa orang lain memiliki  pandangan dunia yang berbeda dengan pandangannya sendiri dan ide-ide mereka tidak selalu akurat dan logis.
Dalam hal ini, menarik apa yang ditulis Piaget (dalam Wiliam Crain, 1980) :
Children begin to think logically-to coordinate two dimensions simultaneoously-partly by learning to consider two or more perspectives in their dealings with other. Thus, interactions should be encouraged, and the most beneficial ones are thoses in which children feel a basic equality, as they most often do with peers. As long as children feel dominated by an authority who knows the “right” anwer, they will have difficulty appreciating differences in persprectives. In group discussions with other children, in contrast, they have a better opportunity do deal with different viewpoint as stimulating challenges to their own thinking.
Kritik Terhadap Teori Piaget
Piaget adalah tokoh besar di bidang psikologi perkembangan. Teori-teorinya tentang perkembangan kognitif memberikan pengaruh luar biasa dan bertahan hingga kini.
Berkat jasa Piaget, dunia menerima pandangan bahwa anak dan remaja adalah pemikir aktif dan konstruktif yang melalui interaksi dengan lingkungannya, membentuk perkembangan mereka sendiri. Beberapa ide Piaget tentang pemikiran operasional formal mulai dipandang memiliki kelemahan. Misalnya, dalam mendeskripsikan urutan perkembangan kognitif, Piaget kurang mempertimbangkan variasi individual. Padalah sejumlah penelitian menunjukan terdapat lebih banyak variasi individual pada pemikiran operaisonal formal daripada yang dibayangkan Piaget.
Dalam hal ini Adams & Gullotta (1983), menyatakan bahwa pengalaman personal dalam berbagai aspek kehidupan, secara umum mungkin menentukan aplikasi dari pemikiran formal operasional tersebut. Demikian juga dengan David Elkind (1998), memperlihatkan betapapun pemikiran remaja telah jauh berkembang dibandingkan pemikiran anak usia sekolah, tetapi dalam beberapa hal pemikiran remaja terlihat kurang matang yang dimanifestasikan setidaknya dalam enam karakteristik, yaitu :
·      Idealisme dan kekritisan.  Ketika para remaja memimpikan dunia yang ideal, mereka menyadari betapa jauhnya mereka dengan dunia nyata, dimana mereka memegang tanggungjawab orang dewasa.
·      Argumentativitas. Para remaja senantiasa mencari kesempatan untuk mencoba atau menunjukkan kemampuan penalaran formal baru mereka. Mereka menjadi argumentatif ketika mereka menyusun fakta dan logika untuk mencari alasan, misalnya : begadang.
·      Ragu-ragu. Para remaja dapat menyimpan berbagai alternatif dalam pikiran mereka pada waktu yang sama, tetapi karena kurangnya pengalaman, mereka kekurangan strategi efektif untuk memilih.
·      Menunjukkan hypocrisy. Remaja sering tidak menyadari perbedaan antara mengekspresikan sesuatu yang ideal dan membuat pengorbanan yang dibutuhkan untuk mewujudkannya.
·      Kesadaran diri. Para remaja sekarang dapat berpikir tentang pemikiran-pemikiran  mereka sendiri dan pemikiran orang lain. Kesadaran diri remaja yang demikian disebut oleh Elkind sebagai “imaginary audience”, yakni perilaku menarik perhatian, keinginan untuk diperhatikan, tampil menonjol dan menjadi pusat perhatian, seperti seorang yang tampil dipanggung.
·      Kekhususan dan ketangguhan. Karakteristik lain yang menunjukkan ketidakmatangan pemikiran remaja adalah keyakinan remaja tentang dirinya yang spesial, unik, dan tidak tunduk pada peraturan yang mengatur dunia, atau disebut oleh Elkind sebagai “personal fable” (dongeng pribadi). Bentuk egosentrisme khusus ini mendasari perilaku self-destructive dan berisiko. Dalam sebuah studi tentang personal fable, remaja lebih cenderung melihat dirinya rapuh terhadap resiko-resiko tertentu, seperti alkohol dan obat-obatan lainnya (Qurdrel, Fischoff, & Davis, 1993).

BAB 7

PERKEMBANGAN PROSES KOGNITIF

     Berbeda dengan Piaget, para pakar psikologi pemrosesan informasi tidak menggambarkan perkembangan kognitif dalam tahap-tahap atau serangkaian subtahap tertentu. Sebaliknya, teori pemrosesan informasi lebih menekankan pentingnya proses-proses kognitif atau menganalisis perkembangan keterampilan kognitif, seperti perhatian, memori, metakognisi dan strategi kognitif. Teori pemrosesan informasi ini setidaknya didasarkan atas tiga asumsi umum, pertama, pikiran dipandang sebagai suatu sistem penyimpanan dan pengembalian informasi. Kedua, individu-individu memproses informasi dari lingkungan, dan ketiga, terdapat keterbatasan pada kapasitas untuk memproses informasi dari seorang individu (Zigler & Stevenson, 1993).
Berdasarkan pada asumsi-asumsi diatas, dapat dipahami bahwa teori pemrosesan informasi lebih menekankan pada bagaimana individu memproses informasi tentang dunia mereka, bagaimana informasi masuk ke dalam pikiran, bagaimana informasi disimpan dan disebarkan, dan bagaimana informasi diambil kembali untuk melaksanakan aktivitas-aktivitas yang kompleks, seperti memecahkan masalah dan berpikir. Jadi inti dari pendekatan pemrosesan infomasi ini adalah proses memori dan proses berpikir.
Robert Siegler (1998) mendeskripsikan tiga karakteristik utama dari pendekatan pemrosesan informasi, yaitu : (1) proses berpikir, (2) mekanisme pengubah, (3) modifikasi diri.
Para ahli teori pemrosesan informasi tidak selalu setuju tentang mekanisme tertentu yang terlibat dalam belajar dan mengingat informasi. Meskipun demikian, beberapa orang dari mereka setuju atas beberapa ide dan konsep dasar teori ini, yaitu :
a.    Input dari lingkungan hanya memberikan pengaruh yang kecil bagi proses kognitif.
b.    Memori manusia melibatkan dua mekanisme penyimpanan, yaitu : memori aktif (working memory) dan memori jangka panjang (longterm memory).
c.    Perhatian adalah penting dalam proses pembelajaran.
d.    Berbagai proses kognitif terlibat dalam perpindahan informasi dari memori aktif ke memori jangka panjang.
e.    Manusia mengontrol bagaimana ia memproses informasi.
f.     Perkembangan kognitif meliputi perubahan gradual dalam berbagai komponen dari sistem pemrosesan informasi.

Persepsi
     Persepsi merupakan salah satu aspek kognitif manusia yang sangat penting. Tanpa persepsi yang benar, manusia mustahil dapat menangkap dan memaknai berbagai fenomena, informasi atau data yang senantiasa mengitarinya.

·      Pengertian Persepsi
     Istilah persepsi berasal dari bahasa Inggris “perception”, yang diambil dari bahasa Latin “perceptio”, yang berarti menerima atau mengambil. Dalam Kamus Inggris Indonesia, kata perception diartikan dengan “penglihatan” atau “tanggapan” (Echols & Shadily, 1997). Menurut Leavitt, (1978),
     perception dalam pengertian sempit adalah “ penglihatan”, yaitu bagaimana seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas, perception adalah “pandangan”, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu.
     Chaplin (2002) mengartikan persepsi sebagai  “proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indra” . Sedangkan Morgan (1979) mengartikan persepsi sebagai “The process of discriminating among stimuli and of interpreting their meaning”. Menurut Matlin (1994), “Perception is a process that uses our previous knowledge to gather and interpret the stimuli that our sense register . Hampir senada dengan Matlin, Matsumoto (2000) mendefinisikan “perception is the process of gathering information about the world through our senses”.
     Dari beberapa pengertian diatas, dapat dipahami bahwa persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki untuk memperoleh dan menginterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh sistem alat indra manusia. Segala informasi tentang dunia akan sampai ke individu melalui indra, seperti indra penglihatan menangkap cahaya dan benda-benda, indra pendengaran menangkap gelombang suara, indra pengecap menangkap rasa, indra temperatur megangkap suhu udara. Namun dalam prakteknya, pengindraan  itu tidak bekerja sendiri, melainkan merupakan kombinasi dari berbagai alat indra lain.
     Penilaian (appraisal) seseorang terhadap suatu stimulus biasanya dilakukan melalui proses kognitif, yaitu proses mental yang memungkinkan seseorang mengevaluasi, memaknai dan menggunakan informasi yang diperoleh melalui indranya. Ini berarti, meskipun persepsi bergantung pada indra manusia, proses kognitif yang ada pada diri manusia akan memungkinkan terjadinya proses penyaringan, perubahan atau modifikasi dari stimulus yang ada.
     Jadi, manusia tidak memberikan respons terhadap setiap stimulus secara otomatis seperti sebuah mesin. Namun, antara stimulus dan respons terdapat penyela, yaitu proses kognitif atau yang fisebut oleh Lazarus  (1991) sebagai “penilaian kognitif” (cognitive appraisal). Proses kognitif inilah yang mengarahkan pola pikir dan reaksi-reaksi kognitif yang kompleks lainnya. Sehubungan dengan hal ini, Piaget (dalam Cremers, 1988) menulis:
     Manusia bukan reaktor pasif terhadap stimulus ekstern atau dorongan naluriah intern yang mendeterminisasi dirinya (lingkungan dan kumpulan objek statis tersendiri, yang terpisah dari subjek yang mengobservasinya); tetapi manusia adalah makhluk yang membangun (konstruktis) kognitifnya secara aktif, yang senantiasa menyususun reaksi-reaksi kognitifnya tentang realitasnya sehingga ligkungan dapat dilihat sebagai hasil penilaian dirinya.

·      Mekanisme Persepsi
     Persepsi adalah proses kognitif yang kompleks untuk menghasilkan suatu gambaran yang unik tentang realitas yang barangkali sangat berbeda dengan kenyataan sesungguhnya. Persepsi meliputi suatu interaksi rumit yang melibatkan setidaknya tiga komponen utama, yaitu : seleksi, penyusunan, dan penafsiran.
a.    Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra terhadap stimulus. Seleksi perceptual ini tidak hanya bergantung pada determinan-determinan utama dari perhatian seperti : intensitas (intensity), kualitas (quality), kesegaran (suddenness), kebaruan (novelty), gerakan (movement) dan kesesuaian (congruity) dengan muatan kesadaran yang telah ada melainkan juga bergantung pada minat, kebutuhan-kebutuhan, dan nilai-nilai yang dianut.
b.    Penyusunan adalah proses mereduksi, mengorganisasikan, menata, atau menyederhanakan informasi yang kompleks kedalam suatu yang bermakna. Sesuai dengan teori Gestalt, manusia secara alamiah memiliki kecendrungan tertentu dan melakukan penyederhanaan struktur di dalam mengorganisasikan objek-objek perceptual. Berdasarkan pemikiran ini, maka Gestalt mengajukan beberapa prinsip tentang kecendrungan-kecendrungan manusia dalam penyusunan informasi ini, diantaranya prinsip kemiripan (similarity), prinsip kedekatan (proximity), prinsip ketertutupan atau kelengkapan (closure), prinsip  searah (direction), dan lain-lain (Solso, 1988; Brennan, 1991).
c.    Penafsiran adalah proses menerjemahkan atau menginterprestasikan informasi atau stimulus ke dalam bentuk tingkah laku sebagai respons.

·      Memori (Ingatan)
     Memori adalah sistem kognitif manusia yang mempunyai fungsi menyimpan informasi atau pengetahuan. Suharman (2005) menyatakan bahwa “ingatan atau memory menunjuk pada proses penyimpanan atau pemeliharaan informasi sepanjang waktu (maintaining information overtime)”. Sementara itu, menurut Chaplin (2002), memori adalah keseluruhan pengalaman masa lampau yang dapat diingat kembali. Myers (1996), mendefinisikan memori sebagai : “the persistence of learning overtime via storage and retrieval of information”.
     Sedangkan Fieldman  1996) mendefinisikan memori sebagai “the process by which we encode, store, and retrieve information”. Santrock (2004 ) mendefinisikan memori sebagai retensi (ingatan) informasi dari waktu ke waktu, dengan melibatkan encoding (pengkodean), storage (penyimpanan), dan retrieval (pengambilan kembali).

·      Perkembangan Memori
     Setelah anak berusia 7 tahun tidak terlihat adanya peningkatan yang berarti. Namun, mereka memproses informasi menunjukan keterbatasan-keterbatasan dibandingkan dengan orang dewasa. Berbeda halnya dengan memori jangka panjang, terlihat adanya peningkatan seiring dengan penambahan usia selama masa usia sekolah. Ini dikarenakan memori jangka panjang sangat berpengaruh pada kegiatan-kegiatan belajar individu ketika mempelajari dan mengingat informasi.
     Dalam suatu studi tentang perkembangan memori, dilaporkan bahwa rentang memori meningkat bersamaan dengan bertambahnya usia. Pada usia 2 tahun, anak hanya dapat mengingat 2 digit, pada anak usia 7 tahun meningkat menjadi 5 digit dan 7 digit pada usia 12 tahun.
     Imagery (perbandingan) adalah tipe dari karakteristik pembayaran dari seseorang (Chaplin, 2002). Reese misalnya menunjukkan bahwa meskipun perbandingan bermanfaat bagi anak-anak yang lebih muda. Namun Kosslyn mengatakan bahwa anak-anak usia 6 tahun telah menggunakan perbandingan mental secara spontan dalam berbagai tugas mereka. Selanjutnya, Yuille dan Catchpole menyatakan bahwa memori anak-anak kelas satu sekolah dasar meningkat setelah mereka dilatih membentuk perbandingan interaktif. Demikian pentingnya penggunaan strategi perbandingan dalam meningkatkan memori anak, maka Fly dan Lupart merekomendasikan agar para pendidik hendaknya memberikan lebih banyak pelajaran tentang bagaimana belajar. Singkatnya, anak-anak yang lebih muda dapat memperoleh manfaat dari latihan yang dirancang untuk meningkatkan memori mereka (Matlin, 1994).
     Retrieval (pemunculan kembali) adalah proses mengeluarkan atau mengangkat informasi dari tempat penyimpanan (Chaplin, 2002). Seiring dengan bertambahnya usia, anak-anak belajar bagaimana menggunakan keempat strategi yaitu : rehearsal, organization, imagery, dan retrieval.

Atensi (Perhatian)
Sejumlah psikolog memandang atensi mempunyai peranan dalam proses persepsi.
a.  Pengertian Atensi
     Atensi (attention) atau perhatian merupakan sebuah konsep multi-dimensional yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan ciri-ciri dan cara-cara merespons dalam sistem kognitif (Parkon, 2000). Menurut Chaplin (2002), atensi adalah konsentrasi terhadap aktivitas mental. Sedangkan Margaret W. Matlin (1994), menggunakan istilah atensi untuk merujuk pada konsentrasi terhadap suatu tugas mental, dimana individu mencoba untuk meniadakan stimulus lain yang mengganggu.
b.  Perkembangan Atensi
     Aspek-aspek atensi yang berkembang selama masa bayi memiliki arti yang sangat penting selama tahun-tahun prasekolah. Penelitian telah menunjukkan bahwa hilangnya atensi (habituation) dan pulihnya atensi (dishabituation) jika diukur pada 6 bulan pertama masa bayi, berkaitan dengan tingginya kecerdasan pada tahun-tahun prasekolah.
     Para ahli psikologi perkembangan meyakini bahwa perubahan ini mencerminkan suatu pergeseran pengendalian kognitif perhatian sehingga anak-anak bertindak kurang impulsif (Santrock, 1995).
     John Flavel (dalam Woolfolk & Nicolich, 2004) mendeskripsikan empat aspek atensi yang berkembang seiring dengan bertambah besarnya anak, yaitu :
a.    Ketika anak-anak tumbuh semakin besar, ia lebih mampu mengendalikan atensinya. Mereka tidak hanya memiliki atensi dangkal, tetapi mereka juga semakin berkembang ketika fokus pada apa yang penting dan mengabaikan detail-deail yang tidak relevan.
b.    Seiring dengan perkembangannya, anak-anak menjadi lebih baik dalam menyesuaikan kemampuan atensinya dengan tugas.
c.    Anak-anak mengembangkan kemampuannya untuk merencanakan bagaimana ia akan mengarahkan atensinya. Mereka akan mencari kata kunci untuk menentukan sesuatu yang penting dan siap untuk memperhatikan.
d.   Anak-anak mengembangkan kemampuan mereka untuk memonitor atensinya, menetapkan apakah mereka menggunakan strategi yang tepat, dan mengubah pendekatan saat diperlukan untuk mengikuti rangkaian peristiwa yang kompleks.

Implikasi Perkembangan Proses Kognitif Terhadap Pendidikan
     Menurut pendekatan ini, anak-anak secara bertahap mengembangkan kapasitas untuk memproses informasi, dan karenanya secara bertahap pula mereka bisa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks. Berikut ini, akan dikemukakan beberapa strategi yang dapat digunakan guru dalam membantu peserta didik mengembangkan proses-proses kognitifnya.
a.    Ajak peserta didik untuk memfokuskan perhatian dan meminimalkan gangguan. Hal ini dapat dilakukan guru dengan mengemukakan tujuan pembelajaran, mengemukakan tentang pentingnya materi bagi mereka; dan kemukakan juga betapa pentingnya memfokuskan perhatian ketika ia harus mengingat sesuatu.
b.    Gunakan isyarat, gerakan dan perubahan nada suara yang menunjukan bahwa ada sesuatu yang penting. Caranya dengan memperkeras suara, mengulangi sesuatu dengan penekanan, berjalan keliling ruangan, menunjuk, dan sebagainya.
c.    Bantu peserta didik untuk membuat isyarat atau petunjuk sendiri atau memahami satu kalimat yang perlu mereka perhatikan. Beri variasi dari bulan ke bulan dan menu opsi untuk dipilih, seperti “perhatikan”, “fokus”, atau “ingat”.
d.    Gunakan komentar instruksional, seperti “baik, mari kita diskusikan … sekarang perhatikan”.
e.    Buat pembelajaran menjadi menarik. Caranya mungkin dengan menghubungkan suatu gagasan dengan minat siswa sehingga meningkatkan perhatian mereka,sesekali beri latihan yang tidak biasa dan menarik.
f.     Gunakan media dan teknologi secara efektif sebagai bagian dari pengajaran di kelas.
g.    Fokuskan pada pembelajaran aktif untuk membuat proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan, mengurangi kejenuhan dan meningkatkan perhatian.
h.    Ubah lingkungan fisik dengan mengubah tata ruang, model tempat duduk, atau berpindah pada satu setting berbeda.
i.      Ubah jalur indrawi dengan memberi satu pelajaran yang mengharuskan peserta didik menyentuh, membaui, atau merasakan.
j.      Hindari perilaku yang membingungkan, seperti mengayun-ayunkan pensil atau menyentuh rambut dikepala.
k.    Dorong peserta didik untuk mengingat materi pembelajaran secara lebih mendalam, bukan mengingat sepintas lalu. Anak akan mengingat informasi dengan lebih baik dalam jangka panjang apabila mereka memahami informasi tersebut, bukan sekadar mengingat (hafal) tanpa pemahaman. Beri peserta didik konsep dan ide untuk diingat, dan kemudian tanyakan kepada mereka bagaimana mereka dapat menghubungkan konsep dan ide tersebut dengan pengalaman personal dan makna personalnya. Beri mereka juga latihan untuk mengkolaborasi suatu konsep agar mereka mampu memproses informasi secara lebih mendalam.
l.      Bantu peserta didik menata informasi yang akan dimasukkan kedalam memori. Para ahli psikologi pendidikan belakangan ini lebih memfokuskan perhatian pada bagaimana anak menyusun memori mereka ketimbang bagaimana anak menambahkan sesuatu kedalam memori. Penataan informasi ini dianggap penting, karena peserta didik akan mengingat informasi dengan lebih baik jika mereka menatanya secara hierarkis.
m.  Bantu peserta didik mengingat kembali informasi yang disajikan sebelumnya. Para ahli teori kognitif percaya bahwa pembelajaran merupakan satu masalah mengenai integrasi informasi baru dengan struktur kognitif yang ada.
n.    Bantu peserta didik memahami dan mengkombinasikan informasi. Istilah-istilah baru dijelaskan dengan menggunakan kata dan ide yang lebih akrab.
o.    Latih peserta didik menggunakan strategi mnemonik. Mnemonik adalah salah satu strategi memori dengan cara menghafal (seni menghafal). Tujuan mnemonik adalah untuk menghubungkan materi baru yang diajarkan dengan informasi lama yang sudah dikenal baik.

BAB 9

Perkembangan Konsep Diri

Pengertian Konsep Diri dan Harga Diri
     Sebagai sebuah konstruk psikologi, konsep diri didefinisikan secara berbeda oleh para ahli. Seibert dan Hoffnung (1994), misalnya, mendefinisikan konsep diri sebagai “suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang diri sendiri”. Santrock (1996) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari diri sendiri. Sementara itu, Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Selanjutnya Atwater mengidentifikasikan konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self yaitu bagaimana cita-cita dan harapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.
Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater, 1986), mendefinisikan konsep diri sebagai sistem yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut. Sementara itu, Cawagas (1983) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, keseluruhannya, kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
Berdasarkan beberapa definisi diatas disimpulkan bahwa konsep diri adalah gagasan tentang diri sendiri yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri. Setelah ter-install, konsep diri akan masuk kepikiran bawah sadar dan akan berpengaruh terhadap tingkat kesadaran seseorang pada suatu waktu.

Konsep Diri dan Harga Diri
     Sering dijumpai istilah “harga diri” (self-esteem) disamping istilah “konsep diri” (self-concept) bahkan sejumlah ahli tidak selalu menyebutkan perbedaan diantara keduanya. Bahkan mereka tidak jarang menggunakan istilah keduanya secara bergantian untuk menunjuk pengertian yang sama. Tetapi sejumlah ahli mengatakan kedua istilah tersebut tidak sama walaupun berhubungan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Dacey dan Kenny (1997).
Where as self-concept answers the question “Who am I”?, self-esteem answers the question “How do I feel about who am I”? “Self-esteem is related to self-concept. As well defined self-concept leads to high self-esteem, which in turn often leads to successful behavior”.
     Menurut Santrock (1998), self-esteem adalah dimensi penilaian yang menyeluruh dari diri. Self-esteem juga sering disebut dengan self-worth atau self-image. Sedangkan, self-concept adalah penilaian terhadap domain yang spesifik.
Coopersmith (1967) dalam karya klasiknya The Antecendents of Self-esteem. Mendefinisikan harga diri (self-esteem) sebagai berikut :
Self-esteem refers to the evaluation that individual make and customarily maintains with regard to himself : it expresses attitude at approval or disapproval and indicates the extent to which the individuals believes himself to be capable, significant, successful, and worthy.
Jadi harga diri adalah evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara positif atau negatif.

Dimensi Konsep Diri
     Para ahli pun berbeda pendapat dalam menetapkan dimensi-dimensi konsep diri. Namun secara umum para ahli menyebutkan 3 dimensi diri, meskipun menggunakan istilah yang berbeda. Calhoun dan Acocella (1990) misalnya, menyebutkan 3 dimensi utama dari konsep diri. Yaitu :
·      Pengetahuan.
     Dimensi pertama dari konsep diri adalah apa yang kita ketahui tentang diri sendiri atau penjelasan dari “siapa saya” yang akan memberikan gambaran tentang diri saya. Gambaran diri tersebut merupakan kesimpulan dari pandangan kita dalam berbagai peran yang kita pegang. Dimensi pengetahuan (kognitif) dari konsep diri mencakup segala sesuatu yang kita pikirkan tentang diri kita sebagai pribadi.
·      Harapan.
     Dimensi kedua dari konsep diri adalah dimensi harapan atau diri yang dicita-citakan dimasa depan. Kita juga mempunyai pengharapan bagi diri kita sendiri, penghargaan ini merupakan diri-ideal (self-ideal) atau diri yang dicita-citakan. cita-cita diri (self-ideal) terdiri dari dambaan, aspirasi, harapan, keinginan bagi diri kita, atau menjadi manusia seperti apa yang kita inginkan. Cita-cita diri akan menemukan konsep diri dan menjadi faktor paling penting dalam menentukan perilaku kita. Harapan atau cita-cita diri juga akan membangkitkan kekuatan yang mendorong kita menuju masa depan dan akan membantu aktivitas kita dalam perjalanan hidup kita.
·      Penilaian.
     Dimensi ketiga dalam konsep diri adalah penilaian kita terhadap diri sendiri. Menurut Calhoun dan Acocella (1990), setiap hari kita berperan sebagai penilain tentang diri sendiri, menilai apakah kita bertentangan dengan : 1). Pengharapan bagi diri kita sendiri (saya dapat menjadi apa); 2). Sandaran yang kita tetapkan bagi diri kita sendiri (saya seharusnya menjadi apa). Menurut Centi (1993), meski kita dapat memandang diri sebagai amat berharga atau sama sekali tidak berharga, biasanya kita senang dengan beberapa ciri atau sikap yang kita miliki atau rasa memiliki dan tidak senang dengan beberapa ciri dan sikap yang lain.

Konsep Diri dan Prestasi Belajar
     Sejumlah ahli psikologi dan pendidikan berkeyakinan bahwa konsep diri dan prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat. Nylor (1972) misalnya, mengemukakan banyak peneliti yang membuktikan hubungan positif yang kuat antara konsep diri dengan prestasi belajar disekolah.
     Untuk mengetahui hubungan antara konsep diri dan prestasi belajar, Fink (dalam Burns, 1982)melakukan penilitian dengan menggunakan sejumlah siswa laki-laki dan siswa perempuan yang dipasangkan berdasarkan tingkat intelegensi mereka, selain itu mereka juga digolongkan berdasarkan prestasi belajar mereka, yaitu kelompok prestasi lebih (overachievers) dan kelompok prestasi kurang (underachievers).
Siswi yang tergolong overachievers menunjukkan konsep diri yang lebih positif, dan hubungan yang erat antara konsep diri dan prestasi belajar yang terlihat jelas. Walsh (dalam Burn, 1982), juga menunjukkan bahwa siswa-siswi yang tergolong underachievers mempunyai konsep diri yang negatif, serta memperlihatkan beberapa karakteristik kepribadian; 1). Mempunyai perasaan dikritik, ditolak dan diisolir; 2). Melakukan mekanisme pertahanan diri dengan cara menghindar dan bahkan bersikap menentang; 3). Tidak mampu mengekspresikan perasaan dan perilakunya.

Karakteristik Perkembangan Konsep Diri Peserta Didik
     Anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola asuh yang keliru atau negatif, ditambah dengan lingkungan yang kurang mendukung, cenderung mempunyai konsep diri yang negatif. Hal ini adalah karena anak cenderung menilai dirinya berdasarkan apa yang ia alami dan yang ia dapatkan dari lingkungannya. Jika lingkungannya memberikan sikap yang baik dan positif, maka anak akan merasa dirinya berharga, sehingga perkembangan konsep diri yang positif.

a.    Karakteristik Konsep Diri Anak Usia Sekolah
Mc Devitt dan Ormrod, 2002, memberikan gambaran tentang perubahan-perubahan konsep diri anak usia sekolah (usia 6 -  12) sebagai berikut :
Research indicates that children’s self-concept sometimes drop soon after they begin elementary school, probably as a result of the many new academic and social challenges that school presents. Elementary school gives children many occasions to compare their performance with that of peers, and so their self-assessment gradually become more realistic. Yet this comparative approach inevitably creates “winnder” and “losers”. children who routinely find themselves at the bottom of the heap must do some fancy footwork to keep their self-esteem intact. Often, they focus on performance areas in which they excel (e.g sport, social relationship, or hobbies) and discount areas that give them trouble (e.g. “Reading is dumb ”). Perhaps because they have so many domains and experiences to consider as they look for strengths in their own performance, most children maintain fairly high and stable self-esteem during the elementary school years.

     Kutipan diatas memberikan gambaran tentang perubahan-perubahan dalam konsep diri anak usia sekolah dasar. Awal-awal masuk sekolah dasar, terjadi penurunan dalam konsep diri anak-anak. Hal ini mungkin disebabkan oleh tuntutan baru dalam akademik dan perubahan sosial yang muncul disekolah. Sekolah dasar banyak memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk membandingkan dirinya dengan teman-temannya, sehingga penilaian dirinya secara graduan menjadi lebih realistis.
     Menurut Santrock (1995), perubahan-perubahan konsep diri anak selama tahun-tahun sekolah dasar dapat dilihat sekurang-kurangnya dari tiga karakteristik konsep diri, yaitu :                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    
1). Karakteristik Internal. Berbeda dengan anak-anak prasekolah, anak usia sekolah dasar lebih memahami dirinya melalui karakter internal dirinya melalui karakteristik eksternal. Sehubungan dengan hal ini, Mc Deviit dan Ormrod ( 200 ) menulis : “young children tend to define themselves in terms of external and concrete characteristic. As they grow older, they begin to define thrmselves more in terms of internal and abstract characteristic”.
2). Karakteristik Aspek Sosial. Selama tahun-tahun sekolah dasar, aspek sosial dari pemahaman dirinya juga meningkat dalam suatu investigasi, anak-anak sekolah dasar seringkali menjadikan kelompok-kelompok sosial sebagai acuan dalam deskripsi diri mereka (Livesly & Bromley, 1983).
3). Karakteristik Perbandingan Sosial. Pemahaman diri anak-anak usia sekolah dasar juga mengacu pada perbandingan sosial (social comparison). Pada tahap perkembangan ini, anak-anak cenderung membedakan diri mereka dari orang lain, secara komparatif dari pada secara absolut.
     Sejumlah ahli psikologi perkembangan percaya bahwa dalam perkembangan pemahaman diri, pengambilan perspektif (perspektif taking) kemampun untuk mengambil perspektif orang lain dan memhami pemikiran dan perasaannya memainkan perasaan yang penting. Robert Selman (dalam Santrock, 1995) misalnya, percaya bahwa pengambilan perspektif melibatkan suatu rangkaian yang terdiri atas lima tahapan, yang berlangsung dari usia 3 tahun hingga masa remaja.
     Selman mencatat bahwa egosentrisme mulai mengalami kemunduran pada usia 4 tahun, dan pada usia 6 tahun anak menyadari bahwa pandangan orang lain berbeda dari pandangannya, pada usia 10 tahun, mereka mulai mampu untuk mempertimbangkan pandangannya sendiri dan pandangan orang lain secara bersamaan. Akan tetapi, sejumlah peneliti tidak setuju dengan tingkatan-tingkatan usia Selman yang mengaitkan perubahan-perubahan dalam kemampuan pengambilan peran.

Tabel 8.1 Tahap-tahap Pengambilan Perspektif
Tahap Pengambilan Perspektif
Usia
Deskripsi
Perspektif yang egosentris
3-6 tahun
Anak merasakan adanya perbedaan dengan orang lain, tetapi belum mampu membedakan antara perspektif sosial ( pemikiran, perasaan ) orang lain dan perspektif diri sendiri. Anak dapat menyebutkan perasaan orang lain, tetapi tidak melihat hubungan sebab dan akibat pemikiran dan tindakan sosial.
Pengambilan Perspektif sosial internasional
6-8 tahun
Anak sadar bahwa orang lain memiliki suatu perspektif sosial yang didasarkan atas pemikiran orang itu, yang mungkin sama atau berbeda dengan pemikirannya. Tetapi, anak cenderung berfokus pada perspektif sendiri dan bukan mengkoordinasikan sudut pandang.
Pengambilan keputusan diri reflektif
8-10 tahun
Anak sadar bahwa setiap orang sadar akan perspektif orang lain dan bahwa kesadaran ini mempengaruhi pandangan dirinya dan pandangan orang lain. Menempatkan diri sendiri di tempat orang lain merupakan suatu cara untuk menilai maksud, tujuan, dan tindakan orang lain. Anak dapat membentuk suatu mata rantai perspektif yang terkoordinasi tetapi tidak dapat mengabstraksikan proses-proses ini pada tingkat timbal balik secara serentak.
Saling mengambil Perspektif
10-12 tahun
Anak remaja menyadari bahwa baik diri sendiri maupun oran glain dapat memandang satu sama lain secara timbal balik dan secara serentak sebagai subjek. Anak remaja dapat melangkah ke luar dari kedua orang tua itu dan memandang interaksi dari perspektif orang ketiga.
Pengambilan Perspektif
12-15 tahun
Anak remaja menyadari pengambilan perspektif bersama tidak selalu menghasilkan pemahaman yang sempurna. Konvensi sosial dilihat sebagai sesuatu yang penting karena dipahami oleh semua anggota kelompok, tanpa memandang posisi, peran, atau pengalaman mereka.

Menurut sejumlah ahli lain, anak-anak usia 6 tahun mampu mamahami perspektif orang lain. Penelitian lain mencatat bahwa seseorang yang berusia sama belum bisa diasosiasikan dengan masing-masing tingkat, sebab kemampuan anak dalam pengambilan peran mungkin berfluktuasi dari suatu waktu ke waktu lain (Maccoby, 1980). Demikian juga, anak yang memahami perspektif orang lain yang familiar dalam situasi yang familiar, mungkin kurang mampu dalam memahami orang atau situasi yang tidak familiar (Flapan, 1968).

b.    Karakteristik Konsep Diri Remaja (SMP-SMA)
     Santrock (1998) menyebutkan sejumlah karakteristik penting perkembangan konsep diri pada masa remaja, yaitu :
1). Abstract and idealistic. Gambaran tentang konsep diri yang abstrak, misalnya, dapat dilihat dari pernyataan remaja usia 14 tahun mengenai dirinya. Meskipun tidak semua remaja menggambarkan diri mereka dengan cara yang idealis, namun sebagian besar remaja membedakan antara diri mereka yang sebenarnya dengan yang diidamkannya.
2). Differentiated. Konsep diri remaja bisa menjadi semakin terdiferensiasi (differentiated). Dibandingkan dengan anak yang lebih muda, remaja lebih mungkin untuk menggambarkan dirinya sesuai dengan konteks atau situasi yang semakin terdiferensiasi.
3). Contradictions Within the Self. Setelah remaja mendeferensiasikan dirinya kedalam sejumlah peran dan dalam konteks yang berbeda-beda. Sehubungan dengan hal ini, Mc Devitt dan Ormrod (2002) menulis :
As their worlds broaden in the teenage years, young people have a greater variety of social experiences and so are apt to get conflicting messages about their characterisitics. The Result is that their self-concepts may include contradictory views of themselves.
4). The Fluctuating Self. Sifat yang kontradiktif dalam diri remaja pada gilirannya memunculkan fluktuasi diri dalam berbagai situasi dan lintas waktu yang tidak mengejutkan. Seorang peneliti menjelaskan sifat fluktuasi dari diri remaja tersebut dengan metafora “the barometric self” (diri barometik).
5). Real and Ideal, True and False Selves. Kemampuan untuk menyadari adanya perbedaan antara diri yang nyata (real self) dengan diri  yang ideal (ideal self) menunjukkan adanya peningkatan kemampuan kognitif mereka. Tetapi, Carl Rogers yakin bahwa adanya perbedaan yang terlalu jauh antara diri yang nyata dengan diri ideal menunjukkan ketidakmampuan remaja untuk menyesuaikan diri.
     Penelitian yang dilakukan Strachen dan Jones (1982) menunjukkan bahwa pada pertengahan masa remaja terjadi diskrepansi yang lebih besar antara diri yang nyata dengan diri ideal dibandingkan pada awal dan akhir masa remaja.

Implikasi Perkembangan Konsep Diri Terhadap Pendidikan
     Peserta didik mengalami permasalahan disekolah pada umumnya menunjukkan tingkat konsep diri yang rendah. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan disekolah, guru perlu melakukan upaya yang memungkinkan terjadinya peningkatan konsep diri peserta didik. Berikut ini beberapa strategi yang mungkin dilakukan guru dalam mengembangkan dan meningkatkan konsep diri peserta didik, yaitu :
c.    Membuat sisiwa merasa mendapat dukungan dari guru. Dalam mengembangkan konsep diri yang positif, siswa perlu mendapatkan dukungan dari gurunya. Dukungan ini dapat ditunjukkan dalam dukungan emosional (emotional support), seperti ungkapan empati, kepedulian, perhatian, dan umpan balik, dan dapat pula berupa dukungan penghargaan (esteem support), seperti ungkapan hormat (penghargaan) positif terhadap siswa, dorongan untuk maju atau persetujuan dengan gagasan atau perasaan siswa.
d.    Membuat siswa merasa bertanggung jawab. Memberi kesempatan kepada siswa untuk membuat keputusan sendiri atas prilakunya dapat diartikan sebagai upaya guru untuk memberi tanggung jawab kepada sisiwa.
e.    Membuat siswa merasa mampu. Menunjukkan sikap dan pandangan yang positif terhadap kemampuan yang dimiliki siswa. Dengan sikap dan pandangan positif terhadap kemampuan siswa ini, maka siswa juga akan berpandangan positif terhadap kemampuan dirinya.
f.     Mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan yang realistis. Dalam upaya meningkatkan konsep diri siswa, guru harus membentuk siswa untuk menetapkan tujuan yang hendak dicapai serealistis mungkin, yakni tujuan yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
g.    Membantu siswa menilai diri mereka secara realistis. Pada saat mengalami kegagalan, ada kalanya siswa menilainya secara negatif, dengan memandang dirinya sebagai orang yang tidak mampu. Salah satu cara membantu siswa menilai diri mereka secara realistis adalah dengan membandingkan prestasi siswa pada masa lampau dan prestasi siswa saat ini.
h.    Mendorong siswa agar bangga dengan dirinya secara realistis. Membantu mengembangkan konsep diri peserta diri adalah dengan memberikan dorongan kepada siswa agar bangga dengan prestasi yang telah dicapainya.

BAB 10

Perkembangan Kemandirian dan Penyesuaian Diri Peserta Didik

Pengertian Kemandirian
     Istilah “kemandirian” berasal dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”. Kemudian membentuk satu kata keadaan atau kata benda. Maka pembahasan mengenai kemandirian tidak bisa lepas dari pembahasan tentang perkembangan diri itu sendiri, dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self, karena diri itu merupakan inti dari kemandirian. Konsep yang sering digunakan atau berdekatan dengan kemandirian adalah autonomy.
Menurut Chaplin (2002), otonomi adalah kebebasan individu manusia untuk memilih, untuk manjadi kesatuan yang bisa memerintah, menguasai dan menentukan dirinya sendiri. Sedangkan Seifert dan Hoffnung (1994) mendefinisikan otonomi atau kemandirian sebagai “the ability to govern and regulate one’s own thoughts, feelings, and actions freely and responssibly while overcoming feeling of shamw and doubt”.
Erikson (dalam Monks, dkk, 1989), menyatakan kemandirian adalah usaha untuk melepaskan diri dari orangtua dengan maksud untuk menemukan dirinya melalui proses identitas ego, yaitu : merupakan perkembangan kearah individualitas yang mantap dan berdiri sendiri. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa kemandirian mengandung pengertian :
i.      Kondisi di mana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri.
j.      Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi.
k.    Memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya.
l.      Bertanggung jawab atas apa yang dilakukannya.

Bentuk-bentuk Kemandirian, Tingkatan dan Karakteristik
·      Bentuk-bentuk kemandirian
     Robert Hovighurst (1972) membedakan kemandirian menjadi :
1). Kemandirian emosi : kemampuan mengontrol emosi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada orang lain.
2). Kemandirian ekonomi : kemampuan mengatur ekonomi sendiri dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain.
3). Kemandirian intelektual : kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi.
4). Kemandirian sosial : kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang lain.

Sementara itu, Steiberg (1993) membedakan karakteristik kemandirian atas tiga bentuk, yaitu :
The first emotional autonomy-that aspect of independence related to change in the individual’s close relationship, especially with parent. The second behavioral autonomy-the capacity to make independent decisions and follow through with them. The third char acterization invoves an aspect of independence referred to as value autonomy-wich is more than simply being able to resist pressures to go along with the demands of other; it means having a set a principles about right and wrong, about what is important and what is not.
Kutipan diatas menunjukkan karakteristik dari ketiga aspek kemandirian, yaitu :
5). Kemandirian emosional, yakni aspek kemandirian yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu
6). Kemandirian tingkah laku, yakni suatu kemampuan untuk membuat keputusan tanpa tergantung pada orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab.
7). Kemandirian nilai, yakni kemampuan memakai seperangkat printis tentang benar dan salah, yang penting dan tidak penting.

·       Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian
      Lovinger (dalam Sunaryo Kartadinata, 1988), mengemukakan tingkatan kemandirian dan karakteristik, yaitu :
1). Tingkat pertama, adalah tingkat impulsive dan melindungi diri. Ciri-cirinya :
a.    Peduli terhadap kontrol dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya dengan orang lain.
b.    Mengikuti aturan secara spontanistik dan hedonistik.
c.    Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu (stereotype).
d.    Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum games.
e.    Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.
2). Tingkat kedua, adalah tingkat konformistik. Ciri-cirinya :
a.    Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan sosial.
b.    Cenderung berpikir stereotype dan klise.
c.    Peduli akan konformitas terhadap aturan eksternal.
d.    Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian.
e.    Menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi.
f.     Perbedaan kelompok didasarkan atas ciri-ciri eksternal.
g.    Takut tidak diterima kelompok.
h.    Tidak sensitif terhadap keindividualan.
i.      Merasa berdosa jika melanggar aturan.
3). Tingkat ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-cirinya :
a.    Mampu berpikir alternatif.
b.    Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi.
c.    Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada.
d.    Menekankan pada pentingnya memecahkan masalah.
e.    Memikirkan cara hidup.
f.     Penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
4). Tingkat keempat, adalah tingkat saksama (conscientious). Ciri-cirinya :
a.    Bertindak atas dasar nilai-nilai internal.
b.    Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan.
c.    Mampu melihat keragaman emosi, motif, dan perspektif diri sendiri maupun orang lain.
d.    Sadar akan tanggung jawab.
e.    Mampu melakukan kritik dan penilaian diri.
f.     Peduli akan hubungan mutualistik.
g.    Memiliki tujuan jangka panjang.
h.    Cenderung melihat peristiwa dalam konteks sosial.
i.      Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analistis.
5). Tingkat kelima, adalah tingkat individualitas. Ciri-cirinya :
a.    Peningkatan kesadaran individualitas.
b.    Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan ketergantungan.
c.    Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain.
d.    Mengenal eksistensi perbedaan individual.
e.    Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan.
f.     Membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya.
g.    Mengenal kompleksitas diri.
h.    Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial.
6). Tingkat keenam, adalah tingkat mandiri. Ciri-cirinya :
a.    Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.
b.    Cenderung bersikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri dan orang lain.
c.    Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan sosial.
d.    Mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertentangan.
e.    Toleran terhadap ambiguitas.
f.     Peduli akan pemenuhan diri (self-fulfilment).
g.    Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.
h.    Responssif terhadap kemandirian orang lain.
i.      Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain.
j.      Mampu mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan.

Pentingnya Kemandirian Bagi Peserta Didik dan Implikasinya Terhadap Pendidikan
Pentingnya Kemandirian Bagi Peserta Didik
     Pengaruh kompleksitas kehidupan terhadap peserta didik terlihat dari berbagai fenomena yang sangat membutuhkan perhatian dunia pendidikan. Sunaryo Kartadinata (1988) menyebutkan beberapa gejala yang berhubungan dengan permasalahan kemandirian yang perlu mendapat perhatian dunia pendidikan, yaitu :
a.    Ketergantungan disiplin kepada kontrol luar dan bukan karena niat sendiri yang ikhlas.
b.    Sikap tidak peduli terhadap lingkungan hidup.
c.    Sikap hidup konformistis tanpa pemahaman dan konformistik dengan mengorbankan prinsip.

Perkembangan Kemandirian Peserta Didik dan Implikasinya Bagi Pendidikan
     Kemandirian adalah kecakapan yang berkembang sepanjang rentang kehidupan individu, yang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman dan pendidikan. Upaya-upaya yang dilakukan di sekolah untuk pengembangan kemandirian peserta didik, yaitu :
a.    Mengembangkan proses mengajar yang demokratis, yang memungkinkan anak merasa dihargai.
b.    Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai kegiatan sekolah.
c.    Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan mendorong rasa ingin tahu mereka.
d.   Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lain.
e.    Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak.

Pengertian Penyesuain Diri
     Individu adalah makhluk yang unik dan dinamik, tumbuh dan berkembang, serta memiliki keragaman kebutuhan, baik dalam jenis tataran (level), maupun intensitasnya. Dalam hal ini Mustafa Fahmi (1977) menulis :
     “Pengertian luas tentang proses penyesuaian terbentuk sesuai dengan hubungan individu dengan lingkungan sosialnya, yang dituntut dari individu tidak hanya mengubah kelakuannya dalam menghadapi kebutuhan-kebutuhan dirinya dari dalam dan keadaan diluar, dalam lingkungan di mana dia hidup, akan tetapi juga dituntut untuk menyesuaikan diri dengan adanya orang lain dan macam-macam kegiatan mereka… Jika mereka ingin penyesuaian maka hal itu menuntut adanya penyesuaian antara keinginan masing-masisng dengan suasana lingkungan sosial tempat mereka bekerja”.

Menurut Hollander (1981), sifat dinamis (dynamism) ini menjadi kualitas esensial dari penyesuaian diri. Lebih jauh Hollander menulis :
“The essential quality of adjustment is its dynamism, or potential for change. Adjustment occurs whenever the individual faces new environmental conditions that require a responsse. An example is that of student who go from high school to college, especially of the first is small and the second large.
Adjustment also take the form of fitting one’s psychological needs to cultural norms. Even physiologically based needs, such as hunger; are satisfied in socially approved ways. What we eat, and how we eat are illustrations of actions learned from a society’s pattern of culture.
Adjustment involves lerning to meet new circumstances through changes in action or attitudes. Basically, learning means actual or potential alterations in behavior which may be more or less able patterns of past behavior, they may not be appropriate under changed conditions. Therefore, adjustment means adopting new ways of acting, or at times returning to old one which are more appropriate”.

     Sepanjang hidupnya individu akan mengadakan perubahan perilaku, karena memang dia dihadapkan pada kenyataan dirinya maupun lingkungannya yang terus berubah. Ini berarti bahwa “adjustment is a lifelong process, and people must continue to meet and deal with the stresses and challenges of life in order to achieve a healty personality” (Derlega & Janda, 1978).
Schneiders (1964) juga menyebut penyesuaian diri (adjustment) sebagai : “A process involving both mental and behavioral responses, by which an individual strives to cope successfully with inner needs, tensions, frustration and conflicts, and to effect a degree of harmony between these innder demands and those imposed on him by the objective world in which be lives”.
Jadi, penyesuaian diri pada prinsipnya adalah suatu proses yang mencakup respons mental dan tingkah laku, dengan mana individu berusaha untuk dapat berhasil mengatasi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya. Menurut Voleman (1971), berfungsinya self system pada seseorang melibatkan asumsi-asumsi yang dibuat sendiri oleh individu yang bersangkutan. Asumsi-asumsi tersebut meliputi :
1       Reality assumption, yaitu pandangan individu mengenai dirinya sendiri, apa yang dipikirkannya, siapa dirinya dan apa sebenarnya sifat-sifat dari lingkungannya.
2      Possibility assumption, yaitu pandangan individu mengenai hal-hal yang mungkin tentang perubahan-perubahan, tentang kesempatan pengembangan diri dan hubungannya dengan lingkungan sosialnya.
3      Value assumption, yaitu pandangan individu tentang baik dan buruk, salah dan benar, tentang yang diakui dan yang tidak diakui.

      Perbedaan individu ini menyebabkan konsep penyesuaian diri  menjadi relatif sifatnya, sehingga tidak dapat dibuat suatu pilihan cara-cara dalam menghadapi stress tertentu secara pasti. Menurut Schneider (1964), penyesuaian diri itu dikatakan realif karena :
a.     Penyesuaian diri dirumuskan dan dievaluasi dalam pengertian kemauan seseorang untuk mengubah atau untuk mengatasi tuntutan yang mengganggunya. Kemampuan ini berubah-ubah sesuai dengan nilai-nilai kepribadian dan tahap perkembangannya.
b.    Kualitas dari penyesuaian diri berubah-ubah terhadap beberapa hal yang berhubungan dengan masyarakat dan kebudayaan.
c.     Adanya variasi tertentu pada individu.

Aspek-aspek dan Faktor-faktor Penyesuaian Diri
·      Aspek-aspek Penyesuaian Diri.
     Penyesuain diri yang baik berkatitan erat dengan kepribadian yang sehat. Sebab, sebaggaimana dikemukakan olrh Lazarus, “… personality and adjustment are totality interrelated subjects of study. The are two sides of the same coin. It is really impossible to speak of one without the other .
     Mengacu pada beberapa konsep tentang sehatnya kepribadian individu yang diajukan oleh beberapa ahli, seperti kepribadian normal (Cole, 1953), kepribadian produktif (Fromm dan Gilmore, 1974), dan psiko-higiene (Sikun Pribadi, 1971), maka secara garis besarnya penyesuaian diri yang sehat dapat dilihat dari empat aspek kepribadian, yaitu :

1). Kematangan emosional mencakup aspek-aspek :
a.    Kemantapan suasana kehidupan emosional.
b.    Kemantapan suasana kehidupan kebersamaan dengan orang lain.
c.    Kemampuan untuk santai, gembira dan menyatakan kejengkelan.
d.   Sikap dan perasaan terhadap kemampuan dan kenyataan diri sendiri.
2). Kematangan intelektual mencakup aspek-aspek :
a.    Kemampuan mencapai wawasan diri sendiri.
b.    Kemampuan memahami orang lain dan keragamannya.
c.    Kemampuan mengambil keputusan.
d.   Keterbukaan dalam mengenal lingkungan.
3). Kematangan sosial mencakup aspek-aspek :
a.     Keterlibatan dalam partisipasi sosial.
b.    Kesediaan kerja sama.
c.     Kemampuan kepemimpinan.
d.    Sikap toleransi.
e.     Keakraban dalam pergaulan.
4). Tanggung jawab mencakup aspek-aspek :
a.     Sikap produktif dalam mengembangkan diri.
b.    Melakukan perencanaan dan melaksanakannya secara fleksibel.
c.     Sikap altruisme, empati, bersahabat dalam hubungan interpersonal.
d.    Kesadaran akan etika dan hidup jujur.
e.     Melihat perilaku dari segi konsekuensi atas dasar sistem nilai.
f.     Kemampuan bertindak independen.

·      Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri
     Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian diri dapat dilihat dari konsep psikogenik dan sosiopsikogenik. Psikogenik memandang bahwa penyesuaian diri dipengaruhi oleh riwayat kehidupan sosial individu, terutama pengalaman khusus yang membantu perkembangan psikologis. Pengalaman khusus ini lebih banyak berkaitan dengan latar belakang kehidupan keluarga, terutama menyangkut aspek-aspek :
1.      Hubungan orangtua-anak, yang merujuk pada iklim hubungan sosial dalam keluarga, apakah hubungan tersebut bersifat demokratis atau otoriter yang mencakup :
a.  Penerimaan-penolakan orangtua terhadap anak.
b. Perlindungan dan kebebasan yang diberikan kepada anak.
c.  Sikap dominatif-integratif (permisif atau sharing).
d. Pengembangan sikap mandiri-ketergantungan.
2.      Iklim intelektual keluarga, yang merujuk pada sejauhmana iklim keluarga memberikan kemudahan bagi perkembangan intelektual anak, pengembangan berpikir logis atau irrasional, yang mencakup :
a.    Kesempatan untuk berdialog logis, tukar pendapat dan gagasan.
b.    Kegemaran membaca dan minat kultural.
c.    Pengembangan kemampuan memecahkan masalah.
d.   Pengembangan hobi.
e.    Perhatian orangtua terhadap kegiatan belajar anak.
3.      Iklim emosional keluarga, yang merujuk pada sejauhmana stabilitas hubungan dan komunikasi di dalam keluarga terjadi, yang mencakup :
a.    Intensitas kehadiran orangtua dalam keluarga.
b.    Hubungan persaudaraan dalam keluarga.
c.    Kehangatan hubungan ayah-ibu.
     Sementara itu dilihat dari konsep sosiopsikogenik, penyesuaian diri dipengaruhi oleh faktor iklim lembaga sosial di mana individu terlibat di dalamnya. Faktor sosiopsikogenik yan gdominan mempengaruhi penyesuaian diri adalah sekolah, yang mencakup :
1.      Hubungan guru-siswa, yang merujuk pada iklim hubungan sosial dalam sekolah, apakah hubungan tersebut bersifat demokratis atau otoriter, yang mencakup :
a.    Penerimaan-penolakan guru terhadap siswa.
b.    Sikap dominatif (otoriter, kaku, banyak tuntutan) atau integratif (permisif, sharing, menghargai dan mengenal perbedaan individu).
c.    Hubungan yang bebas ketegangan atau penuh ketegangan.
2        Iklim intelektual sekolah, yang merujuk pada sejauh mana perlakuan guru terhadap siswa dalam memberikan kemudahan bagi perkembangan intelektual siswa sehingga tumbuh perasaan kompeten, yang mencakup :
d.   Perhatian terhadap perbedaan individual siswa.
e.    Intensitas tugas-tugas belajar.
f.     Kecenderungan untuk mandiri atau berkonformitas pada siswa.
g.    Sistem penilaian.
h.    Kegiatan penilaian.
i.      Kegiatan ekstrakurikuler.
j.      Pengembangan inisiatif siswa.

BAB 12

Perkembangan Hubungan Interpersonal Peserta Didik
                                                                                                                                                                                                                                                                                                Hubungan Antara Anak Usia Sekolah dan Remaja Dengan Keluarga
     Hubungan interpersonal dapat diartikan sebagai hubungan antar pribadi. Peserta didik sebagai pribadi yang unik adalah makhluk individu, sekaligus makhluk social. 
Karakteristik Hubungan Anak Usia Sekolah Dengan Keluarga
     Masa usia sekolah dipandang sebagai masa untuk pertama kalinya anak memulai kehidupan sosial mereka yang sesungguhnya. Sekalipun tidak lagi menjadi subjek tunggal dalam pergaulan anak, orang tua tetap menjadi bagian penting dalam proses ini, karena mereka yang menjadi figur sentral dalam kehidupan anak. Untuk itu, orang tua harus menuntun anak untuk menjadi bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas.
      Hubungan orangtua dan anak akan berkembang dengan baik apabila kedua pihak saling memupuk keterbukaan. Sesuai dengan perkembangan kognitifnya yang semakin matang, maka pada usia sekolah, anak secara berangsur-angsur lebih banyak mempelajari mengenai sikap-sikap dan motivasi orangtuanya, serta memahami aturan-aturan keluarga, sehingga mereka menjadi lebih mampu untuk mengendalikan tingkah lakunya.
      Dalam hal ini, orangtua merasakan pengontrolan dirinya terhadap tingkah laku anak mereka berkurang dari waktu ke waktu dibandingkan pada tahun-tahun awal kehidupan mereka.

Karakteristik Hubungan Remaja Dengan Keluarga
     Salah satu ciri yang menonjol dari remaja yang mempengauhi relasinya dengan orangtua adalah perjuangan untuk memperoleh otonomi, baik secara fisik dan psikologis. Secara optimal, remaja mengembangkan pandangan-pandangan yang lebih matang dan realistis dari orangtua mereka. Kesadaran bahwa mereka adalah seorang yang memiliki kemampuan, bakat, dan pengetahuan tertentu, mereka memandang orangtua sebagai orang yang harus dihormati, dan sekaligus sebagai orang yang dapat berbuat kesalahan.
      Beberapa peneliti tentang perkembangan anak remaja menyatakan bahwa pencapaian otonomi psikologis merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting dari masa remaja. Hasil penelitian Lamborn dan Steinberg (1993) misalnya, menunjukkan bahwa perjuangan remaja untuk meraih otonomi tampaknya berhasil dengan sangat baik dalam lingkungan keluarga yang secara simultan memberikan dorongan dan kesempatan bagi remaja untuk memperoleh kebebasan emosional. Sebaliknya, remaja yang tetap tergantung secara emosional pada orangtuanya mungkin dirinya selalu merasa enak, mereka terlihat kurang kompeten, kurang percaya diri, kurang berhasil dalam belajar dan bekerja dibandingkan dengan remaja yang mencapai kebebasan emosional (Dacey & Kenny, 1997).
       Belakangan, para ahli perkembangan mulai menjelajahi peran keterikatan yang aman (scure attachment) dengan orangtua terhadap perkembangan remaja. Mereka yakin bahwa keterikatan dengan orangtua pada masa remaja dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosialnya, seperti tercermin dalam ciri-ciri: harga diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan fisik.
      Dengan perkataan lain, bahwa ketika remaja menuntut otonomi, maka orangtua yang bijaksana harus melepaskan kendali dalam bidang-bidang di mana remaja dapat mengambil keputusan-keputusan yang masuk akal disamping terus memberikan bimbingan untuk mengambil keputusan-keputusan yang masuk akal pada bidang-bidang di mana pengetahuan anak remajanya masih terbatas.

Hubungan Antara Anak Usia Sekolah, Remaja Dengan Teman Sebaya
     Teman bisa memberikan ketenangan ketika mengalami kekhawatiran. Tidak jarang terjadi seorang anak yg tadinya penakut berubah menjadi pemberani berkat teman sebayanya.
Karakteristik Hubungan Anak Usia Sekolah Dengan Teman Sebaya
     Barker dan Wright (dalam Santrock, 1995) mencatat bahwa anak-anak usia 2 tahun menghabiskan 10% dari waktu siangnya untuk berinteraksi dengan teman sebaya meningkat menjadi 20%. Sedangkan anak usia 7 tahun hingga 11 tahun meluangkan lebih dari 40% waktunya untuk berinteraksi dengan teman sebaya.
Pembentukan kelompok
     Interaksi teman sebaya dari kebanyakan anak usia sekolah ini terjadi dalam grup atau kelompok, sehingga periode ini sering disebut “usia kelompok”
Popularitas, penerimaan social, dan penolakan
     Pada anak usia sekolah dasar mulai terlihat adanya usaha untuk mengembangkan suatu penilaian terhadap orang lain dengan berbagai cara.
Anak yang popular
     Populeritas seorang anak ditentukan oleh berbagai kualitas pribadi yang dimilikinya.

Persahabatan
     Karakteristik lain dari pola hubungan anak usia sekolah dengan teman sebayanya adalah munculnya keinginan untuk menjalin hubungan pertemanan yg lebih akrab atau yang dalam kajian psikologi perkembangan disebut dengan istilah friendship(persahabatan).
Jadi persahabatan lebih dari sekedar pertemanan biasa, Menurut McDevitt dan Ormrod (2002), setidaknya terdapat tiga kualitas yang membedakan persahabatan dengan bentuk hubungan teman sebaya lainnya, yaitu:
  1. They are voluntary relationships (adanya hubungan yang dibangun atas dasar sukarela).
  2. They are powered by shared routines and customs (hubungan persahabatan dibangun atas dasar kesamaan kebiasaan)
  3. They are reciprocal relationships (persahabatan dibangun atas dasar hubungan timbal balik).
     Menurut Santrock (1998), karakteristik yang paling umum dari persahabatan adalah keakraban (intimacy) dan kesamaan (similiarity).
     Intimacy dapat diartikan sebagai penyingkapan diri dan berbagai pemikiran pribadi. Karenda kedekatan ini, anak mau menghabiskan waktunya dengan sahabat dan mengekspresikan efek yang lebih positif terhadap sahabat dibandingkan dengan yang bukan sahabat (Hartub, 1989).Meskipun demikian, persahabatan memainkan peranan yg penting dalam perkembangan psikososial anak (rubin,1980), diantaranya:
·       Sahabat memberi kesempatan kepada anak untuk mempelajari ketrampilan tertentu.
·       Persahabatan anak untuk membandingkan dirinya dengan individu lain.
·       Perdsahabatan mendorong munculnya rasa memiliki terhadap kelompok.

Santrock (1998) menyebutkan enam fungsi penting persahabatan, yaitu:
  1. Sebagai kawan (companionship)
  2. Sebagai pendorong (stimulation)
  3. Sebagai dukungan fisik (physical support)
  4. Sebagai dukungan ego (ego support)
  5. Sebagai perbandingan sosial (social comparison)
  6. Sebagai memberi keakraban dan perhatian (intimacy/affection)
    Hatherington dan Parke (1999), menggambarkan tiga tahap perkembangan gagasan anak tentang persahabatan, yaitu:
  1. Reward-cost stage (7-8 tahun). Pada tahap ini anak menyebutkan ciri-ciri sahabat sebagai teman yang menawarkan bantuan, melakukan kegiatan bersama-sama, bisa memberikan ide-ide, bisa bergabung dalam permainan, menawarkan judgement, dekat secara fisik, dan memiliki kesamaan demografis.
  2. Normative stage (10-11 tahun). Anak mengharapkan sahabatnya bisa menerima dan mengaguminya, setia dan memberikan komitmen terhadap persahabatan, serta mengekspresikan nilai dan sikap yang sama terhadap aturan-aturan dan sanksi.
  3. Emphatic stage (11-13 tahun). Anak mengharapkan kesungguhan dan potensi intimacy dari sahabat, mengharapkan sahabat untuk memahami dan terbuka terhadap dirinya, mau menerima pertolongannya, berbagi minat dan mempertahankan sikap dan nilai yang sama.
Karakteristik Hubungan Remaja Dengan Teman Sebaya
     Perkembangan kehidupan sosial remaja juga ditandai dengan gejala meningkatnya pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka. Sebagian besar waktunya dihabiskan untuk berhubungan atau  bergaul dengan teman-teman sebaya mereka. Dalam suatu investigasi, ditemukan bahwa anak berhubungan dengan teman sebaya 10% dari waktunya setiap hari pada usia 2 tahun, 20% pada usia 4 tahun, dan lebih dari 40% pada usia antara usia 7-11 tahun.
     Menurut Bloss (1962), pembentukan remaja erat kaitannya dengan perubahan aspek-aspek pengendalian psikologis yang berhubungan dengan kecintaan pada diri sendiri dan munculnya phallic conflicts. Erikson (1968) memandang tren perkembangan ini dari perspektif normative-life-crisis, di mana teman memberikan feedback dan informasi yang konstruktif tentang self-definition dan penerimaan komitmen.
Secara lebih rinci ,
Kelly dan Hansen(1997) menyebutkan 6 fungsi positif dari teman sebaya, yaitu:
1.      Mengontrol impuls-impuls agresif.
2.      Memperoleh dorongan emosional dan social serta menjadi lebih independen.
3.      Meningkatkan keterampilan –keterampilan social,mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara-cara yg lebih matang.
4.      Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin.
5.      Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai.
6.      Meningkatkan harga diri(self-esteem).
Hubungan Dengan Sekolah
     Pengalaman masuk sekolah saat pertama mereka menyesuaikan diri dalam pola kelompok, diatur oleh guru sekolah merupakan lingkungan artificial yang sengaja dibentuk guna mendidik dan membina generasi muda kearah tujuan tertentu, terutama untuk membekali anak dengan pengetahuan dan kecakapan hidiup (life skill) yang dibutuhkan dikemudian hari. Guru masih memberi peran sentral dalam kehidupan anak dan remaja, yang sangat sering menentukan bagaimana mereka merasakan berada di sekolah dan bagaimana mereka merasakan diri.
       Guru masih mengambil suatu peran sentral dalam kehidupan anak dan remaja, yang sering sangat menentukan bagaimana mereka merasakan berada di sekolah dan bagaimana mereka merasakan diri mereka.
      Mereka memahami bagaimana melakukan selingan antara belajar dengan bermain menghargai kemampuan-kemampuan khusus murid, mengetahui menciptakan suatu setting dimana anak-anak memandang diri mereka secara positif.

BAB 13

Perkembangan Tingkah Laku Prososial Peserta Didik

Pengertian Tingkah Laku Prososial
     Eisenberg dan Fabes ( 1998 ), misalnya, secara sederhana mendefinisikan tingkah laku prososial sebagai “ voluntary behavior intended to benefit another ”. Menurut Baron Byrne ( 199 ) tingkah laku prososial adalah tindakan menolong orang lain.
Sementara itu Sears, dkk. ( 1992 ) ,mendefinisikan tingkah laku prososial sebagai tingkah laku yang menguntungkan orang lain. Hal ini dipertegas pula oleh Rushton ( dalam Sears, dkk. 1992 )
bahwa tingkah laku prososial berkisar dari tindakan altruisme yang tidak mementingkan diri sendiri atau tanpa pamrih sampai tindakan menolong yang sepenuhnya dimotivasi oleh kepentingan diri sendiri.
Adapun pengertian tingkah laku prososial menurut Sri Utari Pidada ( 1994 ) adalah suatu tingkah laku yang mempunyai satu akibat atau konsekuensi positif bagi si partner interaksi. Hampir senada dengan pendapat sebelumnya, Janusz Reskowski ( dalam Einsenberg, 1982 ) juga menjelaskan bahwa istilah tingkah laku prososial mencakup sejumlah fenomena yang luas.
Brigham, ( 1991 ) mengungkapkan bahwa wujud tingkah laku prososial meliputi : altruism, murah hati
( charity ), persahabatan ( friendship ), kerja sama ( cooperation ), menolong ( helping ), penyelamatan
( rescuing), pertolongan darurat oleh orang yang terdekat  ( bystander intervention ), pengorbanan ( sacrificing), berbagi/memberi ( sharing ).
Demikian juga Bar-Tal ( 1976 ) mendefinisikan tingkah laku prososial sebagai tingkah laku yang dilakukan secara sukareka mneguntungkan oran lain tanpa antisipasi reward eksternal, dan tingkah laku tersebut dilakukan tidak untuk dirinya sendiri, meliputi helping/aiding, sharing, dan donating.
      Selanjutnya Lead ( dalam Staub, 1978 ) menyatakan ada tiga kriteria yang menentukan tingkah laku altruistic, yaitu :
·       Tindakan yang bertujuan khusus menguntungkan orang lain tanpa mengharapkan rewards eksternal.
·       Tindakan yang dilakukan dengan sukarela.
·       Tindakan yang menghasilkan sesuatu yang baik.
Tingkah laku prososial menyangkut intensi, value, empati, proses internal dan karakteristik individual yang dapat mengantarai suatu tindakan. Fokus utamanya adalah tindakan, karena hal ini signifikan untuk individu dan kelompok sosial. Menurut Staub ( 1978 ) tingkah laku prososial adalah tindakan sukarela dengan mengambil tanggung jawab menyejahterakan orang lain.
Dari beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa tingkah laku prososial adalah tingkah laku sosial positif yang menguntungkan atau membuat kondisi fisik atau psikis orang lain lebih baik, yang dilakukan atas dasar sukarela tanpa mengharapkan rewards eksternal.
Sumber Tingkah Laku Prososial
Mengenai sumber-sumber tingkah laku prososial, karylowski (dalam Derlega & Grzelak,1982) membagi menjadi 2 bagian, yaitu:
Endosentris. Salah satu sumber tingkah laku prososial adalah berasal dari dalam diri seseorang yg disebut sebagai sumber endosentris. Sumber endosentris adalah keinginan untuk mengubah diri, yaitu memajukan self-image. Keinginan mengubah diri tersebut sebagai suatu cara meningkatkan self-image positif yg berfokus kepada aspek self-moral. Secara keseluruhan endosentris in meningkatkan konsep diri (self-consept). Salah satu bentuk self-consept adalah self-expectations (harapan diri). Self-expectations menjelma kedalam bentuk-bentuk: rasa bahagia, kebanggaan, rasa man, evaluasi, diri yang positif. Self-expectations timbul karena seseorang hidup dilingkungan social, dimana dalam kehidupan social terdapat norma-norma dan nilai.

 Norma-norma social yang diinternalisasi ke dalam self-expectations terdiri atas.
a.       Norm of aiding
A.Norm of social responsibility
B.Norm of giving
                    2. Norm of justice
 A. Norm of equity
 B. Norm of reciprocity.
Eksosentris. Sumber eksosentris adalah sumber untuk memperhatikan dunia eksternal,yaitu memajukan, membuat kondisi lebih baik dan menolong orang lain dari kondisi buruk yang dialami. Konsep dasar memajukan orang lain adalah karena adanya:
1.Kesadarn bahwa orang membutuhkan bantuan (pencapaian tujuan bervalensi positif)
2.Actor dan orang  yang membutuhkan bantuan dihubungkan oleh hubungan social yang”memajukan”, misalnya actor harus berpikir sebagai “kita” terhadap orang yg membutuhkan pertolongan, bukan berpikir sebagai “mereka”. 

Perkembangan Tingkah Laku Prososial
     Tingkah laku prososial ini merupan suatu tingkah laku sosial positif yang bersifat spontanmaupun direncanakan dengan tujuan memberikan bantuan dan pertolongan pada oranglain tanpa paksaan dan juaga mengharapkan balasan (reward).
Perkembanagan tingkah laku prsosial ini memiliki enam tahapan yaitu:
1.Compliance &Concrete, Defined Reinsforcement.Pada tahapan ini, individu melakukan tindakan menolong karenakan permintaanatau jaga karena perintah yang disertai dahulu dengan reward atau punishment.Contohnya; Seoarang ibu meminta tolong kepada anak -anaknya untuk menyapu halamanrumah, maka setelah itu sang anak diberikan kue.
2.Compliance. Pada tahap ini, individu mewlakukan tindakan menolong karena tunduk padaototritas, sedangkan ia sendiri tidak berinisitaif melakukannya.
3.Internal Initiative &Concrete Reward. Pada tahap ini, individu menolong karena tergantung pada penerimaan reward(hadiah) yang diterima.
4. Normative Behavior. Pada tahap ini, individu menolong orang lain untuk memenuhi tuntutanmasyarakat karena ia ingin menjadi orang baik dimata masyarakat. Selain itu, tindakansipenolong dipengaruhi oleh norma-norma sosial yang ada didalam masyarakat.
 5.Generalized Reciprocity.Pada tahap ini, tingkah laku menolong didasari atas prinsip-prinsip universal dan pertukaran, yakni seseorang memberikan pertolongan karena dia percaya ketika jugamembutuhkan pertolongan maka akan mendapatkan pertolongan.
 6.Altruistic Behavior. Pada tahap ini, individu melakukan tindakan menolong secara suka rela, tapamengharapkan hadiah dan balasan.Dari penjelasan diatas jadi tahapan tahapan ini sebenarnya tergantung pada niatseseorang dalam memberikan pertolongan pada orang lain. Apakah itu karena permintaan, perintah atau karena menghapkan balasannya dan juga sudah kebiasaannyamenolong orang lain.

keputusan tingkah laku prososial
     Tingkah laku prososial (prosocial behavior ) adalah suatu tindakan menolong yangmenguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung padaorang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu risiko bagi orang yang menolong.Istilah altruisme (altruism) kadang-kadang digunakan secara bergantian dengantingkah laku prososial, tetapi altruisme yang sejati adalah tingkah laku yang merefleksikan pertimbangan untuk tidak memetingkan diri sendiri demi kebaikan oranglain.
     Dalam membuat keputusan apakah seseorang akan menolong atau tidak sangat dipengaruhi oleh banyak factor. Pertama, factor dalam diri manusia. Misalnya kepribadian,kemampuan,moral,kognitif,dan empati.Kedua, factor yang ada diluar diri manusia misalnya kehadiran orang lain , norma – norma , dan situasi tempat kejadian.Hasil studi penulisan empiris menunjukkan bahwa sulit sekali membedakan antara tekanan eksternal dan internal dalam membuat keputusan tingkah laku propososial.Peneliti tidak dapat memverifikasi (menunjukkan dengan sesungguhnya) perasaan dan pikiran yang dialami oleh subyek.
     Maka proporsi yang menyebutkan adanya rewards eksternal atau internal atau mungkin non rewards bersifat teoritis (bar-tal, 1976).Menurut Bar Tal (1976, hal.4) tingkah laku prososial adalah tingkah laku yangdilakukan secara sukarela dan menguntungkan orang lain tanpa antisipasi rewardseksternal, yang meliputi menolong, membantu, membagi, dan menyumbang. Ini bisa mulai dari bentuk yang paling sederhanaseperti sekedar memberi perhatian hingga yang paling hebat.
     Misalnya, mengorbankandiri demi orang lain. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa intensitas tingkah laku prososial berbed-beda, ada yang tinggi dan ada yang rendah.Menurut Bar Tal (1976:52) dalam proses pengambilan keputusan untuk melakukantingkah laku prososial, orang harus mengetahui bahwa ada seseorang yang membutuhkan bantuan. Selanjutnya, penolong mungkin menentukan apakah akan dibantu atau tidak,dan bagaimana cara memberi bantuan tersebut. Keputusan tersebut juga bergantung padadua pertimbangan. Pertama, penolong mungkin menunjukkan rasa tanggung jawabterhadap orang yang memerlukan bantuan, yang kedua, penolong menganalisis berapa besar reward yang diterima setelah memberikan pertolongan.Perilaku prososial memiliki beberapa aspek yaitu :
A).Berbagi, taitu kesediaan untuk berbagi perasaan dengan orang lain dalam suasana suka maupun duka. B).Menolong yaitu kesediaan menolong orang lain yang sedang dalam kesulitan.Menolong meliputi membantu orang lain atau menawarkan sesuatu ayngmenunjang berlangsungnya kegiatan orang lain. C).Berderma, yaitu kesediaan untuk memberikan secara sukarela sebagian barangmiliknya kepada orang yang membutuhkan.
D).Kerjasama, yaitu merupakan kesediaan untuk memberikan kerja sama denganorang lain demi terciptanya suatu tujuan. Kerjasama ini biasanya salingmenguntungkan, saling memberi, dan saling menolong.
E).Jujur, yaitu kesediaan untuk berkata jujur dan tidak berbuat curang terhadap oranglain.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Tingkah Laku Prososial
perkembangan tingkah laku prososial.
Factor-factor yang mempengaruhi prilaku Prososial ini menurut Para ahli, antara lain:
A).Menurut Staub (Daya Kisni & Hudaniah, 2006) terdapat beberapa factor yang mendasari seseorang untuk bertindak prososial, yaitu:
* Self-Gain adalah harapan seseorang untuk memperoleh atau menghindari kehilangansesuatau, misalnya: ingin mendapatkan pengakuan, pujian atau takut dikucilkan.
* Personal Values and Norms adanya nilai-nilai dan norma sosial yang di amalkan atau diterapkan olehindividu selama proses sosialisasi yang meliputi, norma memberi dan normatanggung jawab.
* Emphty adalah kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau pengalaman orang lain.
B).Menurut Faturocman (2006) Factor-faktornya adalah sbb:
* Situasi Sosial adanya korelasi negative antara pemberian pertolongan dengan jumlah pemerhati, makin banyak orang yang melihat suatu kejadian yang memerlikan pertolongan maka makin kecil munculnya dorongan untuk menolong.
* Biaya menolong dengan keputusan membrikan pretolongan berarti akan ada cost tertentu yangdikeluarkan untuk menolong.
* Karakteristik orang-orang terlibat Makin banyak kesamaan antara sipenolong dengan yang ditolong, maka makin besar pula peluang untuk munculnya pemberian pertolongan.
* Mediator internal mood ada kecenderungan bahwa orang yang baru melihat atau mengalami kesediahanlebih sedikit memberi bantuan dari pada orang yang baru melihat atau mengalami hal-hal yang menyenagkan, tergantung perasaan(situasi dan kondisi)individu.
* Latar Belakang Kepribadian Individu -Individu yang mempunyai orientasi sosial yang tinggi cendrung lebih mudah memberi pertolongan, demikian juga orang yang memiliki tanggung jawab social yang tinggi

Implikasi Perkembangan Tingkah Laku Prososial Terhadap Pendidikan
     Sekolah merupakan tempat yang penting dan mendukung dalam mengembangkanketerampilan sosial yaitu bagi peserta didik.Berikut ini ada beberapa srategi yang dapat digunakan oleh seorang guru dalam upayamembantu dan mendorong peserta didik dalam memperoleh dan mewujudkan tingkahlaku interpersonal yang efektif, yaitu:
a).Mengajarkan keterampilan sosisial dan strategi pemecahan masalah socialyaitu melalui intruksi verbal serta dorongan-dorongan dan tingkah laku pemodelan. 
b).Menggunakan Strategi Pembelajaran Kooperatif  mengarahkan dan mengajarkan kepada siswa bagaimana cara memberi pertolongan ,mencari pertolongan dan keterampilan dalm resolusi konflik serta pemahaman tentang keadilan.
c).Memberikan Label Prilaku Yang PantasMeningkatkan kesadaran siswa terhadap efektifitas ketereampilan sosial denganmengidentifikasi dan membri pujian atas tindakan-tindakannya itu.
d).Meminta siswa untuk memikirkan dampak dari prilaku yang dimiliki.Bagimana siswa mampu memikirkan konsekuensi serta manfaat dari setiap tindakanyang dilakukannya.
e).Mengembagkan Program Mediasi Teman Sebaya.Bagaimana siswa melakukan intervensi terhadap perselisishan interpersonal yangterjadi dalam kelas secara efektif dan baik.

BAB 14

Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik

Perkembangan Moral
     Perkembangan moral adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain (santrock,1995). Anak –anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral(imoral).tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap dikembangkan.

Teori Psikoanalisa Tentang Perkembangan Moral
     Dalam menggambarkan perkembangan moral, teori psikoanalisa dengan pembagian struktur kepribadian manusia atas tiga,yaitu id, ego, superego. Id adalah struktur kepribadian yg terdiri atas aspek bioogis yang irasional dan tidak disadari. Ego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek psikologis, yaitu subsistem ego yg rasional dan disadari, namun tidak memiliki moralitas. Superego adalah struktur kepribadian yang terdiri atas aspek social yg berisikan system nilai dan moral, yang benar-benar memperhitungkan “benar” atau “salahnya” sesuatu.

·      Teori Belajar-Sosial  Tentang Perkembangan Moral
     Teori belajar social melihat tingkah laku moral sebagai respons atas stimulus. Dalam hal ini, proses-proses penguatan,penghukuman, dan peniruan digunakan untuk menjelaskan perilaku moral ank-anak.
·      Teori Kognitif Piaget Tentang Perkembangan Moral
     Teori Kognitif Piaget mengenai pengembangan moral melibatkan prinsip-prinsip dan proses-proses yg sama dengan pertumbuhan kognitif yang ditemui dalm teorinya tentang perkembangan intelektual. Bagi piaget, perkembangan moral digambarkan melalui aturan permainan. Karena itu, hakikat moralitas adalh kecenderungan untuk menerima dan menaati system peraturan.
     Piaget menyimpulkan bahwa pemikiran anak-anak tentang moralitas dapat dibedakan atas 2 tahap,yaitu tahap heterenomous morality dan autonomous morality.
     Heterenomous morality atau morality of constraint ialah tahap perkembangan moral yg terjadi pada anak usia kira-kira 6-9 tahun. Anak-anak pada masa ini yakin akan keadilan ammanem,yaitu konsep bahwa suatu aturan dilanggar, hukuman akan segera dijatuhkan.
     Autonomous morality atau morality of cooperation ialah tahap perkembangan moral yg terjadi pada anak-anak usia kira-kira 9-12 tahun. Pada tahap ini anak mulai sadar bahwa aturan-aturan dan hukum-hukum merupakan ciptaan manusia dan dalam menerapkan suatu hukuman atas suatu tindakan harus mempertimbangkan maksud pelaku serta akibat-akibatnya.
·      Teori Kohlberg Tentang Perkembangan Moral
     Teori Kohlberg tentang perkembangan moral merupakan perluas, modifikasi, dan redefeni atas teori piaget. Berdasarkan pertimbangan yang diberikan atas pertanyaan kasus dilematis yang dihadapi seseorang, Kohlberg mengklasifikasikan perkembangan moral atas tiga tingkatan (level), yang kemudian dibagi lagi menjadi enam tahp (stage). Kohlberg setuju dengan piaget yg menjelaskan bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yg diperoleh dari pengalaman.
     Hal penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk mengungkapkan moral yg hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan tingkah laku moral dalam arti perbuatan nyata.

PENALARAN MORAL
     Moral merupakan suatu kebutuhan penting bagi remaja, terutama sebagai pedoman menemukan identitas dirinya, mengembangkan hubungan personal yg harmonis, dan menghindari konflik-konflik peran yg terjadi dalam masa  

PERKEMBANGAN  SPIRITUALITAS
Pengertian Spiritual
     Kata spiritualitas berasal dari bahasa inggris yaitu “spirituality”, kata dasarnya “spirit” yang berarti: “roh, jiwa, semangat”. Kata spirit sendiri berasal dari kata latin “spiritus” yang berarti: “luas atau dalam (breath),keteguhan hati atau keyakinan (courage), energy atau semangat (vigor), dan kehidupan. Kata sifat spiritual berasal dari kata latin spiritualis yang berarti “of the spirit” (kerohanian).
     Menurut aliah B.Purwakania Hasan, spiritualis memiliki ruang lingkup dan makna pribadi yang luas, hanya saja, spiritualis mungkin dapat dimengerti dengan membahas kata kunci yg sering muncul ketika orang-orang menggambarkan arti spiritualis bagi mereka. Dengan mengutip hasil penilitian Martsolf dan Mickley, Aliah B.Purwakania Hasan menyebutkan beberapa kata kunci yang bias sipertimbangkan, yaitu:
Ø  Meaning (makna) makna merupakan sesuatu yg signifikan dalam kehidupan manusia, merasakan situasi, memiliki dan mengarah pada suatu tujuan.
Ø  Values (nilai-nilai) Nilai-nilai adalah kepercayaan, standart dan etika yang dihargai.
Ø  Transcendence (transedensi) bersambung adalah meningkatkan kesadaran terhadap hubungan dengan diri sendiri,orang lain, tuhan dan alam.
Ø  Becoming (menjadi). Menjadi adalah membuka kehidupan yg menuntut refleksi dan pengalaman, termasuk siapa seseorang dan bagaimana seseorang mengetahui.
Ø   
Spiritualitas dan Religiusitas
     Untuk lebih memahami pengertian tentang spiritualitas, perlu juga diuraikan tentang hubungannya dengan religiusitas, ini adalah penting karena belakangan berkembang paham yg menganggap spiritualitas lebih penting dari agama. Agama memang tidak mudah untuk didefinisikan secara tepat, karena agama mengambil bentuk bermacam-macam diantara suku-suku dan bangsa-bangsa di dunia ini. Spiritualitas kehidupan adalah inti keberadaan dari kehidupan.

Wacana Spiritual Dalam Psikologi Kontemporer
     Dalam dua decade belakangan ini isu-isu seputar spiritualitas banyak mendapat perhatian dalam study-study sains social.
     Menurut Ingersoll (2004), dalam literature terapeutik masalah spiritualitas cenderung diabaikan.sedidaknya terdapat dua alasn mengapa spiritualitas kurang mendapat perhatian dalam kajian-kajian psikologi umumnya, yaitu: Pertama’ sebagaimana dinyatakan oleh shafranske dan gorsuch (1984), relative kurangnya perhatian terhadap studi tentang spiritual dalam psikologi mungkin dapat di acak pada akar historis profesi tersebut yg berusaha memisahkan diri dari disiplin filosofis non-empirik. Kedua’ dalam hubungan dengan praktek klinis, diskusi tentang spiritualitas yang terjadi dalam konseling sering berhadapan dengan kenyataan bahwa kerangka acuan yang digunakan therapist sering bertentangan dengan apa yang dialami oleh klien.

Spiritual Dalam Psikologi Humanistik
     Psikologis humanistic muncul pada pertengahan abad ke-20 sebagai reaksi terhadap teori psikodinamika dan behavioristik. Keduanya dianggap telah mereduksi manusia sebagai mesin atau makhluk rendah. Teori ini menyiratkan penolakan terhadap pendapat bahwa tingkah laku manusia semata-mata ditentukan oleh factor diluar dirinya.
     Berbeda dengan psikoanalisis yang memandang buruk hakikat manusia dan psikologi behavior yang memandang netral, psikologi humanistic berasumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi yang baik, minimal lebih banyak baiknya daripada buruknya.

Spiritual Dalam Psikologi Transpersonal
     Psikologi transpersonal sebenarnya merupakan kelanjutan atau lebih tepatnya pengembangan dari psikologi humanistic. Psikologi transpersonal, seperti halnya psikologi humanistik, menaruh perhatian pada dimensi spiritual manusia yg ternyata mengandung berbagai potensi dan kemampuan luar biasa yang sejauh ini terabaikan dari telaah psikologi kontemporer.

Dimensi-dimensi Spiritual
     Meskipun para peneliti tentang spiritual yang sehat mencatat bahwa spiritual harus dipahami dalam multidimensional, namun Ingersoll (1994). Menggambarkan spiritualitas dalam tujuh dimensi yaitu makna (meaning), konsep tentang ketuhanan (conception of divinity), hubungan (relationship), misteri (mistery), pengalaman (experience), perbuatan atau permainan (play), dan antegrasi (integration).

Meaning –meaning atau makna merupakan dimensi terpenting dari spiritualitas.
·         Conception of divinity. Dimensi kedua dari spiritualitas adalah konsep tentang ketuhanan.
·         Relationship. Dimensi spiritualitas yang ketiga adalh dimensi hubungan.
·         Mistery. Misteri juga merupakan salah satu dimensi spiritualitas yang terpenting.
·         Experience. Disamping konsep tentang tak terbatas, kesadaran tentang makna, dinamika hubungan dan dimensi misteri, terdapat kebutuhan untuk menjelaskan bagaimana semua ini dimanifestasikan dalam pengalaman (experience) individual.
·          Dimentional integration. keEnam dimensi spiritual yang telah dijelaskan diatas,sebenarnya tidak berdiri sendiri, melainkan saling berintegrasi dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

Karakteristik Perkembangan Spiritual Peserta Didik
     Dalam studi perkembangan, tema tentang spiritualitas tidak banyak dibahas oleh para ahli psikologi. Dalam uraian akan dikemukakan perkembangan spiritualitas yang diajukan oleh james.w.fowler:
·      Teori Perkembangan Spiritual Fowler
     Dewasa ini salah satu teori tentang perkembangan spiritualitas dan kepercayaan yg banyak dijadikan acuan dalam mempelajari perkembangan kehidupan spiritual atau agama manusia adalah stages of faith development dari james fowler. Fowler adalah perintis teori mengenai tahap perkembangan kepercayaan, yang dimaksudkan untuk menunjukkan penelitian empiris dan refleksi teoritis yang sementara ini diakui secara internasional sebagai psikolog agama yang sangat penting (cremers,1995).
      Konsep tentang spiritualitas dan kepercayaan yang digunakan fowler merujuk pada apa yang dikemukakan oleh Wilfred cantwell smith, bahwa kepercayaan eksistensial merupakan kualitas pribadi, yaitu suatu orientasi kepribadian seseorang yang menanggapi nilai dan kekuasaan tersenden, orientasi terhadap dirinya, sesamanya dan alam semesta yang dilihat dan dipahami lewat bentuk-bentuk tradisi kumulatif.

Karakteristik Perkembangan Spiritual Anak Usia Sekolah
     Tahap mythic-literal faith, yang dimulai usia 7-11 tahun. Menurut Fowler dalam desmita (2009:281), berpendapat bahwa tahap ini, sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya, anak mulai berfikir secara logis dan mengatur dunia dengan katagori-katagori baru. Pada tahap ini anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya, dan secara khusus menemukan koherensi serta makna pada bentuk-bentuk naratif.
     Sebagai anak yang tengah berada dalam tahap pemikiran operasional konkret, maka anak usia sekolah dasar akan memahami segala sesuatu yang abstrak dengan interpretasi secara konkret. Hal ini juga berpengaruh terhadap pemahaman mengenai konsep-konsep keagamaan. Dengan demikian, gagasan-gagasan keagamaan yang bersifat abstrak yang tadinya dipahami secara konkret, seperti tuhan itu satu,tuhan itu amat dekat, tuhan ada di mana-mana, mulai dapat di pahami secara abstrak.
·      Karakteristik Perkembangan Spiritual Remaja
     Dibandingkan dengan masa awal anak-anak misalnya keyakinan agama  remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada awal masa anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berfikir simbolik Tuhan dibayangkan sebagai person yang berada di awan, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman terhadap keyakinan agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya.
     Oleh sebab itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam perkembangan kognitifnya. Mungkin mereka mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Menurut Muhammad Idrus dalam Desmita (2009:283), pola kepercayaan yang dibangun remaja bersifat konvensional, sebab secara kognitif, efektif dan sosial, remaja mulai menyesuaikan diri dengan orang lain yang berarti baginya (significant others) dan dengan mayoritas lainya.

Implikasi Perkembangan Moral dan Spiritual Terhadap Pendidikan
     Untuk mengembangkan moral dan spiritual, pendidikan sekolah formal yang di tuntut untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan moral dan spiritual mereka, sehingga mereka dapat menjadi manusia yang moralis dan religious.Sejatinya pendidikan tidak boleh menghasilkan manusia bermental benalu dalam masyarakat, yakni lulusan pendidikan formal yang hanya menggantungkan hidup pada pekerjaan formal semata. Pendidikan selayaknya menanamkan kemandirian, kerja keras dan kreatifitas yang dapat membekali manusianya agar bisa survive dan berguna dalam masyarakat (Elmubarok,2008:30).
      Strategi yang mungkin dilakukan guru di sekolah dalam membantu perkembangan moral dan spiritual peserta didik yaitu sebagai berikut.
a.   Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui kurikulum tersembunyi, yakni menjadi sekolah sebagai atmosfer moral dan agama secara keseluruhan.
b.   Memberikan pendidikan moral secara langsung, yakni pendidikan moral dengan pendidikan pada nilai dan juga sifat selam jangka waktu tertentu atau menyatukan nilai-nilai dan sifat-sifat tersebut ke dalam kurikulum.
c.   Memberikan pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai, yaitu pendekatan pendidikan moral tidak langsung yang berfokus pada upaya membantu siswa untuk memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka dan apa yang berharga untuk di cari.
d.   Menjadikan wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak hanya sekedar bersifat teoritis, tetapi penghayatan yang benar-benar dikontruksi dari pengalaman keberagamaan.
e.   Membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual paranting,seperti:
1.   Memupuk hubungan sadar anak dengan tuhan melalui doa setiap hari.
2.   Menanyakan kepada anak bagaimana tuhan terlibat dalam aktivitasnya sehari-hari.
3.   Memberikan kesadaran kepada anak bahwa tuhan akan membimbing kita apabila kita meminta.
4.   Menyuruh anak merenungkan bahwa tuhan itu ada dalam jiwa mereka dengan cara menjelaskan bahwa mereka tidak dapat melihat diri mereka tumbuh atau mendengar darah mereka mengalir, tetapi tahu bahwa semua itu sungguh-sungguh terjadi sekalipun mereka tidak melihat apapun (Desmita,2009:287).

BAB 15

HUBUNGAN PSIKOLOGI PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK DENGAN PEMBELAJARAN DI KELAS

Pengertian Pendidikan
     Pendidikan adalah usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran. Ada dua buah konsep kependidikan yang berkaitan dengan lainnya, yaitu belajar ( learning ) dan pembelajaran ( intruction ). Konsep belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran berakar pada pihak pendidik.
 Dalam proses belajar mengajar (PBM) akan terjadi interaksi antara peserta didik dan pendidik. Peserta didik adalah seseorang atau sekelompok orang sebagai pencari, penerima pelajaran yang dibutuhkannya, sedang pendidik adalah seseorang atau sekelompok orang yang berprofesi sebagai pengolah kegiatan belajar mengajar dan seperangkat peranan lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
Kegiatan belajar mengajar melibatkan beberapa komponen, yaitu peserta didik, guru (pendidik), tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode mengajar, media dan evaluasi. Tujuan pembelajaran adalah perubahan prilaku dan tingkah laku yang positif dari peserta didik setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar, seperti : perubahan yang secara psikologis akan tampil dalam tingkah laku (over behaviour) yang dapat diamati melalui alat indera oleh orang lain baik tutur katanya, motorik dan gaya hidupnya.
Tujuan pembelajaran yang diinginkan tentu yang optimal, untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik, salah satu diantaranya yang menurut penulis penting adalah metodologi mengajar.
Mengajar merupakan istilah kunci yang hampir tak pernah luput dari pembahasan mengenai pendidikan karena keeratan hubungan antara keduanya.
Metodologi mengajar dalam dunia pendidikan perlu dimiliki oleh pendidik, karena keberhasilan Proses Belajar Mengajar (PBM) bergantung pada cara/mengajar gurunya. Jika cara mengajar gurunya enak menurut siswa, maka siswa akan tekun, rajin, antusias menerima pelajaran yang diberikan, sehingga diharapkan akan terjadi perubahan dan tingkah laku pada siswa baik tutur katanya, sopan santunnya, motorik dan gaya hidupnya.
Metodologi mengajar banyak ragamnya, kita sebagai pendidik tentu harus memiliki metode mengajar yang beraneka ragam, agar dalam proses belajar mengajar tidak menggunakan hanya satu metode saja, tetapi harus divariasikan, yaitu disesuaikan dengan tipe belajar siswa dan kondisi serta situasi yang ada pada saat itu, sehingga tujuan pengajaran yang telah dirumuskan oleh pendidik dapat terwujud/tercapai. Karena begitu pentingnya metode mengajar dalam pembelajaran maka penulis tergugah untuk menulis dan menguraikannya sehingga makalah ini penulis beri judul "Metode Mengajar Berdasarkan Tipologi Belajar Siswa".

     Menurut Winkel, Belajar adalah semua aktivitas mental atau  psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.
Menurut Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252) belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya.
Sedangkan Pengertian Belajar menurut Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning 1977, belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu.
Moh. Surya (1981:32), definisi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Kesimpulan yang bisa diambil dari kedua pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan dari diri seseorang.

v Cronbach (1954) berpendapat : belajar dapat dilakukan secara baik dengan jalan mengalami.
v Menurut Spears : dimana pengalaman itu dapat diperoleh dengan mempergunakan panca indra.
v Robert. M. Gagne dalam bukunya : Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam kemampuan manusia setelah belajar secara terus menerus, bukan hanya disebabkan oleh proses pertumbuhan saja. Gagne berkeyakinan, bahwa belajar dipengaruhi oleh faktor dari luar diri dan faktor dalam diri dan keduanya saling berinteraksi. Dalam teori psikologi konsep belajar Gagne ini dinamakan perpaduan antara aliran behaviorisme dan aliran instrumentalisme.
v Lester.D. Crow and Alice Crow mendefinisikan : Belajar adalah upaya untuk memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan dan sikap-sikap.
v Hudgins Cs. (1982) berpendapat Hakekat belajar secara tradisional belajar dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan dalam tingkah laku, yang mengakibatkan adanya pengalaman.
v Jung , (1968) mendefinisikan bahwa belajar adalah suatu proses dimana tingkah laku dari suatu organisme dimodifikasi oleh pengalaman.

Dari beberapa pengertian belajar di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang dilakukan oleh seseorang sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku yang berbeda antara sesudah belajar dan sebelum belajar.
     Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah segenap rangkaian kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya berupa penambahan pengetahuan atau kemahiran berdasarkan alat indera dan pengalamannya.Oleh sebab itu apabila setelah belajar peserta didik tidak ada perubahan tingkah laku yang positif dalam arti tidak memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka dapat dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna.

     Pada dasarnya prinsip belajar lebih dititikberatkan pada aktivitas peserta didik yang menjadi dasar proses pembelajaran baik dijenjang Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah lanjutan Tingkat Atas (SLTA) maupun Tingkat Perguruan Tinggi.

v Pengertian Siswa / Peserta Didik
Ø  (Seseorang yang terdaftar pada sebuah lembaga pendidikan dan mengikuti suatu jalur studi).
Ø  (Seorang peserta didik adalah seorang pria atau wanita yang mengetahui cara membaca buku-buku).
Ø  Peserta didik (siswa) adalah seseorang atau sekelompok orang yang bertindak sebagai pelaku pencari, penerima dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkannya untuk mencapai tujuan (Aminuddin Rasyad, 2000 : 105).
v Pengertian Mengajar
Ø  Arifin (1978) mendefinisikan bahwa mengajar adalah " . suatu rangkaian kegiatan penyampaian bahan pelajaran kepada murid agar dapat menerima, menanggapi, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran itu ".
Ø  Tyson dan Caroll (1970) mengemukakan bahwa mengajar ialah . a way working with students ... A process of interaction . the teacher does something to student, the students do something in return. Dari definisi itu tergambar bahwa mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan.
Ø  Nasution (1986) berpendapat bahwa mengajar adalah " . suatu aktivitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar".
Ø  Tardif (1989) mendefinisikan, mengajar adalah . any action performed by an individual (the teacher) with the intention of facilitating learning in another individual (the learner), yang berarti mengajar adalah perbuatan yang dilakukan seseorang (dalam hal ini pendidik) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (dalam hal ini peserta didik) melakukan kegiatan belajar.

Biggs (1991), seorang pakar psikologi membagi konsep mengajar menjadi tiga macam pengertian yaitu :
Ø  Pengertian Kuantitatif dimana mengajar diartikan sebagai the transmission of knowledge, yakni penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa dengan sebai-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa bukan tanggung jawab pengajar.
Ø  Pengertian institusional yaitu mengajar berarti . the efficient orchestration of teaching skills, yakni penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk selalu siap mengadaptasikan berbagai teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta berbeda bakat , kemampuan dan kebutuhannya.
Ø  Pengertian kualitatif dimana mengajar diartikan sebagai the facilitation of learning, yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan belajar siswa mencari makna dan pemahamannya sendiri.

Dari definisi-definisi mengajar dari para pakar di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar adalah suatu aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga terjadi proses belajar dan tujuan pengajaran tercapai.

v Pengertian Metodologi Mengajar
Dari definisi-definisi metodologi dan mengajar yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa pengertian metodolgi mengajar adalah ilmu yang mempelajari cara-cara untuk melakukan aktivitas yang tersistem dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik dalam arti tujuan pengajaran tercapai.

Agar tujuan pengajaran tercapai sesuai dengan yang telah dirumuskan oleh pendidik, maka perlu mengetahui, mempelajari beberapa metode mengajar, serta dipraktekkan pada saat mengajar.
·      Metode Mengajar
Beberapa metode mengajar yang dapat divariasikan oleh pendidik diantaranya :
·      Metode Ceramah (Preaching Method)
Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan saecara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Muhibbin Syah, (2000). Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa.

Beberapa kelemahan metode ceramah adalah :
Ø  Membuat siswa pasif.
Ø  Mengandung unsur paksaan kepada siswa
Ø  Mengandung daya kritis siswa ( Daradjat, 1985)
Ø  Anak didik yang lebih tanggap dari visi visual akan menjadi rugi dan anak didik yang lebih tanggap auditifnya dapat lebih besar menerimanya.
Ø  Sukar mengontrol sejauhmana pemerolehan belajar anak didik.
Ø  Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme (pengertian kata-kata).

Beberapa kelebihan metode ceramah adalah :
Ø  Guru mudah menguasai kelas.
Ø  Guru mudah menerangkan bahan pelajaran berjumlah besar
Ø  Dapat diikuti anak didik dalam jumlah besar.
Ø  Mudah dilaksanakan (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)

·      Metode diskusi ( Discussion method )
Muhibbin Syah ( 2000 ), mendefinisikan bahwa metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama ( socialized recitation ).

Metode diskusi diaplikasikan dalam proses belajar mengajar untuk :
Ø  Mendorong siswa berpikir kritis.
Ø  Mendorong siswa mengekspresikan pendapatnya secara bebas.
Ø  Mendorong siswa menyumbangkan buah pikirnya untuk memcahkan masalah bersama.
Ø  Mengambil satu alternatif jawaban atau beberapa alternatif jawaban untuk memecahkan masalah berdsarkan pertimbangan yang seksama.
Kelebihan metode diskusi sebagai berikut :
a). Menyadarkan anak didik bahwa masalah dapat dipecahkan dengan berbagai jalan
b). Menyadarkan ank didik bahwa dengan berdiskusi mereka saling mengemukakan pendapat secara konstruktif sehingga dapat diperoleh keputusan yang lebih baik.
c). Membiasakan anak didik untuk mendengarkan pendapat orang lain sekalipun berbeda dengan pendapatnya dan membiasakan bersikap toleransi. (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).
Kelemahan metode diskusi sebagai berikut :
a. tidak dapat dipakai dalam kelompok yang besar.
b. Peserta diskusi mendapat informasi yang terbatas.
c. Dapat dikuasai oleh orang-orang yang suka berbicara.
d. Biasanya orang menghendaki pendekatan yang lebih formal (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)
3). Metode demontrasi ( Demonstration method )
Metode demonstrasi adalah metode mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Muhibbin Syah ( 2000).

Metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperlihatkan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. Syaiful Bahri Djamarah, ( 2000).

Manfaat psikologis pedagogis dari metode demonstrasi adalah :
a. Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan .
b. Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.
c. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa (Daradjat, 1985)

Kelebihan metode demonstrasi sebagai berikut :
a. Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atu kerja suatu benda.
b. Memudahkan berbagai jenis penjelasan .
c. Kesalahan-kesalahan yeng terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melaui pengamatan dan contoh konkret, drngan menghadirkan obyek sebenarnya (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).

Kelemahan metode demonstrasi sebagai berikut :
a. Anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan dipertunjukkan.
b. Tidak semua benda dapat didemonstrasikan
c. Sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai apa yang didemonstrasikan (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).
4). Metode ceramah plus
Metode ceramah plus adalah metode mengajar yang menggunakan lebih dari satu metode, yakni metode ceramah gabung dengan metode lainnya.Dalam hal ini penulis akan menguraikan tiga macam metode ceramah plus yaitu :
a. Metode ceramah plus tanya jawab dan tugas (CPTT).
Metode ini adalah metode mengajar gabungan antara ceramah dengan tanya jawab dan pemberian tugas.

Metode campuran ini idealnya dilakukan secar tertib, yaitu :
1). Penyampaian materi oleh guru.
2). Pemberian peluang bertanya jawab antara guru dan siswa.
3). Pemberian tugas kepada siswa.

a. Metode ceramah plus diskusi dan tugas (CPDT)
Metode ini dilakukan secara tertib sesuai dengan urutan pengkombinasiannya, yaitu pertama guru menguraikan materi pelajaran, kemudian mengadakan diskusi, dan akhirnya memberi tugas.

b. Metode ceramah plus demonstrasi dan latihan (CPDL)
Metode ini dalah merupakan kombinasi antara kegiatan menguraikan materi pelajaran dengan kegiatan memperagakan dan latihan (drill)

5). Metode resitasi ( Recitation method )
Metode resitasi adalah suatu metode mengajar dimana siswa diharuskan membuat resume dengan kalimat sendiri.

Kelebihan metode resitasi sebagai berikut :
a. Pengetahuan yang anak didik peroleh dari hasil belajar sendiri akan dapat diingat lebih lama.
b. Anak didik berkesempatan memupuk perkembangan dan keberanian mengambil inisiatif, bertanggung jawab dan berdiri sendiri (Syaiful Bahri Djamarah, 2000).

Kelemahan metode resitasi sebagai berikut :
a. Terkadang anak didik melakukan penipuan dimana anak didik hanya meniru hasil pekerjaan temennya tanpa mau bersusah payah mengerjakan sendiri.
b. Terkadang tugas dikerjakan oleh orang lain tanpa pengawasan.
c. Sukar memberikan tugas yang memenuhi perbedaan individual (Syaiful Bahri Djamarah, 2000)

6). Metode percobaan ( Experimental method )
Metode percobaan adalah metode pemberian kesempatan kepada anak didik perorangan atau kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan. Syaiful Bahri Djamarah, (2000)
Metode percobaan adalah suatu metode mengajar yang menggunakan tertentu dan dilakukan lebih dari satu kali. Misalnya di Laboratorium.

Kelebihan metode percobaan sebagai berikut :
a. Metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru atau buku.
b. Anak didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi.
c. Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan penemuan sebagai hasil percobaan yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan hidup manusia.

Kekurangan metode percobaan sebagai berikut :
a. Tidak cukupnya alat-alat mengakibatkan tidak setiap anak didik berkesempatan mengadakan ekperimen.
b. Jika eksperimen memerlukan jangka waktu yang lama, anak didik harus menanti untuk melanjutkan pelajaran.
c. Metode ini lebih sesuai untuk menyajikan bidang-bidang ilmu dan teknologi.

7). Metode Karya Wisata ( Study tour method )
Metode karya wisata adalah suatu metode mengajar yang dirancang terlebih dahulu oleh pendidik dan diharapkan siswa membuat laporan dan didiskusikan bersama dengan peserta didik yang lain serta didampingi oleh pendidik, yang kemudian dibukukan.

Kelebihan metode karyawisata sebagai berikut :
a. Karyawisata menerapkan prinsip pengajaran modern yang memanfaatkan lingkungan nyata dalam pengajaran.
b. Membuat bahan yang dipelajari di sekolah menjadi lebih relevan dengan kenyataan dan kebutuhan yang ada dimasyarakat.
c. Pengajaran dapat lebih merangsang kreativitas anak.

Kekurangan metode karyawisata sebagai berikut :
a. Memerlukan persiapan yang melibatkan banyak pihak.
b. Memerlukan perencanaan dengan persiapan yang matang.
c. Dalam karyawisata sering unsur rekreasi menjadi prioritas daripada tujuan utama, sedangkan unsur studinya terabaikan.
d. Memerlukan pengawasan yang lebih ketat terhadap setiap gerak-gerik anak didik di lapangan.
e. Biayanya cukup mahal.
f. Memerlukan tanggung jawab guru dan sekolah atas kelancaran karyawisata dan keselamatan anak didik, terutama karyawisata jangka panjang dan jauh.

8). Metode latihan keterampilan ( Drill method )
Metode latihan keterampilan adalah suatu metode mengajar , dimana siswa diajak ke tempat latihan keterampilan untuk melihat bagaimana cara membuat sesuatu, bagaimana cara menggunakannya, untuk apa dibuat, apa manfaatnya dan sebagainya. Contoh latihan keterampilan membuat tas dari mute/pernik-pernik.

Kelebihan metode latihan keterampilan sebagai berikut :
a. Dapat untuk memperoleh kecakapan motoris, seperti menulis, melafalkan huruf, membuat dan menggunakan alat-alat.
b. Dapat untuk memperoleh kecakapan mental, seperti dalam perkalian, penjumlahan, pengurangan, pembagian, tanda-tanda/simbol, dan sebagainya.
c. Dapat membentuk kebiasaan dan menambah ketepatan dan kecepatan pelaksanaan.

Kekurangan metode latihan keterampilan sebagai berikut :
a. Menghambat bakat dan inisiatif anak didik karena anak didik lebih banyak dibawa kepada penyesuaian dan diarahkan kepada jauh dari pengertian.
b. Menimbulkan penyesuaian secara statis kepada lingkungan.
c. Kadang-kadang latihan yang dlaksanakan secara berulang-ulang merupakan hal yang monoton dan mudah membosankan.
d. Dapat menimbulkan verbalisme.

9). Metode mengajar beregu ( Team teaching method )
Metode mengajar beregu adalah suatu metode mengajar dimana pendidiknya lebih dari satu orang yang masing-masing mempunyai tugas. Biasanya salah seorang pendidik ditunjuk sebagai kordinator. Cara pengujiannya, setiap pendidik membuat soal, kemudian digabung. Jika ujian lisan maka setiap siswa yang diuji harus langsung berhadapan dengan team pendidik tersebut.

10). Metode mengajar sesama teman ( Peer teaching method )
Metode mengajar sesama teman adalah suatu metode mengajar yang dibantu oleh temannya sendiri .

11). Metode pemecahan masalah ( Problem solving method )
Metode ini adalah suatu metode mengajar yang mana siswanya diberi soal-soal, lalu diminta pemecahannya.

12). Metode perancangan ( projeck method )
yaitu suatu metode mengajar dimana pendidik harus merancang suatu proyek yang akan diteliti sebagai obyek kajian.

Kelebihan metode perancangan sebagai berikut :
a. Dapat merombak pola pikir anak didik dari yang sempit menjadi lebih luas dan menyuluruh dalam memandang dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan.
b. Melalui metode ini, anak didik dibina dengan membiasakan menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan terpadu, yang diharapkan praktis dan berguna dalam kehidupan sehari-hari.

Kekurangan metode perancangan sebagai berikut :
a. Kurikulum yang berlaku di negara kita saat ini, baik secara vertikal maupun horizontal, belum menunjang pelaksanaan metode ini.
b. Organisasi bahan pelajaran, perencanaan, dan pelaksanaan metode ini sukar dan memerlukan keahlian khusus dari guru, sedangkan para guru belum disiapkan untuk ini.
c. Harus dapat memilih topik unit yang tepat sesuai kebutuhan anak didik, cukup fasilitas, dan memiliki sumber-sumber belajar yang diperlukan.
d. Bahan pelajaran sering menjadi luas sehingga dapat mengaburkan pokok unit yang dibahas.

13). Metode Bagian ( Teileren method )
yaitu suatu metode mengajar dengan menggunakan sebagian-sebagian, misalnya ayat per ayat kemudian disambung lagi dengan ayat lainnya yang tentu saja berkaitan dengan masalahnya.
14). Metode Global (Ganze method )
yaitu suatu metode mengajar dimana siswa disuruh membaca keseluruhan materi, kemudian siswa meresume
apa yang dapat mereka serap atau ambil intisari dari materi tersebut.

C. Perbandingan Ciri Khas Metode Mengajar
Metode Sifat Materi Tujuan Keunggulan Kelemahan
     Ceramah Demonstrasi Diskusi Informatif, factual Prinsipal,faktual,keterampilan Prinsipal, konseptual, keterampilan Pemahaman Pengetahuan Pemahaman aplikasi Pemahaman Analisis, sintesis,Evaluasi, aplikasi Lebih banyak materi yang tersaji Siswa berpengalaman Dan berkesan mendalam.Siswa aktif, berani dan kritis Siswa pasif  Lebih banyak alat dan biaya Memboroskan waktu Didominasi Siswa yang pintar
    Metode mengajar yang dimiliki pendidik usahakan divariasikan, agar siswa-siswi dalam kelas yang tipe belajarnya pasti beragam itu dapat menerima, mencerna, menguasai materi yang diberikan oleh pendidik seefisien dan seefektif mungkin. Bagaimana agar yang kita harapkan itu menjadi kenyataan ? Salah satu solusinya adalah pendidik disamping menguasai beberapa metode mengajar, harus tahu juga tipe belajar para siswanya.
Supaya sinkron antara metode mengajar pendidik dengan tipe belajar peserta didik. Artinya metode yang digunakan dalam megajar telah disesuaikan dengan tipe belajar peserta didik. Misal tipe belajar siswa visual, maka akan lebih mudah dicerna oleh siswa apabila guru mengajar dengan slide, makalah, atau digambarkan langsung di papan tulis. Untuk itu mari kita lihat beberpa tipe belajar siswa

Pengertian Pembelajaran
Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati, dan memahami sesuatu yang dipelajari.

Sedangkan mengajar sendiri memiliki pengertian :
-Upaya guru untuk “membangkitkan” yang berarti menyebabkan atau mendorong seseorang (siswa) belajar. (Rochman Nata Wijaya,1992).
-Menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjdinya proses belajar. (Hasibuan J.J,1992)
-Suatu usaha untuk membuat siswa belajar, yaitu usaha untuk terjadinya perubahan tingkah laku. (Gagne)

Dan Pembelajaran yang diidentikkan dengan kata “mengajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut)  ditambah dengan awalan “pe” dan akhiran “an menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses, perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar. (KBBI).

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. (Wikipedia.com)

      Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.
     Instruction atau pembelajaran adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses belajar siswa, yang berisi serangkaian peristiwa yang dirancang, disusun sedemikian rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal. Gagne dan Briggs (1979:3)
Pembelajaran adalah Proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. (UU No. 20/2003, Bab I Pasal Ayat 20).
      Istilah “pembelajaran” sama dengan “instruction atau “pengajaran”. Pengajaran mempunyai arti cara mengajar atau mengajarkan. (Purwadinata, 1967, hal 22). Dengan demikian pengajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa) dan Mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar adalah satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan primer, sedangkan mengajar adalah kegiatan sekunder yang dimaksudkan agar terjadi kegiatan secara optimal.

     Dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relative lama dan karena adanya usaha.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang melibatkan beberapa komponen :
1. Siswa
Seorang yang bertindak sebagai pencari, penerima, dan penyimpan isi pelajaran yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
2. Guru
Seseorang yang bertindak sebagai pengelola, katalisator, dan peran lainnya yang memungkinkan berlangsungnya kegiatan belajar mengajar yang efektif.
3. Tujuan
Pernyataan tentang perubahan perilaku (kognitif, psikomotorik, afektif) yang diinginkan terjadi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran.
4. Isi Pelajaran
Segala informasi berupa fakta, prinsip, dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
5. Metode
Cara yang teratur untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mendapat informasi yang dibutuhkan mereka untuk mencapai tujuan.
6. Media
Bahan pengajaran dengan atau tanpa peralatan yang digunakan untuk menyajikan informasi kepada siswa.
7. Evaluasi
Cara tertentu yang digunakan untuk menilai suatu proses dan hasilnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RESUME PEDAGOGIK ( ILMU MENDIDIK )

RESUME BUKU PEDAGOGIK (ILMU MENDIDIK) Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Semester Pendek (SP) Mata Kuliah    : Pedagogika Dosen   : Bagus Nurul Iman, M.Pd Dibuat Oleh : MAJID HAKIM NIM.110641178 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON 2015 DAFTAR ISI BAGIAN 1 KONSEP DASAR PEDAGOGIK                           A.     Pengertian Pedagogik                           B.      Pentingnya Pendidikan                  ...

Usaha Pengembangan Profesi Guru

BAB I PENDAHULUAN A.       LATAR   BELAKANG Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Dan untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan. Pengembangan Profesi Guru adalah langkah awal yang tepat bagi peningkatan kualitas pendidikan. Guru adalah jabatan profesi, untuk itu seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Seseorang dianggap profesional apabila mampu mengerjakan tugasnya dengan selalu berpegang teguh pada etika kerja, bebas dari tekanan pihak luar, produktif, efektif, efisien dan inovatif serta didasarkan pada prinsip-prinsip yang didasarkan pada unsur-unsur ilmu a...